Korea Selatan Gelar Pemilu Presiden Usai 6 Bulan Alami Gejolak Politik

2 days ago 18

Liputan6.com, Seoul - Setelah kurang lebih enam bulan dilanda krisis politik, ketidakpastian, dan perpecahan, rakyat Korea Selatan akhirnya memberikan suara pada Selasa (3/6/2025) untuk memilih presiden baru.

Pemilu ini digelar untuk menentukan pengganti Presiden Yoon Suk Yeol, sosok kontroversial yang sempat mengumumkan darurat militer pada Desember tahun lalu, sebelum akhirnya dimakzulkan, dikutip dari CNN, Selasa (3/6).

Pemilihan ini menjadi sangat penting bagi Korea Selatan, negara demokrasi yang juga merupakan sekutu utama Amerika Serikat dan pusat kekuatan ekonomi serta budaya di Asia.

Selama berbulan-bulan, Negeri Ginseng ini diguncang oleh kekosongan kepemimpinan, proses pemakzulan Yoon, dan investigasi menyeluruh terhadap langkah-langkah darurat yang diambilnya.

Di tengah ketegangan politik itu, kondisi ekonomi Korea Selatan juga tidak menggembirakan. Perang dagang yang dipicu Presiden AS Donald Trump dan bayang-bayang resesi global menambah beban negeri ini. Dua kandidat utama kini bersaing ketat, masing-masing menjanjikan masa depan yang lebih stabil dan reformasi menyeluruh.

Pemungutan Suara Dimulai

Tempat pemungutan suara resmi dibuka sejak Selasa pagi, dan hasil akhir kemungkinan akan diketahui paling cepat malam harinya atau Rabu pagi. Antusiasme warga terlihat tinggi, banyak yang menganggap pemilu ini sebagai momen krusial.

"Negara ini sedang terluka. Perasaannya begitu campur aduk, jadi saya datang pagi-pagi untuk memberikan suara demi perubahan," ujar Jung Han-byeol, seorang warga di Seoul.

Pemilih lain, Kim Dong-wan, mengaku sangat emosional.

"Sejak Desember hati saya berat. Saya memilih bukan untuk politik, tapi untuk menyelamatkan negara ini."

Jutaan warga Korea Selatan memberikan suara dalam pemilu kilat pada Selasa (30/5), menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol yang kini menghadapi sidang pemberontakan usai memberlakukan darurat militer pada Desember lalu.

Lee Jae-myung, Kandidat Oposisi yang Kembali Bangkit

Kandidat terdepan adalah Lee Jae-myung (60), politisi liberal dari Partai Demokrat. Latar belakangnya menyentuh: dulunya pekerja pabrik dari keluarga miskin, kemudian menjadi pengacara hak asasi manusia, lalu masuk dunia politik. Ia pernah menjadi wali kota, gubernur, dan terakhir anggota parlemen setelah kalah tipis dari Yoon pada pemilu presiden 2022.

Nama Lee kembali mencuat setelah ia selamat dari percobaan pembunuhan pada Januari 2024, saat ditikam di leher dalam sebuah acara publik. Namun, momen paling dramatis terjadi pada malam 3 Desember 2024, saat Yoon mengumumkan darurat militer dan mengirim pasukan ke gedung parlemen. Lee adalah salah satu dari sedikit anggota parlemen yang langsung menuju lokasi dan mendesak tentara untuk mencabut status darurat. Aksinya melompati pagar gedung parlemen sambil melakukan siaran langsung menjadi viral dan ditonton puluhan juta kali.

Dalam kampanyenya, Lee menjanjikan reformasi konstitusi, termasuk usulan masa jabatan presiden dua kali empat tahun menggantikan sistem saat ini yang hanya satu kali lima tahun. Ia juga berkomitmen menurunkan ketegangan dengan Korea Utara tanpa mengabaikan tujuan denuklirisasi, serta mendukung pengembangan usaha kecil dan industri kecerdasan buatan (AI).

Namun, Lee tidak lepas dari kontroversi. Ia menghadapi beberapa kasus hukum, termasuk tuduhan suap dan skandal pengembangan properti. Ia juga sempat dinyatakan bersalah melanggar undang-undang pemilu dan kini tengah mengajukan banding. Kepada CNN, Lee menegaskan semua tuduhan terhadapnya tidak berdasar dan bermotif politik.

Kim Moon-soo, Penantang Konservatif

Pesaing utama Lee adalah Kim Moon-soo (73), dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berhaluan konservatif. Kim dikenal sebagai mantan menteri tenaga kerja dan aktivis buruh yang pernah dikeluarkan dari kampus dan dipenjara karena aksi protesnya. Meski berasal dari gerakan anti-kemapanan, ia kemudian beralih ke partai konservatif dan berhasil mencalonkan diri setelah drama internal di tubuh PPP.

Awalnya, partai mencalonkannya, lalu mencoretnya, dan sempat memilih mantan Perdana Menteri Han Duck-soo. Namun setelah Kim menggugat secara hukum, ia kembali ditetapkan sebagai kandidat resmi.

Kim menjanjikan persatuan nasional dan pembentukan pemerintahan koalisi besar untuk menyaingi Lee. Ia juga mendorong reformasi sistem politik, peradilan, dan pemilu guna mengembalikan kepercayaan publik. Program ekonominya berfokus pada pemotongan pajak, pelonggaran regulasi bisnis, serta promosi energi nuklir dan teknologi masa depan.

Kandidat Lain

Selain Lee dan Kim, terdapat pula beberapa kandidat independen dan dari partai kecil, termasuk mantan Menteri Pertahanan Lee Jun-seok. Namun peluang mereka untuk menang dianggap kecil dalam pemilu yang sangat terpolarisasi ini.

Read Entire Article