Liputan6.com, Seoul - Korea Utara mengirim sekitar 3.000 tentara tambahan ke Rusia pada Januari dan Februari sebagai bentuk dukungan berkelanjutan bagi Presiden Rusia Vladimir Putin dalam perang melawan Ukraina. Hal ini diungkapkan militer Korea Selatan pada Kamis (27/3/2025) dalam laporan evaluasi terbarunya.
Kepala Staf Gabungan (KSG) Korea Selatan menyatakan bahwa Korea Utara juga terus mengirimkan lebih banyak rudal, artileri, dan amunisi untuk membantu Rusia. KSG menambahkan Korea Utara mungkin akan meningkatkan pasokan senjatanya tergantung pada perkembangan situasi. Demikian seperti dikutip dari AP.
Rusia dan Ukraina baru-baru ini menyepakati gencatan senjata terbatas, meski kedua belah pihak saling menuduh melakukan pelanggaran.
Korea Utara telah mengirimkan sejumlah besar peralatan militer ke Rusia, termasuk, rudal balistik jarak pendek dalam jumlah signifikan, Howitzer self-propelled kaliber 170 mm, dan sekitar 220 unit peluncur roket multi-saluran (MLRS) 240 mm.
Sebelumnya, Korea Utara dilaporkan telah mengirim sekitar 11.000 personel militer untuk bertempur dalam perang melawan Ukraina—keterlibatan pertama mereka dalam konflik besar sejak Perang Korea (1950–53). KSG memperkirakan sekitar 4.000 di antaranya tewas atau terluka.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan (NIS) sebelumnya menyebut tingginya korban Korea Utara disebabkan kesulitan pasukan mereka beradaptasi dengan drone dan unsur-unsur perang modern lainnya. Menurut penjelasan NIS kepada anggota parlemen pada Januari lalu, pasukan Korea Utara semakin terhambat oleh taktik serampangan komandan Rusia yang memaksa mereka melakukan serangan tanpa perlindungan tembakan pendukung dari belakang.
Namun, pejabat militer dan intelijen Ukraina menilai bahwa pasukan Korea Utara justru memperoleh pengalaman tempur yang berharga dan menjadi komponen kunci dalam strategi Rusia untuk mendesak Ukraina dengan mengerahkan pasukan dalam jumlah besar di medan pertempuran Kursk.
Laporan militer Korea Selatan ini muncul setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menegaskan dukungan tak tergoyahkannya bagi perang Rusia di Ukraina saat bertemu dengan pejabat tinggi keamanan Rusia, Sergei Shoigu, pekan lalu di Pyongyang. Media pemerintah Korea Utara melaporkan bahwa Kim Jong Un dan Shoigu menegaskan kembali komitmen mereka untuk mematuhi perjanjian pertahanan bersama yang disepakati tahun lalu.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Andrei Rudenko mengatakan kepada media Rusia pada Kamis bahwa kedua pemerintah sedang membahas kemungkinan kunjungan Kim Jong Un ke Moskow. Namun, dia tidak merinci waktu pelaksanaannya.
"Kami selalu membicarakan pertukaran kunjungan dengan semua pihak. Kami terus mempersiapkannya," ujarnya kepada RIA Novosti.
Pamer Drone Baru
Dukungan militer Kim Jong Un kepada Rusia memicu kekhawatiran bahwa dia mungkin mendapat transfer teknologi Rusia sebagai imbalan, yang akan semakin memperkuat ancaman dari militernya yang telah memiliki senjata nuklir. Para ahli menyebutkan bahwa pesawat dan drone termasuk bidang potensial di mana Korea Utara mungkin berusaha memperoleh teknologi dan keahlian dari Rusia.
Media pemerintah Korea Utara pada Kamis melaporkan bahwa Kim Jong Un menyaksikan uji coba drone pengintai dan serang yang baru dikembangkan pekan ini, serta memerintahkan peningkatan produksinya. Dalam beberapa bulan terakhir, Kim Jong Un terus menekankan pengembangan drone dan uji coba ini merupakan yang terbaru dari peningkatan kemampuan militer negaranya.
Foto yang dirilis oleh kantor berita Korea Utara, Korean Central News Agency (KCNA), menunjukkan Kim Jong Un mengamati drone pengintai besar yang menyerupai RQ-4B Global Hawk buatan Amerika Serikat (AS), yang pertama kali dipamerkan dalam pameran militer 2023. Foto lain memperlihatkan Kim Jong Un memasuki pesawat yang tampak seperti airborne early-warning aircraft (pesawat peringatan dini), mirip dengan Boeing E-7 Wedgetail.
Di antara foto yang diunggah menampilkan pula drone kamikaze yang meledak dan menghantam kendaraan militer sebagai sasaran.
KCNA melaporkan bahwa uji coba ini membuktikan kemampuan drone pengintai dalam melacak berbagai target sekaligus dan memantau pergerakan pasukan di darat dan laut. Hal ini berpotensi meningkatkan operasi pengumpulan intelijen Korea Utara dan kemampuannya dalam menetralisir ancaman musuh.
Kim Jong Un menyatakan kepuasannya atas kinerja drone tersebut dan menyetujui rencana perluasan produksi. Menurut KCNA, dia menekankan bahwa drone dan Artificial Intelligence (AI) harus menjadi prioritas utama dalam upaya memodernisasi angkatan bersenjatanya agar sesuai dengan peperangan era modern. Uji coba ini dilakukan saat Kim Jong Un mengunjungi kompleks teknologi drone dan kelompok penelitian perang elektronik pada Selasa dan Rabu.
Sebelumnya, Kim Jong Un juga menginspeksi demonstrasi drone kamikaze pada November dan Agustus tahun lalu.
Ketika ditanya tentang pesawat peringatan dini yang baru pertama kali diperlihatkan media Korea Utara, Lee Sung Joon, juru bicara Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, menyatakan bahwa Korea Utara kemungkinan memodifikasi pesawat lama dan mungkin menggunakan komponen dari Rusia. Namun, dia meragukan kemampuan operasionalnya.
"Seperti yang terlihat, desainnya tampak berat, dan kami menilai pesawat ini rentan ditembak jatuh," kata Lee dalam briefing, tanpa menjelaskan lebih lanjut.