Liputan6.com, Jakarta - Kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Australia terjalin semakin erat.
Dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Indonesia Sjafrie Sjamsoeddin pada Kamis (5/6/2025), Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Pertahanan Australia Richard Marles menyatakan komitmen kuat kedua negara untuk memaksimalkan potensi dari Defence Cooperation Agreement (DCA) yang telah disepakati tahun lalu.
"Yang jelas adalah bahwa ada ambisi besar di pihak Perdana Menteri kami dan di pihak Presiden Indonesia untuk melihat semua peluang yang diambil dari pembentukan perjanjian kerja sama pertahanan," ujar Marles dalam pernyataan pers kepada media di Jakarta, Kamis (5/6).
Salah satu langkah konkret dari kerja sama ini adalah rencana pelatihan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI) di fasilitas Mount Bundey, Northern Territory, Australia. Latihan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Oktober 2025 dan menandai dimulainya akses saling pakai fasilitas militer secara lebih luas antara kedua negara.
Marles juga mendorong TNI untuk memanfaatkan fasilitas pelatihan Australia secara unilateral, menunjukkan tingkat kepercayaan yang tinggi dalam hubungan bilateral.
"Perjanjian kerja sama pertahanan ini memberikan akses yang lebih lancar bagi kedua angkatan pertahanan kita untuk beroperasi dari fasilitas masing-masing. Jadi, kami benar-benar ingin memanfaatkan kesempatan itu. Atas dasar itu, kami mendorong TNI untuk secara sepihak memanfaatkan fasilitas pelatihan Australia," lanjut dia.
Pada tahun sebelumnya, kerja sama pertahanan ini telah menghasilkan latihan militer besar bernama "Keris Woomera" di Indonesia, yang melibatkan 2.000 personel militer Australia—menjadi salah satu latihan bilateral terbesar di luar negeri yang dilakukan Australia.
Militer Australia dan TNI melakukan kerja sama dengan latihan bersama Latgabma Keris Woomera 2024. Dalam operasi tersebut Australia membawa kapal perang HMAS Adelaide.
Kerja Sama Bidang Kesehatan Militer
Selain latihan militer, kerja sama juga mencakup bidang kesehatan militer. Pemerintah Australia berkomitmen mengucurkan dana sebesar 500.000 dolar untuk mendukung upaya TNI melawan malaria, termasuk melalui uji klinis obat antimalaria tahun ini.
Isu pengawasan wilayah maritim juga menjadi fokus utama.
Kedua negara sepakat untuk meningkatkan pertukaran data maritim guna memperkuat kesadaran domain maritim (maritime domain awareness). Hal ini diharapkan dapat memperkuat perlindungan terhadap wilayah perairan Indonesia, termasuk kekayaan sumber daya seperti perikanan.
"Kami berbagi lebih banyak informasi dengan TNI, yang akan sangat meningkatkan informasi dan kesadaran terkait perairan teritorial Indonesia sendiri. Dan itu, pada gilirannya, secara signifikan memberdayakan Indonesia untuk melindungi sumber daya maritimnya," kata Marles.
Kedekatan Militer RI-Australia
Marles juga menyinggung hubungan pribadi yang telah terjalin lama antara tokoh-tokoh militer kedua negara. Ia mengenang kunjungan Prabowo Subianto dan Sjafrie Sjamsoeddin ke Royal Military College Duntroon di Australia pada 1974, ketika mereka menjadi bagian dari kelompok pertama taruna Indonesia di lembaga militer tersebut.
Marles bahkan mengundang Sjafrie untuk kembali mengunjungi Duntroon, lembaga pelatihan perwira Angkatan Darat Australia, dalam waktu dekat, sebagai bagian dari diplomasi militer yang bersifat simbolis dan emosional.
Terkait proses ratifikasi DCA, Marles menyatakan bahwa Australia akan mempercepat proses tersebut meski menghadapi jadwal parlemen yang terbatas. Namun, menurutnya, semangat dan implementasi kerja sama telah berjalan aktif bahkan sebelum perjanjian diratifikasi secara formal.
"Ini merupakan perwujudan dari agenda bilateral yang sangat optimis dan ambisius yang kami miliki untuk meningkatkan kesempatan bagi para prajurit Indonesia dan Australia untuk bekerja dan berlatih bersama," tegasnya.