Rekonstruksi Gaza Versi Arab Vs AS, Mana Paling Sesuai?

1 week ago 17

Liputan6.com, Gaza - Sejak pecah 7 Oktober 2024, perang di Gaza telah meninggalkan tingkat kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan sekitar 51 juta ton puing menutupi lanskap tempat lingkungan yang ramai pernah berkembang pesat.

Menurut laporan penilaian kerusakan dan kebutuhan PBB yang terbaru, mengutip situs UN.org per 4 Maret 2025, lebih dari 60 persen rumah – yang jumlahnya sekitar 292.000 – dan 65 persen jalan telah hancur, di wilayah kantong seluas sekitar 360 kilometer persegi.

Bekerjasama dengan otoritas Palestina, badan pembangunan dan lingkungan hidup PBB, serta organisasi nonpemerintah, tengah dijajaki cara untuk membersihkan puing-puing dengan aman sehingga keluarga dapat membangun kembali bangunan mereka. Tim PBB memanfaatkan pengalaman serupa di Mosul, Irak, dan kota Aleppo dan Latakia di Suriah, semuanya hancur akibat perang.

Badan-badan PBB bersama para mitranya, termasuk Bank Dunia, memperkirakan bahwa $53 miliar atau sekitar Rp864 triliun akan dibutuhkan untuk pemulihan dan rekonstruksi Gaza.

Konferensi tingkat tinggi (KTT) darurat negara-negara Arab kemudian menyepakati rencana rekonstruksi Jalur Gaza yang diusulkan tuan rumah Mesir pada Selasa (4/3).

Antara News yang mengutip Anadolu menyebut pernyataan akhir KTT itu menyebutkan rencana pemulihan awal dan rekonstruksi Gaza tersebut akan diadopsi "sebagai rencana komprehensif bersama negara-negara Arab."

Rencana rekonstruksi itu disebut diusulkan melalui "koordinasi penuh dengan Negara Palestina dan negara-negara Arab serta berdasarkan pada studi yang dilakukan Bank Dunia dan Dana Pembangunan PBB."

Dalam pernyataan akhir KTT yang kemudian disebut juga sebagai Deklarasi Kairo, negara-negara Arab sepakat menolak pemindahan rakyat Palestina dari tanah air mereka "atas dalih atau situasi apa pun."

KTT Arab juga bersepakat menunjuk sebuah komite hukum untuk mempelajari pengusiran rakyat Palestina sebagai kejahatan genosida.

Negara-negara Arab juga mengutuk keputusan Israel menghalangi masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan menutup titik-titik perbatasan yang digunakan sebagai pintu masuk bantuan.

Langkah tersebut adalah "pelanggaran kesepakatan gencatan senjata, hukum internasional, dan hukum humaniter internasional," menurut pernyataan KTT Arab.

Negara-negara Arab juga menyatakan penolakan terhadap tindakan Israel memanfaatkan pengepungan Gaza dan bencana kelaparan yang diderita warga sipil di sana sebagai "cara mencapai tujuan politik tertentu."

"Para pemimpin Arab telah mendukung rencana Mesir untuk membangun kembali Gaza yang hancur akibat perang, yang akan memungkinkan penduduknya tetap tinggal di wilayah tersebut," kata Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi soal rekonstruksi Gaza balasan terhadap rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengusir 2,3 juta penduduk Gaza dan membangun kembali wilayah Palestina melalui skema 'riviera', mengutip Al Jazeera, Kamis (6/3/2025). 

Adapun menurut laporan media, rencana Mesir untuk rekonstruksi Gaza, mencakup fase pemulihan awal yang ditujukan untuk membersihkan ranjau di wilayah tersebut dan menyediakan perumahan sementara, diikuti oleh fase rekonstruksi yang lebih panjang yang difokuskan pada pembangunan kembali infrastruktur penting.

Situs Al Jazeera menyebut bahwa Mesir meminta bantuan $53 miliar untuk mendanai rekonstruksi Gaza, dengan uang yang didistribusikan dalam tiga tahap.

Pada tahap enam bulan pertama dibutuhkan biaya sebesar $3 miliar untuk membersihkan puing-puing dari Jalan Salah al-Din, membangun perumahan sementara, dan memulihkan rumah-rumah yang rusak sebagian. Tahap kedua akan memakan waktu dua tahun dan menghabiskan biaya $20 miliar. Pekerjaan pembersihan puing-puing akan dilanjutkan pada fase ini, demikian pula dengan pembangunan jaringan utilitas dan pembangunan lebih banyak unit rumah.

Tahap ketiga akan menelan biaya $30 miliar dan memakan waktu dua setengah tahun. Proyek ini akan mencakup penyelesaian perumahan untuk seluruh penduduk Gaza, pembangunan tahap pertama zona industri, pembangunan pelabuhan perikanan dan komersial, serta pembangunan bandara, di antara layanan lainnya.

Menurut rencana, uang akan bersumber dari berbagai sumber internasional termasuk PBB dan organisasi keuangan internasional serta investasi sektor asing dan swasta.

Pada KTT Arab tersebut, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyoroti pentingnya bantuan kemanusiaan bagi warga sipil yang membutuhkan di Gaza, dan menyerukan penghapusan semua hambatan terhadap pengiriman bantuan.

“Bantuan kemanusiaan tidak bisa dinegosiasikan. "Ini harus berjalan tanpa hambatan," katanya, seraya mendesak para donatur untuk memastikan pendanaan yang memadai.

Ia memuji dedikasi staf PBB dan seluruh pekerja kemanusiaan lainnya dalam menyediakan layanan penting di tengah situasi yang paling sulit, dan menyerukan dukungan penuh dan mendesak terhadap pekerjaan Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), termasuk dukungan finansial.

Sekjen PBB menegaskan kembali bahwa solusi dua negara tetap menjadi satu-satunya jalan yang layak menuju perdamaian abadi. “Satu-satunya jalan menuju perdamaian abadi adalah jalan di mana dua negara – Israel dan Palestina – hidup berdampingan secara damai dan aman, sesuai dengan hukum internasional dan resolusi PBB yang relevan, dengan Yerusalem sebagai ibu kota kedua negara,” ucap Guterres.

Guterres menekankan bahwa upaya rekonstruksi tidak dapat dipisahkan dari situasi politik yang lebih luas. “Mengakhiri krisis saat ini saja tidak cukup. "Kita memerlukan kerangka politik yang jelas yang menjadi dasar bagi pemulihan, rekonstruksi, dan stabilitas Gaza yang langgeng," tegasnya.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |