Liputan6.com, Jakarta Hipotiroidisme Kongenital (HK) merupakan kondisi di mana kelenjar tiroid bayi tidak memproduksi hormon tiroid yang cukup sejak lahir. Kondisi ini sangat berbahaya karena hormon tiroid sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan otak serta fisik bayi.
Bayi dengan HK seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas saat lahir, membuat deteksi dini menjadi sangat krusial. Menurut Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA), Prof. Aman Bhakti Pulungan hipotiroidisme kongenital dapat menyebabkan gangguan perkembangan mental dan fisik yang serius jika tidak terdeteksi sejak dini.
"Oleh karena itu, program skrining bayi baru lahir adalah kunci untuk penanganan yang efektif. Saat ini, Indonesia tengah mengoptimalkan program nasional Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir guna mencegah potensi beban keluarga pasien dan negara yang muncul akibat dampak dari disabilitas intelektual,” kata Aman
Aktris Indonesia, Thalita Latief, didiagnosis menderita tumor tiroid stadium 4. Itu ia ungkapkan lewat unggahan video di akun instagramnya saat Thalita akan menjalani operasi. Beruntung, operasi berjalan lancar.
Memahami Hipotiroidisme Kongenital
Hipotiroidisme Kongenital (HK) terjadi ketika kelenjar tiroid bayi, yang bertanggung jawab memproduksi hormon tiroid, tidak berfungsi sebagaimana mestinya sejak lahir. Hormon tiroid sangat vital untuk perkembangan otak dan tubuh bayi, sehingga kekurangannya berdampak serius.
Beberapa faktor dapat menyebabkan HK, termasuk kelainan perkembangan kelenjar tiroid, gangguan produksi hormon tiroid, defisiensi yodium pada ibu hamil, dan faktor genetik. Diagnosis biasanya dilakukan melalui skrining neonatal dengan mengukur kadar TSH (Thyroid Stimulating Hormone) dalam darah bayi.
Jika kadar TSH tinggi, pemeriksaan lanjutan akan dilakukan untuk memastikan diagnosis dan menentukan tingkat keparahan HK. Pengobatan utama HK adalah pemberian hormon tiroid sintetis, levothyroxine, yang harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Bahaya Hipotiroidisme Kongenital yang Tak Terdeteksi
Hipotiroidisme Kongenital (HK) yang tidak terdeteksi dan diobati sejak dini dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius bagi bayi. Keterlambatan perkembangan mental merupakan salah satu dampak paling mengkhawatirkan, yang dapat menyebabkan penurunan IQ dan kesulitan belajar.
Selain itu, HK juga dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perkembangan motorik, dan masalah jantung. Semua komplikasi ini dapat berdampak jangka panjang pada kualitas hidup anak.
"Gangguan tiroid seperti hipotiroidisme kongenital dapat memicu disabilitas intelektual jika tidak ditangani sejak dini," tegas Direktur Eksekutif International Pediatric Association (IPA), Prof. Aman Bhakti Pulungan. Oleh karena itu, deteksi dini melalui skrining sangat penting untuk mencegah komplikasi tersebut.
Ciri-Ciri Hipotiroidisme Kongenital
Pada banyak kasus (sekitar 90-95%), bayi dengan HK tidak menunjukkan gejala yang jelas saat lahir. Namun, pada kasus yang berat, beberapa gejala dapat muncul, seperti penyakit kuning (jaundice), lidah membesar (makroglosia), dan wajah bengkak (sembab).
Gejala lainnya meliputi kesulitan makan, perut membesar, otot lemah (hipotonia), kulit kering dan dingin, rambut kering dan rapuh, serta keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan. Bayi juga mungkin mengalami suara serak, konstipasi, dan ubun-ubun yang besar dan lebar.
Meskipun sebagian besar bayi dengan HK tidak menunjukkan gejala yang jelas, penting untuk tetap melakukan skrining neonatal karena deteksi dini sangat penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang. Perkembangan terlambat, kesulitan berbicara, dan IQ rendah di usia dewasa merupakan beberapa ciri pada pasien yang tidak terdeteksi sejak dini.
Pencegahan Hipotiroidisme Kongenital
Pencegahan HK dimulai dari memastikan asupan yodium yang cukup selama kehamilan. Ibu hamil disarankan untuk mengonsumsi garam beryodium dan makanan kaya yodium untuk mendukung produksi hormon tiroid pada bayi.
Selain itu, skrining neonatal merupakan langkah penting untuk mendeteksi HK secara dini. Skrining ini biasanya dilakukan beberapa hari setelah kelahiran bayi dan melibatkan pengukuran kadar TSH dalam darah.
"Hingga September 2024, sebanyak 1,7 juta bayi baru lahir telah menjalani skrining hipotiroid kongenital," ungkap Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Program skrining nasional ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mencegah HK dan dampaknya.