Liputan6.com, Jakarta Al-Quran harus bisa diakses oleh siapapun termasuk teman Tuli. Hal ini melatarbelakangi Kementerian Agama (Kemenag) untuk berupaya membumikan Al-Quran dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas termasuk disabilitas rungu.
“Membumikan Al-Quran dalam berbagai bentuk, termasuk Al-Quran Isyarat yang telah disusun oleh Kementerian Agama sangatlah penting,” seperti disampaikan Kepala Badan (Kaban) Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM) Kemenag RI, Muhammad Ali Ramdani, mengutip laman Balitbang Diklat Kemenag RI.
Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam memberikan layanan keagamaan yang inklusif bagi seluruh umat Islam, termasuk sahabat Tuli.
"Usaha pemeliharaan kesucian dan kemurnian Al-Quran merupakan kewajiban bagi umat Islam, baik secara individu maupun kolektif. Tugas berat ini juga diamanatkan kepada lembaga-lembaga yang memiliki kompetensi dalam bidang rasm, tajwid, tafsir, dan ulumul Quran," ujar Ali Ramdani di Jakarta, Senin (3/3/2025).
Di Indonesia, sambungnya, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Kementerian Agama menjadi lembaga yang berwenang dalam memastikan keakuratan dan keabsahan mushaf Al-Quran. LPMQ juga berperan dalam pengembangan Al-Quran Isyarat untuk memudahkan akses sahabat Tuli dalam membaca dan memahami kitab suci Islam.
Ustaz Abu Kahfi mendirikan Pondok Pesantren Tunarungu Darul A’Shom di Yogyakarta.
Perkembangan Mushaf Al-Quran Isyarat di Indonesia
Sejak 2020, jelas Ali, LPMQ telah melakukan kajian mendalam terkait Al-Quran Isyarat. Pada 2021, tim penyusun dibentuk untuk menyusun pedoman membaca Mushaf Al-Quran Isyarat.
Hasilnya, pada 2022, LPMQ menerbitkan Pedoman Membaca Mushaf Al-Quran Isyarat, Panduan Belajar Membaca Al-Qur'an Isyarat, dan Juz Amma Isyarat dengan metode Kitabah.
Pada 2023, LPMQ kembali menerbitkan Juz Amma Isyarat metode Tilawah serta Mushaf Al-Quran Isyarat 30 Juz model Kitabah. Sementara itu, pada 2024, Mushaf Al-Qur'an Isyarat 30 Juz model Tilawah resmi diterbitkan.
Ciptakan Layanan Keagamaan yang Inklusif
Lebih lanjut, Ali menyampaikan, berbagai upaya yang dilakukan LPMQ patut diapresiasi.
"Semua upaya ini patut kita apresiasi. Kerja keras, kerja cerdas, dan kerja bersama dalam menyusun Al-Qur'an Isyarat ini membuktikan bahwa pemerintah dan masyarakat memiliki komitmen yang sama dalam menciptakan layanan keagamaan yang lebih inklusif," terangnya.
Sebagai bagian dari sosialisasi, Kementerian Agama menyelenggarakan kegiatan Tadarus Al-Quran Isyarat (Taqi). Kegiatan ini dihadiri para alim ulama, akademisi, guru, mahasiswa, sahabat Tuli Muslim, serta para juru bahasa isyarat (JBI). Taqi bertujuan berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam membaca Al-Quran Isyarat.
Gelar Tadarus Al-Quran Isyarat
Dalam keterangan yang sama, Kepala LPMQ, Abdul Aziz Shidqi menjelaskan bahwa Taqi merupakan bagian dari program Ramadan inklusif Kementerian Agama.
"LPMQ telah menyusun Al-Quran Isyarat ini mulai dari pedomannya, panduan, hingga mushafnya dalam dua metode, yaitu metode Kitabah dan metode Tilawah. Tahun ini, mushaf tersebut sudah selesai dicetak dan siap disebarluaskan," ujarnya.
Tadarus Al-Quran Isyarat diikuti 500 peserta dari berbagai kalangan. Kegiatan ini terselenggara atas kerja sama dengan berbagai lembaga, termasuk Asosiasi Tuli Muslim Indonesia dan organisasi lainnya.
Program Ramadan Kementerian Agama, seperti Ramadan Mengaji bagi sahabat Tuli, menjadi bagian dari upaya mewujudkan layanan keagamaan yang inklusif.
"Al-Quran Isyarat ini merupakan yang pertama di Indonesia dan menjadi standar nasional dalam memberikan akses keagamaan bagi sahabat Tuli," tutup Abdul Aziz.