Liputan6.com, Jakarta Tuberkulosis atau TBC, penyakit menular yang disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis, menjadi ancaman serius bagi anak-anak Indonesia. Penyakit ini terutama menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang organ vital lainnya seperti otak dan tulang belakang, berpotensi menyebabkan disabilitas permanen.
Penularan TBC terjadi melalui udara saat penderita batuk, bersin, atau berbicara, menyebarkan bakteri ke lingkungan sekitar. Anak-anak, khususnya di bawah usia lima tahun, sangat rentan karena sistem imun mereka belum berkembang sempurna.
Dokter spesialis anak, Muhammad Fahrul Udin dari IDAI, menekankan pentingnya pengobatan segera jika anak terjangkit TBC. "Setelah kena TBC, anak harus segera diobati jangan sampai sudah kena TBC otak atau meningitis karena itu beda sekali bisa kejang dan bahkan disabilitas," ujarnya dalam Kelas Orangtua Hebat (Kerabat) seri 9 bersama BKKBN.
Penyebab dan Penyebaran TBC
TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui udara. Ketika seseorang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, bakteri tersebut terlepas dan dapat dihirup oleh orang lain.
Anak-anak di bawah usia 5 tahun memiliki risiko lebih tinggi terkena TBC karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang. Faktor risiko lainnya termasuk kontak dengan penderita TBC aktif, HIV/AIDS, diabetes, malnutrisi, dan merokok. “Anak-anak adalah yang sangat rentan karena sistem imun mereka belum berkembang sempurna, inilah pentingnya pengetahuan bagi orangtua untuk lebih sadar gejala dan cara pencegahan terkait TB,” jelasnya.
Rumah dengan ventilasi buruk meningkatkan risiko penularan karena bakteri TBC dapat bertahan lama di udara. Oleh karena itu, penting untuk memastikan sirkulasi udara yang baik di rumah dan paparan sinar matahari yang cukup.
“Sebaiknya rumah terpapar sinar matahari karena kuman dapat mati terkena sinar matahari.”
TBC Menyebabkan Disabilitas pada Anak
TBC yang tidak segera diobati dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama pada anak-anak. Salah satu komplikasi yang paling berbahaya adalah TBC otak atau meningitis, yang dapat menyebabkan kejang dan disabilitas permanen.
Menurut data Kemenkes, ada 100.726 anak di Indonesia yang terjangkit TBC pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan dan pengobatan dini TBC pada anak.
Gejala TBC pada anak meliputi batuk berkepanjangan (lebih dari 2 minggu), demam, penurunan berat badan, keringat malam hari, dan kurang aktif. Jika anak menunjukkan gejala-gejala ini, segera bawa ke fasilitas kesehatan untuk pemeriksaan.
“Segera periksa ke faskes terdekat seperti puskesmas, dokter anak, dokter spesialis paru anak, lakukan pemeriksaan laboratorium dan ikuti petunjuk dokter,” saran Fahrul.
Pengobatan TBC pada Anak
Pengobatan TBC melibatkan minum antibiotik selama beberapa bulan, terbagi dalam dua tahap. Pada tahap intensif, penderita harus minum obat setiap hari selama 2 bulan. Sementara di tahap lanjutan, penderita selama 6 bulan atau lebih, minum obat 3 kali seminggu.
Penting untuk menyelesaikan pengobatan sesuai anjuran dokter agar bakteri TBC benar-benar mati dan mencegah resistensi obat. Selama pengobatan, anak perlu istirahat cukup, nutrisi seimbang, dan dukungan dari keluarga.
Selain pengobatan, isolasi penderita TBC aktif penting untuk mencegah penularan. Jaga kebersihan lingkungan dan pastikan sirkulasi udara yang baik di rumah.
Pencegahan TBC pada Anak
Penting untuk selalu waspada terhadap gejala TBC dan segera melakukan pemeriksaan jika anak menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Deteksi dan pengobatan dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius dan disabilitas.
Pencegahan TBC dapat dilakukan melalui beberapa cara, antara lain:
- Vaksinasi BCG untuk bayi.
- Menjaga kebersihan dan mencuci tangan.
- Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin.
- Memastikan ruangan memiliki sirkulasi udara yang baik.
- Gaya hidup sehat (olahraga, istirahat cukup, hindari merokok dan alkohol).
- Pemberian obat pencegahan TBC (TPT) untuk anak di bawah 5 tahun yang berisiko tinggi.