Lonjakan Wisatawan Disebut Ancam Sumber Air Panas untuk Onsen di Jepang

4 days ago 12

Liputan6.com, Tokyo - Jepang dikenal dengan onsen -- pemandian air panas alami yang menawarkan pengalaman relaksasi khas Negeri Sakura. Namun, peningkatan jumlah wisatawan setelah pandemi COVID-19 membuat beberapa kota onsen menghadapi krisis pasokan air panas.

Salah satu kota yang terdampak adalah Ureshino, yang terletak di Prefektur Saga, Pulau Kyushu. Kota ini memiliki lebih dari 30 hotel dan ryokan (penginapan tradisional Jepang) yang menawarkan pengalaman berendam di onsen. Awalnya populer di kalangan wisatawan domestik, Ureshino kini semakin diminati oleh wisatawan mancanegara, meningkatkan tekanan pada sumber daya airnya.

Mengutip CNN, Jumat (28/3/2025), lonjakan wisatawan menyebabkan peningkatan penggunaan air onsen di berbagai fasilitas. Wakil Wali Kota Ureshino, Hironori Hayase, mengungkapkan bahwa jumlah wisatawan telah meningkat pesat dibandingkan sebelum pandemi, yang berdampak langsung pada penggunaan air panas di ryokan dan hotel.

Berdasarkan laporan penyiar nasional Jepang NHK, rata-rata level air panas di Ureshino turun ke rekor terendah 39,6 meter (130 kaki) tahun lalu—turun 20 persen dibandingkan level 50 meter (160 kaki) empat tahun sebelumnya.

Wali Kota Ureshino, Daisuke Murakami, menegaskan bahwa meskipun sumber air masih berkelanjutan, pemerintah setempat mulai mengimbau hotel dan ryokan untuk membatasi penggunaan pemandian pribadi di kamar pada larut malam guna menjaga pasokan air.

Promosi 1

Tingginya Permintaan Onsen Privat

Salah satu faktor utama meningkatnya konsumsi air onsen adalah tingginya permintaan wisatawan asing terhadap pemandian pribadi. Di Jepang, onsen komunal mengharuskan pengunjung berendam tanpa pakaian, sebuah tradisi yang kerap membuat wisatawan asing merasa canggung. Akibatnya, banyak yang memilih kamar hotel dengan onsen pribadi, meskipun harus membayar biaya lebih mahal, bahkan hingga ratusan dolar per malam.

Sementara onsen komunal memiliki tarif masuk sekitar 453 yen atau Rp49.000, popularitas pemandian pribadi membuat hotel-hotel harus memompa lebih banyak air panas ke setiap kamar, memberikan tekanan lebih besar pada sumber daya air.

"Kami memahami bahwa Ureshino sangat bergantung pada industri pariwisata, sehingga kami harus melakukan segala upaya untuk melindunginya, termasuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan," ujar Murakami.

Jepang memiliki 27.000 sumber air panas alami, tetapi beberapa lokasi onsen lainnya juga menghadapi tekanan akibat meningkatnya jumlah wisatawan. Menurut data Japan National Tourism Organization, Jepang mencatat rekor kunjungan wisatawan asing sebanyak 36,8 juta orang tahun lalu.

Peneliti dari Chuo Onsen Research Institute, Akihiro Otsuka, menjelaskan bahwa lonjakan wisatawan setelah pandemi memicu ekspansi hotel, pembangunan fasilitas yang lebih besar, serta peningkatan jumlah pemandian pribadi di kamar.

Di Niseko, kota onsen di Pulau Hokkaido, pasokan air panas turun hingga 15 meter (49 kaki) dalam tiga tahun terakhir. Selain dampak turisme, Otsuka menambahkan bahwa infrastruktur yang menua dan pipa yang korosi turut menyebabkan kebocoran air yang tidak perlu.

Sementara itu, Ginzan Onsen di Prefektur Yamagata kini menerapkan pembatasan bagi pengunjung harian selama musim puncak untuk mengurangi dampak keramaian terhadap warga lokal.

Warisan Budaya Jepang

Onsen tidak sekadar kolam air panas biasa. Berdasarkan hukum Jepang, air panas harus berasal dari sumber alami dengan suhu minimal 25 derajat Celcius (77°F) saat muncul ke permukaan serta mengandung mineral tertentu agar dapat diklasifikasikan sebagai onsen.

Selain menawarkan manfaat kesehatan, mulai dari meredakan stres hingga memperbaiki kondisi kulit, onsen juga merupakan bagian dari warisan budaya Jepang. Namun, tanpa manajemen yang baik, meningkatnya jumlah wisatawan berisiko menguras sumber daya alam yang telah menjadi daya tarik utama Jepang selama berabad-abad.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |