Pembunuh Senyap di Gaza Itu Bernama Asbes

11 hours ago 9

Liputan6.com, Gaza - Serangan militer Israel yang menghancurkan di Jalur Gaza memicu hadirnya pembunuh senyap: asbes.

Mineral, yang dulunya banyak digunakan dalam bahan bangunan, melepaskan serat beracun ke udara ketika "terproses". Serat ini dapat menempel di paru-paru dan—selama beberapa dekade—menyebabkan kanker.

Kini, penggunaan asbes dilarang di sebagian besar dunia, namun masih ada di banyak bangunan tua.

Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), di Jalur Gaza, asbes terutama ditemukan pada atap asbes yang digunakan di delapan kamp pengungsi di wilayah tersebut, yakni kamp-kamp yang didirikan untuk para pengungsi Palestina yang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka selama perang Arab-Israel 1948-1949.

Pada Oktober 2024, UNEP memperkirakan bahwa hingga 2,3 juta ton puing-puing bangunan di seluruh Jalur Gaza dapat terkontaminasi asbes.

"Puing-puing di Jalur Gaza adalah lingkungan yang sangat, sangat beracun," ungkap Direktur Pusat Penelitian Mesothelioma Nasional di London Profesor Bill Cookson seperti dilansir BBC. "Orang-orang akan merasakan dampak secara langsung, namun juga dalam jangka panjang, terutama hal-hal yang bisa dibawa anak-anak sepanjang hidup mereka."

CEO Mesothelioma UK Liz Darlison mengungkapkan, "Nyawa yang hilang sekarang tidak berakhir di sini. Warisannya akan terus berlanjut."

Ketika asbes terganggu oleh sesuatu seperti serangan udara, seratnya—terlalu kecil untuk dilihat mata manusia—dapat terhirup oleh orang di sekitarnya dan menembus lapisan paru-paru.

Selama bertahun-tahun—biasanya beberapa dekade—serat ini dapat menyebabkan jaringan parut yang mengakibatkan penyakit paru-paru serius bernama asbestosis atau dalam beberapa kasus, kanker paru-paru ganas yang disebut mesothelioma.

"Mesothelioma adalah penyakit mengerikan yang sulit diobati," kata Prof Cookson. "Yang sangat mengkhawatirkan adalah penyakit ini tidak terkait dosis. Jadi, bahkan paparan kecil serat asbes bisa menyebabkan mesothelioma di kemudian hari."

"Kanker ini tumbuh di rongga pleura. Sangat menyakitkan. Biasanya terdiagnosis terlambat. Dan hampir kebal terhadap semua pengobatan."

Biasanya, mesothelioma muncul 20 hingga 60 tahun setelah paparan—artinya dampaknya di Jalur Gaza baru akan terasa beberapa dekade mendatang. Paparan lebih tinggi atau lebih lama dipercaya mempercepat perkembangan penyakit.

Bukan Kekhawatiran Utama Saat Ini

Dr. Ryan Hoy, yang penelitiannya tentang menghirup debu dikutip UNEP, mengatakan sangat sulit menghindari menghirup serat asbes karena partikelnya sangat kecil, melayang di udara, dan bisa masuk sangat dalam ke paru-paru.

Lebih sulit lagi, menurut dia, karena Jalur Gaza sangat padat penduduk. Wilayah seluas 365 km persegi atau sekitar seperempat London ini dihuni sekitar 2,1 juta orang.

Para ahli di lapangan mengatakan bahwa warga tidak mampu mengelola risiko yang ditimbulkan oleh paparan asbes atau debu karena mereka harus menghadapi bahaya yang lebih mendesak: serangan militer Israel.

"Saat ini, (menghirup debu) tidak dianggap mengkhawatirkan oleh penduduk. Mereka bahkan tidak punya makanan, dan lebih takut mati oleh bom," kata koordinator medis di Jalur Gaza untuk LSM Medecins Sans Frontieres Chiara Lodi.

Juru bicara LSM SOS Children's Villages di Jalur Gaza menuturkan, "Kurangnya kesadaran akan risiko asbes, ditambah tantangan berkelanjutan (yang dihadapi warga Jalur Gaza) dalam membangun kembali hidup, membuat mereka tidak bisa mengambil langkah perlindungan yang diperlukan."

"Banyak yang tidak sepenuhnya sadar bahaya debu dan puing," tambah mereka.

Setelah konflik Jalur Gaza pada 2009, survei PBB menemukan asbes di puing bangunan tua, gudang, bangunan sementara, atap, dan dinding kandang ternak.

Ada beberapa jenis asbes, mulai dari asbes putih yang paling tidak berbahaya, hingga asbes biru atau krokoidolit yang paling berbahaya. Asbes krokoidolit yang sangat karsinogenik sebelumnya telah ditemukan di Jalur Gaza oleh PBB.

Secara global, sekitar 68 negara melarang asbes, meski beberapa memberi pengecualian untuk penggunaan khusus. Inggris melarangnya pada 1999 dan Israel melarang penggunaannya di bangunan pada 2011.

Selain mesothelioma, asbes bisa menyebabkan kanker paru-paru lain, kanker laring, dan kanker ovarium.

Risiko lain yang kurang dikenal adalah silikosis, penyakit paru-paru akibat menghirup debu silika. Beton umumnya mengandung 20-60 persen silika.

Dr. Hoy menuturkan banyaknya debu di Jalur Gaza bisa meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan, pneumonia, perburukan penyakit paru-paru seperti asma juga emfisema dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), yang bisa memburuk karena paparan debu akut.

Selama bertahun-tahun, serangan 9/11 di World Trade Center New York menjadi studi kasus ahli kesehatan untuk meneliti dampak awan debu beracun besar pada penduduk sipil.

"Menara Kembar bukan di zona perang," kata Darlison, "jadi lebih mudah diukur dan dihitung."

Hingga Desember 2023, sebanyak 5.249 orang yang terdaftar dalam World Trade Center Health Programme (WTC Health Program) meninggal akibat penyakit saluran pernapasan atau kanker — angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2.296 orang yang tewas dalam serangan 9/11 itu sendiri. Selama periode yang sama, total 34.113 orang didiagnosis mengidap kanker.

WTC Health Program adalah program yang dibentuk oleh pemerintah Amerika Serikat untuk memberikan perawatan medis dan dukungan bagi individu yang terpapar bahan berbahaya akibat tragedi 9/11, terutama mereka yang bekerja di sekitar lokasi WTC setelah gedung-gedung tersebut runtuh.

Perjalanan Panjang Gaza untuk Pulih

AS dan sekelompok negara Arab telah mengusulkan rencana yang berbeda untuk rekonstruksi Jalur Gaza. PBB memperingatkan bahwa proses ini harus dikelola dengan hati-hati.

Asbes digunakan secara luas di masa lalu karena sifat-sifatnya yang sangat berguna, seperti tahan api dan kekuatan yang tinggi. Namun, menurut Darlison, sifat-sifat inilah yang juga membuat asbes sangat sulit untuk dihilangkan atau dibersihkan.

Juru bicara UNEP mengatakan kepada BBC bahwa proses pembersihan puing-puing akan "meningkatkan kemungkinan terprosesnya asbes dan terlepasnya serat berbahaya ke udara".

Penilaian UNEP menunjukkan bahwa membersihkan semua puing bisa memakan waktu 21 tahun dan menelan biaya hingga USD 1,2 miliar.

Militer Israel melancarkan serangan ke Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang mereka klaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 orang.

Menurut otoritas kesehatan Jalur Gaza yang dikelola Hamas, serangan Israel ke Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 53.000 warga Palestina, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |