Di Bawah India dan Brasil, Indonesia Terus Berjuang Lenyapkan Kusta

2 days ago 9

Liputan6.com, Jakarta Kusta, penyakit infeksi kronis akibat bakteri Mycobacterium leprae, masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Penyakit ini terutama menyerang saraf tepi, kulit, dan mukosa saluran pernapasan atas. Meskipun penularannya tidak semudah yang dibayangkan, kontak erat dan lama dengan penderita kusta yang belum diobati tetap menjadi risiko.

Gejala awal kusta seringkali samar dan berkembang perlahan, bahkan bisa bertahun-tahun sebelum terlihat. Berbagai gejala seperti bercak kulit mati rasa, ruam kemerahan, dan pembengkakan di wajah dapat menjadi tanda awal kusta. Jika tidak ditangani, kerusakan saraf dapat menyebabkan hilangnya fungsi pada tangan, kaki, dan mata, yang berujung pada disabilitas. 

Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi kusta pada 2030. Strategi yang diterapkan meliputi deteksi dini, pengobatan massal, dan edukasi masyarakat. Namun, tantangan masih ada, seperti stigma sosial dan keterlambatan diagnosis yang menghambat upaya ini. 

Prevalensi Kusta di Indonesia

Meskipun prevalensi kusta di Indonesia terus menurun sejak 1981, Indonesia masih menempati peringkat tiga dunia setelah India dan Brasil. Dalam temu media yang digelar secara daring, Direktur Penyakit Menular Kemenkes, dr. Ina Agustina mengungkapkan pada 2023 Indonesia masih menduduki peringkat tiga dunia dalam jumlah kasus baru kusta, dengan total 12.798 kasus baru. Beberapa provinsi dengan angka kasus tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, dan Papua. 

Target eliminasi kusta total, dengan visi 'Zero New Cases, Zero Disabilities, dan Zero Stigma,' masih menjadi fokus utama. Tantangan terbesar bukan hanya pengobatan, tetapi juga perubahan paradigma sosial untuk menghilangkan stigma terhadap penderita kusta.

"Banyak pasien yang sudah sembuh masih mengalami diskriminasi sosial, sehingga mereka enggan mencari pengobatan sejak dini," ujar Prof. Linuwih dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan holistik yang melibatkan aspek medis dan sosial.

Penyebab Kusta dan Cara Penularannya

Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penularan terjadi melalui kontak erat dan lama dengan penderita yang belum diobati, terutama lewat percikan droplet saat batuk atau bersin. Kontak kulit ke kulit dengan luka penderita juga dapat menularkan bakteri.

Namun, perlu ditekankan bahwa kusta bukan penyakit yang mudah menular. Penularan tidak terjadi melalui sentuhan biasa. Waktu inkubasi bervariasi, dari beberapa minggu hingga bertahun-tahun. Ibu hamil dengan kusta tidak menularkan penyakit ini ke janinnya, dan kusta juga tidak menular melalui kontak seksual.

Memahami cara penularan kusta yang sebenarnya sangat penting untuk menghilangkan stigma negatif yang melekat pada penyakit ini. Edukasi masyarakat mengenai hal ini menjadi kunci dalam upaya pencegahan dan eliminasi kusta.

Upaya Menuju Bebas Kusta di Indonesia

Indonesia gencar mengakselerasi upaya eliminasi kusta sebagai bagian dari program Penyakit Tropis Terabaikan (NTDs). Strategi yang dijalankan meliputi deteksi dini, pengobatan massal, dan kolaborasi lintas sektor.

Kemenkes RI terus mengembangkan program pengendalian, pencegahan, dan edukasi di wilayah endemis. Deteksi dini dan pengobatan cepat dengan Multi-Drug Therapy (MDT) menjadi kunci keberhasilan.

Lima strategi utama diterapkan untuk mencapai target eliminasi kusta pada 2030: 

  • Deteksi dini dan pengobatan cepat dengan MDT
  • Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)
  • Surveilans aktif
  • Edukasi dan promosi kesehatan
  • Kolaborasi lintas sektor

Pengobatan Kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT)

Pengobatan utama kusta adalah Multi Drug Therapy (MDT), kombinasi beberapa antibiotik yang diminum selama 1-2 tahun. Jenis, dosis, dan durasi pengobatan disesuaikan dengan jenis kusta (Pausibasiler atau Multibasiler).

Antibiotik yang umum digunakan meliputi rifampisin, dapson, dan clofazimine. Pengobatan dini sangat penting untuk mencegah kecacatan permanen. Setelah pengobatan antibiotik, operasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan saraf atau kecacatan fisik.

Penting untuk diingat bahwa kusta adalah penyakit yang dapat disembuhkan sepenuhnya dengan pengobatan yang tepat dan tuntas. Kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan sesuai anjuran dokter sangat krusial untuk kesembuhan.

Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah

Pencegahan kusta melibatkan beberapa langkah penting, termasuk menghindari kontak dekat dan lama dengan penderita yang belum diobati, mencuci tangan secara teratur, dan menggunakan masker saat berinteraksi dengan penderita (terutama saat mereka batuk atau bersin).

Deteksi dini dan pengobatan segera jika mengalami gejala juga sangat penting. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran dan mengurangi stigma terkait kusta.

Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, serta komitmen untuk menghilangkan stigma, Indonesia dapat mencapai target eliminasi kusta pada 2030 dan mewujudkan visi 'Zero New Cases, Zero Disabilities, dan Zero Stigma'.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |