Liputan6.com, New York - Duta Besar Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (Dubes Iran untuk PBB) Amir-Saeid Iravani pada Minggu (29/6/2025) menyatakan bahwa pengayaan uranium Iran tidak akan pernah berhenti karena hal tersebut diperbolehkan untuk tujuan energi damai berdasarkan traktat non-proliferasi senjata nuklir.
"Pengayaan adalah hak kami, hak yang tidak dapat dicabut dan kami ingin menjalankan hak ini," kata Iravani kepada CBS News.
Dia menegaskan bahwa Iran siap bernegosiasi, "Namun, menyerah tanpa syarat bukanlah negosiasi. Itu adalah pemaksaan kebijakan kepada kami."
Lebih lanjut, Iravani menggarisbawahi bahwa pasca agresi, situasinya tidak kondusif untuk memulai putaran negosiasi baru dan tidak ada permintaan untuk negosiasi ataupun pertemuan dengan presiden.
Dia membantah adanya ancaman dari pemerintahnya terhadap keselamatan Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi maupun terhadap para inspektur badan tersebut. Para inspektur IAEA saat ini berada di Iran, namun tidak memiliki akses ke fasilitas nuklir Iran.
"Tidak ada ancaman apa pun," tutur Iravani, namun dia mengakui bahwa parlemen Iran telah menangguhkan kerja sama dengan IAEA.
Para inspektur IAEA, menurutnya, "Berada di Iran, mereka dalam kondisi aman, namun aktivitas telah ditangguhkan. Mereka tidak dapat mengakses lokasi kami … penilaian kami adalah bahwa mereka tidak menjalankan tugas mereka."
Iravani juga merespons pertanyaan mengapa Iran belum menerima proposal untuk solusi diplomatik. Mengacu pada tuntutan menyerah tanpa syarat dari Donald Trump, Iravani mengatakan, "AS sedang memaksakan kebijakannya kepada kami. Jika mereka siap untuk bernegosiasi, mereka akan menemukan kami juga siap untuk itu. Namun, jika mereka ingin memaksakan kehendak maka tidak mungkin ada negosiasi dengan mereka."
Trump Bersikeras Situs Nuklir Iran Hancur Total
Pernyataan Iravani muncul ketika negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS), mendorong Iran untuk kembali ke meja perundingan terkait program nuklirnya, seminggu setelah AS meluncurkan serangan terhadap tiga fasilitas, yang memicu perdebatan sengit selama beberapa hari mengenai apakah fasilitas-fasilitas tersebut telah dihancurkan total seperti yang awalnya diklaim Trump atau hanya mengalami penundaan, menandai bahwa tidak sepenuhnya dimusnahkan.
Grossi sendiri mengatakan kepada CBS bahwa ada kesepakatan dalam menggambarkan ini sebagai tingkat kerusakan yang sangat serius, namun dia melanjutkan dengan mengatakan bahwa Iran kemungkinan besar akan mampu kembali memproduksi uranium yang diperkaya dalam beberapa bulan.
"Kapasitas yang mereka miliki masih ada," kata dia. "Dalam hitungan bulan, mereka bisa saja memiliki beberapa rangkaian sentrifugal yang kembali beroperasi dan mulai memproduksi uranium yang diperkaya — bahkan mungkin lebih cepat dari itu. Namun, seperti yang saya katakan sebelumnya, secara jujur, tidak ada yang bisa mengklaim bahwa semuanya telah lenyap dan tidak tersisa apa pun di sana."
Pada Minggu, Trump kembali membantah laporan bahwa Iran telah memindahkan 400 kg uranium yang telah diperkaya hingga 60 persen sebelum serangan terhadap Fordow, yang dianggap sebagai pusat program pengayaan Iran.
"Itu sangat sulit dilakukan, berbahaya, berat, dan kami tidak memberi mereka banyak waktu karena mereka tidak tahu kami akan datang," ungkap Trump kepada pembawa acara Fox News Maria Bartiromo.
Trump berspekulasi bahwa kendaraan yang terlihat di dekat pintu masuk Fordow sebelum serangan kemungkinan adalah para tukang batu yang dibawa untuk menimbun fasilitas tersebut.
"Ada ribuan ton batu di tempat itu sekarang," sebut Trump. "Seluruh tempat itu benar-benar dihancurkan."
Namun, Washington Post pada Minggu melaporkan bahwa AS memperoleh komunikasi yang disadap dari Iran, di mana para pejabat senior Iran menyatakan bahwa kerusakan akibat serangan AS tidak seburuk dan seluas yang mereka perkirakan.
Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt meremehkan klaim Iran alih-alih membantah soal penyadapan.
"Gagasan bahwa pejabat Iran yang tidak disebutkan namanya tahu apa yang terjadi di bawah ratusan kaki puing adalah omong kosong," kata Leavitt.
Keraguan Iran
Secara terpisah pada Minggu, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Abdolrahim Mousavi dilaporkan mengatakan kepada menteri pertahanan Arab Saudi via telepon bahwa Teheran tidak yakin Israel akan menghormati gencatan senjata yang mengakhiri perang 12 hari mereka yang diumumkan oleh Trump.
"Kami sangat meragukan bahwa musuh akan menghormati komitmennya, termasuk gencatan senjata, kami siap memberikan respons keras jika terjadi agresi lagi," kata Mousavi, menurut kantor berita Turki Anadolu.
"Israel dan AS telah menunjukkan bahwa mereka tidak mematuhi aturan dan norma internasional mana pun. Kami bukan yang memulai perang, namun kami membalas dengan seluruh kekuatan kepada pihak yang menyerang."