Liputan6.com, Naypyidaw - Bau mayat membusuk memenuhi jalan-jalan kota terbesar kedua Myanmar, sementara warga berusaha keras membersihkan puing-puing dengan tangan kosong demi mencari korban yang masih hidup pasca gempa magnitudo 7,7 yang mengguncang pada Jumat (28/3/2025)
Dengan episentrum gempa yang dekat Mandalay, kerusakan di kota itu tak terhindari. Gempa merobohkan puluhan bangunan dan merusak infrastruktur seperti bandara.
Upaya bantuan terhambat oleh jalan-jalan yang rusak, jembatan runtuh, komunikasi yang terputus-putus, serta tantangan beroperasi di negara yang sedang dilanda perang saudara. Demikian seperti dilansir AP.
Pencarian korban selamat terutama dilakukan oleh warga setempat tanpa bantuan alat berat. Mereka memindahkan puing secara manual dengan sekop di tengah suhu 41 derajat Celsius, hanya sesekali terlihat ekskavator beroda rantai.
Gempa susulan magnitudo 5,1 pada Minggu (30/3) sore memicu teriakan panik warga di jalanan, sebelum pekerjaan dilanjutkan kembali.
Banyak dari 1,5 juta penduduk Mandalay terpaksa tidur di jalanan—entah karena kehilangan rumah atau khawatir gempa susulan dapat meruntuhkan bangunan yang sudah rapuh.
Mengutip CBS News, hingga Minggu malam, lebih dari 1.700 orang dipastikan tewas di Myanmar dan Thailand, yang juga terdampak. Sebanyak 3.408 orang lainnya terluka dan 139 orang hilang di Myanmar.
Di wilayah Bangkok dan sekitarnya, jumlah korban tewas pada Minggu meningkat menjadi 18 orang, 33 orang terluka, dan 78 orang hilang.
Myanmar berada di wilayah rawan gempa karena dilintasi Patahan Sagaing - sebuah jalur patahan geologis besar yang membentang utara-selatan, menjadi pemisah alami antara Lempeng India dan Lempeng Sunda.
Bencana gempa pada Jumat lalu dipicu oleh patahnya segmen sepanjang 200 kilometer dari patahan tersebut. Akibatnya, guncangan dahsyat menyebar di sepanjang wilayah tengah Myanmar, meluluhlantakkan kawasan Sagaing, Mandalay, Magway, Bago, hingga Negara Bagian Shan.
Hingga kini, informasi dari daerah terdampak masih sangat terbatas. Gangguan jaringan komunikasi yang meluas membuat kabar dari luar kota besar seperti Mandalay dan Naypyitaw nyaris tidak terdengar.
Bantuan Asing Mengalir untuk Myanmar
Pasca gempa dahsyat, gelombang bantuan internasional mulai membanjiri Myanmar.
Dua pesawat angkut militer C-17 India mendarat pada Sabtu malam di Naypitaw dengan membawa unit rumah sakit lapangan dan sekitar 120 personel yang kemudian akan melanjutkan perjalanan ke utara menuju Mandalay untuk mendirikan pusat perawatan darurat dengan 60 tempat tidur. Bantuan lainnya dari India diterbangkan ke Yangon, kota terbesar di Myanmar, yang telah menjadi pusat dari berbagai upaya bantuan internasional.
Pada Minggu, sebuah konvoi yang terdiri dari 17 truk kargo China yang membawa pasokan medis dan perlindungan penting tiba di Mandalay, setelah melakukan perjalanan panjang melalui jalan darat dari Yangon.
Perjalanan sepanjang 650 kilometer ini memakan waktu 14 jam atau lebih, dengan jalan-jalan yang macet dan lalu lintas yang dialihkan dari jalan utama untuk menghindari kerusakan akibat gempa bumi.
Pada saat yang sama, kesempatan untuk menemukan korban gempa yang masih hidup semakin menipis. Sebagian besar penyelamatan terjadi dalam 24 jam pertama setelah bencana, dan peluang bertahan hidup menurun seiring berjalannya waktu.
Laporan awal tentang upaya bantuan gempa yang diterbitkan pada Sabtu oleh Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat kerusakan atau kehancuran parah pada banyak fasilitas kesehatan, dan memperingatkan bahwa kekurangan parah pasokan medis menghambat upaya respons, termasuk kit trauma, kantong darah, anestesi, alat bantu, obat-obatan esensial, dan tenda untuk para pekerja kesehatan.
China mengungkapkan telah mengirim lebih dari 135 personel penyelamat dan ahli, bersama dengan pasokan seperti kit medis dan generator, serta menjanjikan sekitar USD 13,8 juta dalam bentuk bantuan darurat. Kementerian Darurat Rusia menuturkan pihaknya telah mengirim 120 penyelamat dan pasokan ke Yangon dan Kementerian Kesehatan Rusia mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mengirimkan tim medis ke Myanmar.
Tim dari Singapura sudah mulai bekerja di Naypitaw. Malaysia mengirimkan tim beranggotakan 50 personel pada Minggu dengan membawa truk, peralatan pencarian dan penyelamatan, serta pasokan medis.
Dalam perkembangan terbaru, Perdana Menteri Anwar Ibrahim mengungkapkan Malaysia akan memberikan bantuan kemanusiaan sebesar USD 2,3 juta kepada mereka yang terdampak gempa di Myanmar.
Thailand menyatakan 55 tentaranya telah tiba di Yangon pada Minggu untuk membantu operasi pencarian dan penyelamatan, sementara Inggris mengumumkan paket bantuan sebesar USD 13 juta untuk mendukung mitra yang didanai secara lokal yang sudah ada di Myanmar untuk merespons krisis ini.
Pemerintah Indonesia termasuk yang akan mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi penduduk yang terdampak di Myanmar. Bantuan meliputi pengiriman tenaga SAR, tenaga medis darurat (Emergency Medical Team) untuk memberikan pertolongan pertama, serta bantuan logistik senilai USD 1 juta.
Bantuan logistik akan terdiri dari obat-obatan, makanan, tempat penampungan sementara, dan penyuling air bersih.
Mengutip pernyataan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, dua anggota unit Indonesia yang menjadi bagian dari ASEAN-Emergency Response and Assessment Team (ASEAN-ERAT) dan AHA Centre tiba Minggu malam di Myanmar. Sementara itu, tim pendahuluan dengan 10 personel diberangkatkan hari ini dengan membawa sebagian bantuan obat-obatan dan logistik sumbangan masyarakat Indonesia.
Direncanakan bantuan Pemerintah Indonesia akan diberangkatkan ke Myanmar pertengahan minggu ini.