Kata Mensos soal Kasus Penyandang Disabilitas di NTB yang Jadi Tersangka Kasus Pelecehan Seksual

2 weeks ago 30

Liputan6.com, Jakarta Belakangan viral di media sosial soal penyandang disabilitas daksa di Nusa Tenggara Barat (NTB) diduga melakukan pelecehan seksual pada beberapa korban termasuk yang masih di bawah umur.

Pria berinisial IWAS kini ditetapkan sebagai tersangka. Terkait kasus ini, Tim Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah mendatangi Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) guna mengecek penanganan kasus pelecehan seksual tersebut.

IWAS adalah pria dengan disabilitas fisik tanpa lengan yang sempat membela diri dengan mengemukakan soal kondisinya. Pemuda 22 tahun itu sempat pula meminta keadilan pada Presiden Prabowo Subianto lantaran dijadikan tersangka kasus rudapaksa. Sementara, kondisinya yang tanpa tangan bahkan membuat dirinya kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Kasus ini mendapat tanggapan dari Menteri Sosial Republik Indonesia (Mensos RI) Saifullah Yusuf.

“Kita serahkan ke polisi ya," kata pria yang akrab disapa Gus Ipul itu.

"Jadi kita mesti bersabar, kita juga ndak boleh ambil kesimpulan sendiri-sendiri. Kita ikuti proses hukum, saya percaya polisi akan bekerja secara profesional,” katanya usai perayaan Hari Disabilitas Internasional di Jakarta, Selasa (3/12/2024).

Dia menambahkan, pihaknya akan melakukan kunjungan bagi para korban didampingi Komisi Nasional Disabilitas (KND).

“Belum saya cek (kondisi korban), tapi kita akan coba, tapi sekali lagi supaya tidak ada spekulasi kita serahkan saja ke proses hukum, kita percayakan kepada polisi. Nanti di waktu dekat Pak Dirjen dengan Komisi Nasional Disabilitas akan berkunjung ke sana untuk bertemu dengan korban, kita lihat dulu nanti waktunya ya,” ucap Gus Ipul.

Bertepatan pada Hari Disabilitas Internasional, Liputan6.com meluncurkan Sisi Terang, program baru berupa video dokumenter yang mengangkat beragam tema.

Kata Polda NTB Soal Kasus IWAS

Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat membenarkan pihaknya kedatangan tim dari Bareskrim Polri untuk melihat penanganan kasus tersebut.

"Iya, benar. Kami kedatangan tamu dari Bareskrim Polri. Kami menerima baik dan kami jelaskan fakta kegiatan yang sudah kami lakukan," kata Syarif di Mataram, Selasa (3/12) mengutip Regional Liputan6.com.

Dia mengatakan pihaknya menjelaskan proses penanganan kasus itu kepada Tim Bareskrim Polri mulai dari tahap penyelidikan hingga penyidikan yang sudah menetapkan IWAS sebagai tersangka dan berkas kini telah masuk ke proses pelimpahan ke jaksa peneliti.

"Penanganan yang kami lakukan apakah sudah sesuai aturan dan sudah dilaksanakan? Apa saja langkah-langkahnya? Itu yang jadi poin pertanyaan tim Bareskrim datang," ujarnya.

Libatkan Komite Disabilitas Daerah

Lebih lanjut, Syarif menyampaikan bahwa dalam penanganan kasus ini pihaknya terbuka kepada publik maupun lembaga pengawas kinerja penegak hukum internal dan eksternal.

Bahkan, pada proses penyelidikan pihak kepolisian menjalin koordinasi dan meminta pendampingan dari komite disabilitas daerah (KDD), mengingat terduga pelaku dalam kasus ini seorang penyandang disabilitas.

Ia memastikan bahwa pihaknya mendukung adanya pengawasan ini dengan melihat hal tersebut sebagai bentuk transparansi penanganan hukum yang sudah berjalan sesuai prosedur.

"Jadi, kami di sini enggak mencari-cari, karena ini memang ada laporan, yang dilaporkan korban dan perempuan yang menjadi korban ini dilindungi secara haknya, itu ada diatur dalam undang-undang juga," ucap dia.

Begitu juga komentar warga di media sosial tentang penanganan kasus ini yang pada akhirnya menjadi viral usai mengetahui seorang penyandang disabilitas tanpa dua lengan bisa menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual.

Syarif melihat komentar tersebut sebagai bahan koreksi kinerja pihak kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus IWAS yang terkesan baru terjadi di Indonesia.

"Kami melihat itu (komentar) sebagai koreksi bagi kami, sebagai masukan dan semangat bagi kami," katanya.

Menurut dia, pihak kepolisian harus menarik pembelajaran dari kasus ini dengan memberikan informasi penanganan yang lebih mudah dipahami publik.

Modus Komunikasi Verbal

IWAS yang kini tercatat sedang menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Mataram menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan seksual berdasarkan hasil gelar perkara yang telah menemukan sedikitnya dua alat bukti.

Alat bukti tersebut didapatkan dari hasil pemeriksaan dua korban, saksi, hasil visum korban, dan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Penyidik dalam berkas menyatakan tersangka IWAS sebagai penyandang disabilitas daksa telah melakukan perbuatan pidana asusila dengan modus komunikasi verbal yang mampu memengaruhi sikap dan psikologi korban.

Sehingga dalam berkas, penyidik menerapkan sangkaan Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sementara itu, Penyidik Polda NTB memperpanjang masa penahanan IWAS.

"Jadi, tersangka IWAS ini berstatus tahanan rumah, habis hari ini, nanti kami perpanjang," kata Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTB Kombes Pol. Syarif Hidayat di Mataram, Selasa.

Dengan menyampaikan hal tersebut, penyidik akan memperpanjang penahanan tersangka IWAS yang berstatus tahanan rumah untuk jangka waktu 40 hari ke depan.

Perkembangan Penanganan Kasus IWAS

Perihal perkembangan penanganan kasus, Syarif menyampaikan bahwa pihaknya masih menunggu hasil penelitian berkas oleh jaksa. Apabila berkas telah dinyatakan lengkap, dia memastikan penyidikan akan segera berlanjut dengan melimpahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum.

Dia meyakinkan bahwa kasus IWAS yang kini masuk dalam penelitian berkas oleh jaksa tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan korban yang berstatus mahasiswi. Dalam kasus tersebut, Syarif menyebutkan ada dua korban yang sudah memberikan keterangan dan menjadi kelengkapan berkas.

Selain itu, ada alat bukti lain berupa hasil visum korban, saksi dari rekan korban dan tersangka maupun pemilik sebuah penginapan. Alat bukti juga dikuatkan dengan keterangan ahli psikologi dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI).

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |