PM Thailand Minta Maaf dan Didesak Mundur Usai Percakapan Teleponnya dengan Pemimpin Kamboja Bocor

1 week ago 19

Liputan6.com, Bangkok - Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mundur dari jabatannya, setelah munculnya rekaman percakapan telepon berdurasi 17 menit yang bocor, di mana dia terdengar mengkritik militer Thailand saat berbicara dengan Presiden Senat Kamboja Hun Sen di tengah memanasnya sengketa perbatasan antara kedua negara.

Skandal ini memicu kemarahan luas di dalam negeri dan menambah ketidakpastian baru di negara yang telah lama dilanda gejolak politik dan pergantian kepemimpinan. Paetongtarn, 38 tahun, baru menjabat sebagai perdana menteri selama sepuluh bulan setelah menggantikan pemimpin sebelumnya yang dicopot dari jabatan.

Paetongtarn menyampaikan permintaan maaf pada Kamis (19/6/2025), sementara itu Kementerian Luar Negeri Thailand memanggil duta besar Kamboja untuk menyampaikan surat protes, menyebut kebocoran percakapan telepon pribadi tersebut sebagai pelanggaran terhadap etika diplomatik.

"Thailand memandang bahwa tindakan ini tidak dapat diterima dalam hubungan antarnegara. Ini bertentangan dengan praktik yang diakui secara internasional dan semangat bertetangga yang baik, serta merusak kepercayaan dan rasa saling menghormati antara kedua pemimpin dan negara," demikian pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand seperti dilansir CNN.

Dalam unggahan di laman Facebook resminya, Hun Sen mengatakan dia telah membagikan rekaman percakapan tersebut kepada sekitar 80 pejabat Kamboja dan menduga salah satu dari mereka mungkin yang membocorkan audio itu. Politikus kawakan berusia 72 tahun itu kemudian mengunggah rekaman lengkap percakapan dirinya dengan Paetongtarn.

Dalam rekaman yang bocor, yang terjadi pada 15 Juni, Paetongtarn terdengar menyapa mantan penguasa Kamboja itu dengan sebutan "paman" dan mengkritik tindakan militer negaranya sendiri setelah bentrokan di perbatasan menyebabkan kematian seorang tentara Kamboja bulan lalu.

Paetongtarn, yang merupakan pendatang baru dalam dunia politik, namun berasal dari dinasti berpengaruh dan menjadi perdana menteri termuda Thailand tahun lalu, seolah memberi sinyal adanya ketidakharmonisan antara pemerintahannya dan militer yang sangat kuat di Thailand.

Dalam percakapan itu, Paetongtarn terdengar mengatakan kepada Hun Sen bahwa dia berada di bawah tekanan domestik dan mendesak agar Hun Sen tidak mendengarkan "pihak yang berseberangan", merujuk pada seorang komandan militer Thailand yang vokal di wilayah timur laut negara itu.

"Saat ini, pihak itu ingin terlihat keren, mereka akan mengatakan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi negara. Tapi yang kami inginkan adalah perdamaian, seperti sebelum bentrokan terjadi di perbatasan," ujar Paetongtarn dalam rekaman tersebut.

Dia menambahkan, "Jika (Hun Sen) ingin sesuatu, cukup beri tahu saya, dan saya akan mengurusnya."

Pernyataannya dalam rekaman audio yang telah dikonfirmasi keasliannya oleh kedua belah pihak itu memicu reaksi keras di Thailand dan para lawannya menuduh dia telah mengorbankan kepentingan nasional negaranya.

Partai Bhumjaithai, salah satu mitra utama dalam koalisi pemerintahan Paetongtarn, menarik diri dari koalisi pada Rabu (18/6), yang menjadi pukulan besar bagi kemampuan Pheu Thai untuk mempertahankan kekuasaan.

"Paetongtarn telah merusak posisinya sebagai perdana menteri dan mencederai kepentingan nasional Thailand dengan tunduk kepada Hun Sen," kata Profesor Ilmu Politik di Universitas Chulalongkorn Thitinan Pongsudhirak. "Kepergiannya tinggal menunggu waktu dan dia bisa saja menghadapi tuduhan lebih lanjut."

Read Entire Article