Liputan6.com, Kairo - Iran mengatakan pada Senin (2/6/2025), tidak akan menerima kesepakatan nuklir yang membuat mereka kehilangan apa yang mereka sebut sebagai "aktivitas damai", yang merujuk pada pengayaan uranium.
Pengayaan uranium telah tetap menjadi poin utama perdebatan antara Iran-Amerika Serikat (AS) dalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan nuklir yang telah berlangsung sejak April. Iran membela apa yang mereka sebut sebagai program nuklir sipil, sementara pihak AS menyebutnya sebagai "garis merah".
"Jika tujuannya adalah untuk membuat Iran kehilangan aktivitas damainya maka tentu tidak akan ada kesepakatan yang tercapai," ujar Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi di Kairo, di mana dia bertemu dengan Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi, seperti dilansir CNA.
Araghchi menegaskan bahwa Iran "tidak memiliki apa pun untuk disembunyikan" terkait program nuklirnya.
"Iran memiliki program nuklir yang damai ... Kami siap memberikan jaminan ini kepada pihak atau entitas mana pun," tegas Menlu Araghchi.
IAEA Tuntut Transparansi Iran
Pernyataan Menlu Araghchi disampaikan setelah Grossi pada Senin menyerukan lebih banyak transparansi dari Iran, menyusul laporan bocor yang menunjukkan bahwa Iran telah meningkatkan produksi uranium yang diperkaya.
Laporan IAEA menunjukkan bahwa Iran telah meningkatkan produksi uranium yang diperkaya hingga 60 persen, yang berarti mendekati sekitar 90 persen yang diperlukan untuk membuat senjata nuklir.
"Ada kebutuhan untuk transparansi yang lebih besar — ini sangat, sangat jelas — di Iran, dan tidak ada yang akan membawa kita kepada kepercayaan ini selain penjelasan penuh atas sejumlah aktivitas," kata Grossi menjelang pertemuannya dengan Araghchi.
Grossi menambahkan bahwa beberapa temuan dalam laporan itu "mungkin tidak menyenangkan bagi sebagian pihak dan kami ... sudah terbiasa menerima kritik".
Iran telah menolak laporan tersebut dan memperingatkan bahwa mereka akan melakukan pembalasan jika kekuatan Eropa yang mengancam akan memberlakukan kembali sanksi nuklir "memanfaatkan" laporan itu.
"Beberapa negara sedang mencoba menyalahgunakan lembaga ini untuk membuka jalan menuju eskalasi dengan Iran. Saya berharap lembaga ini tidak jatuh ke dalam jebakan ini," sebut Araghchi merujuk pada IAEA.
Sementara itu, Iran terus mendorong AS mencabut sanksi yang telah melumpuhkan ekonominya sebagai syarat untuk mencapai kesepakatan nuklir dengan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Pada Senin, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baqaei mengatakan dalam konferensi pers, "Kami ingin ada jaminan bahwa sanksi benar-benar dicabut."
"Sejauh ini, pihak AS belum bersedia memberikan kejelasan soal ini."
Namun, utusan AS dalam pembicaraan nuklir bulan lalu menegaskan bahwa pemerintahan Trump akan menentang segala bentuk pengayaan uranium oleh Iran.
"Program pengayaan tidak akan pernah ada lagi di wilayah Iran. Itu garis merah kami. Tidak ada pengayaan," kata Steve Witkoff kepada Breitbart News.