Liputan6.com, Jakarta Inklusi disabilitas adalah isu lintas sektor yang memerlukan perhatian komprehensif. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum.
"Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui serangkaian kebijakan inklusif yang melibatkan berbagai sektor," ujar Deputi yang akrab disapa Lisa dalam Rapat Koordinasi Monitoring dan Sinkronisasi Capaian Program RKP 2025 dan RENJA K/L Bidang Penyandang Disabilitas yang diselenggarakan secara daring, pada Kamis (13/3/2025).
Lisa memaparkan, berdasarkan data Registrasi Sosial Ekonomi (REGSOSEK) 2023, terdapat 4,3 juta penyandang disabilitas sedang hingga berat di Indonesia. Dengan mayoritas berada pada kelompok usia dewasa dan lanjut usia.
Ia menyampaikan, penyandang disabilitas dan keluarganya masih menghadapi keterbatasan akses terhadap layanan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan.
Salah satu tantangan utama dalam sektor pendidikan adalah rendahnya tingkat partisipasi penyandang disabilitas. Data Susenas Maret 2024 menunjukkan bahwa 17,2 persen penyandang disabilitas berusia 15 tahun ke atas tidak pernah bersekolah, dan hanya 4,24 persen yang berhasil mencapai pendidikan tinggi.
Dari sisi kesehatan, Lisa menerangkan, penyandang disabilitas cenderung memiliki akses yang lebih rendah terhadap jaminan kesehatan, baik dari pemerintah maupun swasta.
“Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong penguatan layanan kesehatan yang ramah disabilitas,” ucapnya mengutip laman Kemenko PMK, Senin (17/3/2025).
Penyandang disabilitas memiliki hak kesempatan dan kesetaraan untuk mendapatkan pekerjaan di sektor formal. Hal ini tercantum dalam UU no 8 tahun 2016. Salah satu perusahaan di bidang layanan BPO di wilayah Bandung, Jawa Barat sudah ada 14 orang kary...
Pentingnya Koordinasi Lintas Kementerian untuk Berpihak pada Difabel
Lisa menambahkan, pemerintah telah menetapkan berbagai instrumen hukum untuk memastikan hak penyandang disabilitas tetap terlindungi.
Beberapa di antaranya adalah UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan PP Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.
Selain itu, terdapat Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029 juga menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian dalam memastikan keberpihakan terhadap penyandang disabilitas.
Peningkatan Mobilitas Penyandang Disabilitas
Sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, Kemenko PMK diamanatkan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan Prioritas Nasional IV, dengan fokus pada peningkatan mobilitas penyandang disabilitas.
Targetnya adalah meningkatkan mobilitas dari 68,42 persen pada 2023 menjadi 69 persen pada 2025, dan mencapai 71 persen pada 2029.
Deputi Lisa juga menyoroti pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan kebijakan inklusif. Pendekatan ini mencakup penyelarasan anggaran, integrasi program, serta peningkatan partisipasi penyandang disabilitas dalam proses perencanaan pembangunan.
"Kita perlu mendorong kemitraan dengan pemerintah daerah untuk memastikan kebijakan yang diterapkan sesuai dengan konteks lokal dan kebutuhan nyata penyandang disabilitas," tuturnya.
Susun Indeks Inklusivitas Penyandang Disabilitas
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025, program peningkatan kesetaraan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas akan difokuskan pada berbagai aspek. Termasuk peningkatan akses terhadap pekerjaan, penguatan kapasitas penyandang disabilitas melalui pelatihan keterampilan, serta penyediaan infrastruktur yang ramah disabilitas.
"Kolaborasi antar-kementerian harus terus diperkuat untuk memastikan bahwa alokasi dana dan program-program yang ada dapat saling melengkapi," kata Lisa.
Sebagai langkah konkret, pemerintah juga tengah menyusun Indeks Inklusivitas Penyandang Disabilitas sebagai alat ukur dalam mengevaluasi efektivitas kebijakan yang telah diterapkan. Indeks ini akan memastikan bahwa setiap kebijakan didasarkan pada data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga intervensi yang dilakukan lebih tepat sasaran.
Deputi Lisa menutup paparannya dengan menegaskan bahwa inklusi penyandang disabilitas harus menjadi bagian integral dari pembangunan nasional.
"Kita tidak bisa membangun bangsa ini dengan meninggalkan kelompok rentan. Oleh karena itu, kebijakan yang inklusif dan berkelanjutan harus terus diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara," tutup Lisa.