Rudal Iran Hantam Institut Sains Kebanggaan Israel

1 week ago 16

Liputan6.com, Tel Aviv - Selama bertahun-tahun, Israel telah menargetkan para ilmuwan nuklir Iran, dengan harapan dapat menghambat kemajuan program nuklir negara itu melalui penargetan otak di balik proyek tersebut.

Kini, ketika Iran dan Israel terlibat dalam konflik langsung yang tak berkesudahan, para ilmuwan di Israel justru menjadi sasaran. Sebuah rudal Iran menghantam institut riset terkemuka yang dikenal atas karyanya di bidang ilmu hayati dan fisika, di antara bidang-bidang lainnya.

Meskipun tidak ada korban jiwa dalam serangan terhadap Institut Sains Weizmann pada Minggu (15/6/2025) dini hari, serangan itu menyebabkan kerusakan parah pada beberapa laboratorium di kampus, memusnahkan riset ilmiah selama bertahun-tahun, dan mengirimkan pesan mengerikan kepada para ilmuwan Israel bahwa mereka dan keahlian mereka kini menjadi target dalam konflik yang terus memanas dengan Iran.

"Ini adalah kemenangan moral bagi Iran," kata Oren Schuldiner, seorang profesor di Departemen Biologi Sel Molekuler dan Departemen Neurosains Molekuler, yang laboratoriumnya hancur dalam serangan tersebut, seperti dilansir AP. "Mereka berhasil melukai permata mahkota dunia sains di Israel."

Saling Menargetkan Ilmuwan

Selama bertahun-tahun perang bayangan yang mendahului konflik terbuka saat ini, Israel berulang kali menargetkan ilmuwan nuklir Iran dengan tujuan menghambat program nuklirnya.

Israel melanjutkan taktik itu dengan serangan awalnya terhadap Iran beberapa hari lalu, yang menewaskan beberapa ilmuwan nuklir, para jenderal tinggi, serta menghantam fasilitas nuklir dan infrastruktur rudal balistik.

Sementara itu, Iran sendiri juga pernah dituduh menargetkan setidaknya satu ilmuwan Weizmann. Tahun lalu, otoritas Israel mengungkap bahwa mereka menggagalkan sebuah jaringan mata-mata Iran yang merancang plot untuk mengikuti dan membunuh seorang ilmuwan nuklir Israel yang bekerja dan tinggal di institut tersebut.

Mengutip dakwaan, media Israel melaporkan bahwa para tersangka—warga Palestina dari Yerusalem Timur—mengumpulkan informasi tentang ilmuwan itu dan memotret bagian luar Institut Weizmann, namun mereka berhasil ditangkap sebelum bisa melancarkan aksinya.

Dengan tingkat keberhasilan penetrasi intelijen Iran ke Israel yang jauh lebih rendah dibandingkan keberhasilan Israel di Iran, rencana-rencana tersebut belum pernah terwujud, sehingga serangan pekan ini terhadap Weizmann terasa jauh lebih mengejutkan.

"Institut Weizmann memang sudah lama berada dalam bidikan Iran,” kata Yoel Guzansky, pakar Iran dan peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional, sebuah lembaga think tank di Tel Aviv.

Dia menekankan bahwa dirinya tidak tahu pasti apakah Iran benar-benar berniat menyerang institut tersebut, namun dia meyakini demikian.

Meskipun merupakan institut riset multidisipliner, Weizmann, seperti universitas-universitas Israel lainnya, memiliki keterkaitan dengan lembaga pertahanan Israel, termasuk kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan industri seperti Elbit Systems, yang mungkin menjadi alasan mengapa tempat ini dijadikan target.

Namun, Guzansky mengatakan bahwa institut tersebut terutama melambangkan kemajuan ilmiah Israel dan serangan terhadapnya mencerminkan cara berpikir Iran: "Kalian menyakiti ilmuwan kami, maka kami juga akan menyakiti (kader) ilmuwan kalian."

Kata Para Ilmuwan

Weizmann, yang didirikan pada 1934 dan kemudian dinamai ulang sesuai nama presiden pertama Israel, termasuk di antara institut riset terbaik di dunia. Para ilmuwan dan penelitinya menerbitkan ratusan studi setiap tahunnya.

Seorang peraih Nobel Kimia dan tiga penerima penghargaan Turing pernah berafiliasi dengan institut ini, yang juga membangun komputer pertama di Israel pada 1954.

Menurut pihak institut, dua bangunan terkena langsung dalam serangan Iran—satu di antaranya menampung laboratorium ilmu hayati dan satu lagi adalah bangunan kosong yang sedang dalam tahap konstruksi, namun dirancang untuk keperluan studi kimia. Puluhan bangunan lain turut mengalami kerusakan.

Kampus ditutup sejak serangan terjadi, namun media diperbolehkan mengunjungi lokasi pada Kamis.

"Beberapa bangunan benar-benar terkena cukup parah, artinya ada laboratorium yang secara harfiah dihancurkan, benar-benar tidak tersisa apa-apa," sebut Sarel Fleishman, seorang profesor biokimia yang mengaku telah mengunjungi lokasi sejak serangan terjadi.

Banyak laboratorium yang hancur, kata Fleishman, berfokus pada ilmu hayati, yang proyek-proyeknya sangat rentan terhadap kerusakan fisik. Laboratorium-laboratorium tersebut meneliti bidang seperti regenerasi jaringan, biologi perkembangan, atau kanker—dan sebagian besar dari pekerjaan itu kini terhenti atau mengalami kemunduran besar akibat kerusakan.

"Ini adalah karya hidup banyak orang," ujarnya, seraya mencatat bahwa riset yang dikerjakan selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, telah hancur.

Bagi Oren Schuldiner, kerusakan itu berarti laboratorium tempat dia bekerja selama 16 tahun lenyap sepenuhnya. Tak bersisa. Tak ada yang bisa diselamatkan.

Di laboratorium itu, dia mengaku memelihara ribuan lalat yang telah dimodifikasi secara genetik untuk riset tentang perkembangan sistem saraf manusia, yang selama ini membantu memberikan wawasan mengenai autisme dan skizofrenia.

Laboratorium itu pula menyimpan peralatan seperti mikroskop canggih. Para peneliti dari Israel maupun luar negeri bekerja sama dalam proyek-proyek riset di sana.

"Seluruh studi kami terhenti," kata dia, memperkirakan butuh waktu bertahun-tahun untuk membangun kembali laboratorium dan melanjutkan pekerjaan ilmiah.

"Ini adalah kerusakan yang sangat besar terhadap ilmu pengetahuan yang bisa kami ciptakan dan terhadap kontribusi yang seharusnya bisa kami berikan bagi dunia."

Read Entire Article