Biaya Perang Rusia Vs Ukraina Selama 3 Tahun, Siapa Paling Besar Menanggung?

1 week ago 25

Liputan6.com, Moskow - Tiga tahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, berapa biaya perang? Apa saja konsekuensinya?

Laman socialeurope.eu yang dikutip Kamis (5/6/2025) menyebut dari segi ekonomi, Rusia saat ini memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar $2 triliun, sementara Italia mencapai $2,2 triliun. PDB Ukraina hanya sepersepuluh Rusia, yakni sekitar $200 miliar.

"Perang telah mengurangi PDB Ukraina sekitar 20%—jauh lebih besar daripada dampaknya pada Rusia—memperlebar kesenjangan yang sudah lama ada. Pendapatan per kapita Rusia kini dua kali lipat Ukraina. Secara riil, pendapatan per kapita Ukraina turun setengahnya setelah pembubaran Uni Soviet pada 1991, sempat pulih tetapi tetap terjebak di tiga perempat level era Soviet," kata Mario Pinta dari socialeurope.eu.

Rusia mengalami penurunan serupa pasca-1991, tetapi pendapatan per kapitanya telah berlipat ganda sejak 2000.

Korban manusia akibat perang adalah yang paling tragis. Pada Februari 2024, Presiden Volodymyr Zelenskyy menyatakan 31.000 personel militer Ukraina tewas. Hingga 31 Agustus 2024, misi pemantau HAM PBB mencatat setidaknya 11.743 kematian warga sipil dan 24.614 luka-luka di Ukraina sejak invasi dimulai.

Sementara iitu, enam juta warga Ukraina mengungsi ke luar negeri, dan sekitar empat juta lainnya mengungsi di dalam negeri. Menurut PBB, populasi Ukraina telah menyusut seperempat sejak perang dimulai.

Kehancuran Infrastruktur dan Biaya Rekonstruksi

Dalam artikelnya, Mario Pinta menyebut perang telah menyebabkan kerusakan masif. Pada Desember 2023, lembaga internasional memperkirakan kerusakan mencapai $152 miliar. Kini, PBB memprediksi biaya rekonstruksi bisa mencapai $486 miliar—sekitar dua setengah kali PDB Ukraina.

Baik ekonomi Ukraina maupun upaya perangnya telah ditopang oleh dukungan internasional. Menurut Ukraine Support Tracker dari Universitas Kiel, Kyiv telah menerima 267 miliar euro bantuan dalam tiga tahun terakhir. Separuhnya berupa senjata dan bantuan militer, 118 miliar euro bantuan keuangan, dan 19 miliar euro bantuan kemanusiaan.

Negara-negara Eropa memberikan lebih banyak daripada AS: 62 miliar euro senjata dan 70 miliar euro bantuan lain dari Eropa, sementara AS menyumbang 64 miliar euro senjata dan 50 miliar euro bantuan lainnya.

Selain bantuan langsung, Ukraina juga mendapat dukungan militer tidak langsung yang sulit diukur, seperti sistem command, control, communication, and intelligence (C3I) dari AS dan Eropa. Dukungan Barat juga mencegah eskalasi Rusia dalam penggunaan senjata.

Tuntutan Trump dan Sumber Daya Strategis Ukraina

Donald Trump menuntut Kyiv "mengganti" biaya keamanan AS dan mengincar sumber daya strategis Ukraina.

Menurut Financial Times, cadangan mineral strategis Ukraina bernilai sekitar $11,5 miliar. Namun, Trump meminta kompensasi senilai $500 miliar—tidak hanya mineral, tetapi juga minyak, gas, pelabuhan, dan infrastruktur—untuk menutupi bantuan militer AS yang mencapai $69,2 miliar sejak 2014.

Bagaimana dengan Rusia?

Perkiraan Kementerian Pertahanan AS (meski harus disikapi dengan hati-hati) menyebut operasi militer Rusia telah menghabiskan $211 miliar, atau sepersepuluh PDB-nya. Sekitar 315.000 tentara Rusia tewas atau terluka. Seperti Ukraina, Rusia menghadapi inflasi dan mengalihkan sumber daya besar untuk produksi senjata. Namun, cadangan finansial dari ekspor minyak dan gas membantu mengurangi dampak sanksi Barat. Selain itu, hubungan dagang baru—termasuk melalui business triangulation—membuat ekonomi Rusia tetap berjalan. Kenaikan harga energi akibat perang juga meningkatkan nilai ekspor Rusia.

Realitas pahit tiga tahun perang -dengan mempertimbangkan biaya ekonomi dan konsekuensi politik- menyajikan kenyataan yang pahit.

Ukraina kini menjadi negara rapuh yang bergantung pada dukungan Barat. Kesenjangan dengan Rusia semakin dalam; Moskow telah menunjukkan ketahanan ekonomi, memposisikan ulang dirinya secara internasional, dan memperkuat elit politik dan ekonomi nasionalis yang setia pada pemerintahan otoriter Vladimir Putin.

Eropa Jadi yang Paling Berat Menanggung Biaya Perang Rusia Ukraina, Mengapa?

Biaya perang justru paling berat ditanggung Eropa, yang terpinggirkan secara politik oleh AS—baik di bawah Biden maupun Trump. Eropa gagal mengajukan resolusi damai, memutus kerja sama dengan Rusia, dan menghadapi ketegangan dalam aliansinya dengan AS, terutama di era Trump. Benua itu juga dilanda inflasi, resesi, dan kemiskinan yang berdampak pada lanskap sosial-politiknya.

Di bawah dalih mendukung Ukraina, Eropa berubah menjadi kekuatan militer—meninggalkan prinsip integrasi, memicu perlombaan senjata, dan membangun kompleks industri militer yang tetap bergantung pada teknologi senjata AS.

Gedung Putih di bawah Donald Trump menggunakan perang dan kekuatan militer Amerika untuk menekan baik musuh maupun sekutu. "Nilai-nilai Barat" telah dikesampingkan karena logika perang membentuk kembali hubungan global, dengan konsekuensi yang meluas melampaui Ukraina—termasuk konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Palestina.

Tiga tahun setelah perang dimulai, logika ini harus dihentikan.

"Kesepakatan baru antara Trump dan Putin tidak akan membawa perdamaian abadi ke Ukraina. Namun, Eropa tidak dapat mengejar agenda perang dengan cara apa pun, dan tidak boleh mengejar ambisi berbahaya untuk menjadi kekuatan militer dan nuklir (yang kecil). Nostalgia akan aliansi Atlantik yang retak tidak banyak gunanya," tutur Mario Pianta.

"Masa depan Eropa sekarang bergantung pada kemampuannya untuk mengakhiri perang di Ukraina, memulai negosiasi, dan membangun tatanan perdamaian abadi di benua itu—melalui cara-cara politik, bukan eskalasi militer," pungkasnya.

Read Entire Article