Thailand Mulai Larang Penjualan Ganja Tanpa Resep

2 days ago 14

Liputan6.com, Bangkok - Thailand mulai melarang penjualan ganja kepada orang-orang yang tidak memiliki resep, tiga tahun setelah menjadi negara pertama di Asia yang melegalkan penggunaannya secara terbatas.

Perintah baru, yang ditandatangani oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Somsak Thepsutin awal pekan ini, mulai berlaku pada Kamis (26/6/2025).

Aturan ini melarang penjualan ganja tanpa resep dan menyatakan bahwa kuncup bunga tanaman ganja (cannabis buds) kini masuk kategori herbal yang diawasi ketat.

Penjual yang melanggar perintah baru ini dapat dikenai hukuman penjara maksimal satu tahun dan denda sebesar 20.000 baht atau sekitar Rp10 juta. Demikian seperti dilansir AP.

Departemen Pengobatan Tradisional dan Alternatif Thailand, yang bertanggung jawab menegakkan regulasi terkait ganja, mengatakan pada Jumat bahwa toko-toko yang saat ini memiliki lisensi masih boleh beroperasi, namun mereka hanya boleh mengambil produk dari pertanian ganja berkualitas farmasi yang telah disertifikasi oleh departemen. Mereka juga diwajibkan melaporkan sumber produk kepada otoritas setiap bulan. Pertanian-pertanian tersebut juga harus memiliki izin untuk menjual ganja. Dalam perintah itu disebutkan bahwa toko hanya boleh menjual ganja dalam jumlah terbatas kepada orang yang memiliki resep, yaitu cukup untuk penggunaan pribadi selama 30 hari.

Disebutkan pula bahwa departemen sedang menyusun pedoman yang jelas untuk pemberian resep ganja dan penegakan aturan baru ini. Mereka mengatakan akan memberikan waktu bagi toko-toko untuk menyesuaikan diri, namun tidak menyebutkan secara pasti berapa lama waktu yang dimaksud.

Chokwan "Kitty" Chopaka, advokat ganja sekaligus mantan pemilik toko di Bangkok, menyebut aturan baru ini masih membingungkan—bahkan bagi pejabat terkait.

"Para pemilik toko panik, banyak yang ketakutan," ujarnya.

Kritik terhadap Pemerintah

Langkah Thailand untuk melegalkan penggunaan ganja secara terbatas pada tahun 2022 sempat mendorong pertumbuhan industri pariwisata dan pertanian, serta memunculkan ribuan toko ganja.

Namun, negara itu menghadapi reaksi keras dari publik akibat tuduhan bahwa kurangnya regulasi membuat ganja mudah diakses oleh anak-anak dan menyebabkan kecanduan.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Treechada Srithada dalam pernyataan pada Kamis mengatakan bahwa penggunaan ganja di Thailand akan sepenuhnya untuk keperluan medis.

Dia menambahkan bahwa toko-toko yang melanggar perintah ini akan ditutup dan kementerian juga akan memperketat persyaratan untuk persetujuan izin baru di masa depan. Saat ini, kata dia, ada sekitar 18.000 toko yang memiliki izin untuk menjual ganja.

Chokwan berpendapat bahwa sebenarnya aturan-aturan itu sudah ada, namun yang kurang adalah penegakannya. Dia juga mengatakan bahwa perubahan mendadak ini bermuatan politik.

"Kita tahu kita butuh regulasi. Kita butuh pengawasan. Aturan yang sudah ada dalam pengumuman sebelumnya perlu ditegakkan dulu. Bisakah kita tegakkan itu dulu? Sebelum kita melangkah ke hal yang lebih rumit dan orang-orang bahkan tidak paham apa yang sedang terjadi," ujarnya.

Pecandu Ganja Melonjak

Partai Pheu Thai yang berkuasa sebelumnya memang berjanji untuk melarang kembali ganja secara hukum, namun mendapat penolakan keras dari mantan mitra koalisinya, Partai Bhumjaithai, yang mendukung legalisasi.

Partai Bhumjaithai keluar dari koalisi pekan lalu menyusul rekaman percakapan telepon antara Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dan pemimpin Kamboja Hun Sen bocor ke publik. Menkes Somsak menandatangani perintah baru ini hanya beberapa hari setelah Bhumjaithai keluar dari pemerintahan.

Langkah untuk membatasi penjualan ganja ini diambil setelah pejabat bulan lalu mengungkapkan bahwa kasus penyelundupan ganja oleh turis meningkat drastis dalam beberapa bulan terakhir. Somsak menuturkan kepada wartawan pada Selasa (24/6) bahwa dia ingin mengklasifikasikan kembali ganja sebagai narkotika di masa mendatang.

Kantor Badan Pengendalian Narkotika Thailand menyatakan, sebuah studi yang dilakukan lembaganya tahun lalu menemukan jumlah orang yang kecanduan ganja meningkat secara signifikan setelah ganja tidak lagi dianggap sebagai barang terlarang.

Sekelompok aktivis ganja mengatakan mereka akan menggelar aksi protes di kementerian kesehatan bulan depan untuk menentang perubahan ini dan upaya apa pun untuk mengkriminalisasi kembali konsumsi atau penjualan ganja.

Read Entire Article