Liputan6.com, Jakarta Dunia pendidikan bagi penyandang disabilitas di Indonesia masih perlu banyak dibenahi terutama dalam jenjang perguruan tinggi.
“Ketika kita bicara tentang pendidikan inklusif di perguruan tinggi, di Indonesia ini masih sangat jauh ya. Karena dari data statistik tahun 2018 menyebutkan bahwa hanya 2,8 persen dari 22 juta penyandang disabilitas di Indonesia yang menyelesaikan pendidikan tinggi,” kata dosen penyandang disabilitas di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Wuri Handayani, dalam temu media bersama British Council di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Minimnya angka penyandang disabilitas yang berhasil mencapai pendidikan tinggi memicu terjadinya lingkaran kemiskinan, tambah Wuri.
“Kalau saya menyebutnya sebagai lingkaran kemiskinan. Biasanya penyandang disabilitas itu akan terhambat dari lingkungan, dari infrastruktur sehingga dia tidak bisa mengenyam pendidikan dengan baik.”
Ketika infrastruktur pendidikan tidak bisa berjalan dengan baik, maka penyandang disabilitas tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.
“Ketika dia tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, maka dia masih dalam kondisi di mana dia selalu harus di-support dan kondisi ini masuk ke dalam lingkaran kemiskinan yang menurut saya ini harus diatasi dengan pendidikan yang memadai,” jelas perempuan pengguna kursi roda itu.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa di bidang pendidikan. Jasanya untuk mendidik kerap kali disepelekan meski nyatanya sulit dalam prosesnya, seperti baru-baru ini viral aksi guru di sebuah SLB. Ia dengan sabar mengajarkan bahasa Inggris pada siswa...
Pendidikan Inklusif Harus Dimulai dari Tingkat Dasar
Wuri pun menerangkan, pendidikan inklusif harus dimulai dari tingkat paling dasar. Artinya mulai dari sekolah dasar, menengah, sampai ke perguruan tinggi.
“Kita tidak bisa memulai langsung di perguruan tinggi tanpa harus menyiapkan di level-level yang dasar. Sehingga, 2,8 persen ini cukup bisa dipahami karena inklusivitas di level bawah masih sangat rendah,” ucap Wuri.
“Jadi ini yang menurut saya perlu ditingkatkan, bagaimana memperluas akses pendidikan bagi adik-adik, anak-anak disabilitas di Indonesia, karena data UNESCO pernah menyebutkan bahwa hanya dua dari 10 anak disabilitas yang pernah mengenyam pendidikan sekolah dasar.”
Maka dari itu, sambungnya, pekerjaan rumah atau PR pemerintah masih banyak terutama untuk memperluas akses pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Pendidikan Tinggi Bantu Penyandang Disabilitas Advokasi Diri
Isu pendidikan inklusif bagi penyandang disabilitas sempat dibahas pula oleh Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Menurut Ketua KND RI, Dante Rigmalia, pendidikan tinggi penting bagi penyandang disabilitas agar mereka mampu mengadvokasi diri sendiri dan kelompok.
“Kalau penyandang disabilitas pendidikannya hanya SD atau SMP, mereka bahkan tidak akan bisa mengadvokasi untuk dirinya sendiri, tetapi ketika mereka pendidikannya tinggi mereka akan bisa menyuarakan kepentingan diri juga kepentingan kelompok,” ujar Dante dalam seminar bertajuk “Inklusivitas di Pendidikan Tinggi” di Rektorat Universitas Padjadjaran (Unpad) Kampus Jatinangor, Kamis, 5 September 2024.
Perempuan yang juga menyandang kesulitan mendengar atau Hard of Hearing (HoH) itu menambahkan, pendidikan berkorelasi dengan kemandirian dan kesejahteraan pekerjaan.
Bantu Mahasiswa Difabel dengan Unit Layanan Disabilitas
Lebih lanjut, Dante menyampaikan, pada tingkat pendidikan tinggi penyelenggara pendidikan wajib memfasilitasi pembentukan Unit Layanan Disabilitas (ULD) untuk membantu mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas.
Tujuan dibentuknya ULD adalah:
- Memberikan kesamaan kesempatan dalam memperoleh layanan pendidikan;
- memberikan akses dan layanan pendidikan yang bermutu;j
- mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang saling menghargai.
“Ketika kita bicara inklusif itu bukan memasukkan penyandang disabilitas, kemudian tidak memberikan dukungan dan tidak melatih seluruh masyarakat yang ada di ekosistem itu. Kalau penyandang disabilitas hanya diterima, tetapi tidak ada dukungan dari banyak pihak maka dia akan terdiskriminasi dan tidak akan bisa berkembang,” jelas Dante.