Khamenei Tunjuk 3 Calon Pengganti jika Tewas dalam Perang Iran-Israel

1 week ago 17

Liputan6.com, Teheran - Di tengah eskalasi perang dengan Israel dan keterlibatan Amerika Serikat, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei mengambil satu langkah. Ia telah menunjuk tiga ulama senior sebagai calon penerusnya, jika dirinya terbunuh.

Langkah ini menandai kekhawatiran mendalam atas potensi akhir kekuasaannya yang telah berlangsung lebih dari tiga dekade, dikutip dari laman New York Times, Senin (23/6/2025).

Bersembunyi di sebuah bunker rahasia, Ayatullah Khamenei menghindari komunikasi elektronik dan kini lebih banyak berinteraksi melalui perantara tepercaya, kata tiga pejabat Iran yang mengetahui langsung rencana darurat kepemimpinan negara itu. Seiring gempuran udara Israel yang kian menghancurkan Teheran, Khamenei juga telah menyusun rantai komando pengganti di tubuh militer jika para jenderalnya terbunuh.

Namun keputusan paling mencolok datang dari langkah politik: menunjuk tiga calon pengganti dirinya. Ini adalah sinyal paling gamblang bahwa Iran sedang berada di ambang krisis nasional. Penunjukan itu disampaikan langsung kepada Majelis Ahli -- lembaga yang bertanggung jawab memilih pemimpin tertinggi baru -- dengan instruksi untuk segera mengambil keputusan jika dirinya gugur.

"Prioritas utama adalah kelangsungan negara," ujar Vali Nasr, pakar Iran dan profesor hubungan internasional dari Johns Hopkins University.

"Segalanya disusun secara pragmatis."

Biasanya, proses suksesi pemimpin tertinggi di Iran berjalan lambat, penuh perdebatan di kalangan ulama. Namun kini, dengan negara yang tengah dilanda perang besar, Khamenei ingin memastikan transisi berlangsung cepat dan terkendali.

Langkah-langkah darurat ini diambil seiring serangan Israel yang telah menjadi serangan militer terbesar terhadap Iran sejak Perang Iran-Irak di tahun 1980-an. Dalam waktu kurang dari seminggu, serangan udara Israel telah menghancurkan lebih banyak bagian Teheran dibandingkan seluruh delapan tahun serangan Saddam Hussein dulu.

Para demonstran di Teheran memprotes serangan Israel ke Iran pada hari Jumat, meneriakkan slogan-slogan anti-Amerika dan anti-Israel sambil memegang foto-foto pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Gubernur Iran mengatakan bahwa tempat yang...

Gencarkan Serangan Balasan

Iran telah mulai melancarkan serangan balasan harian -- menarget rumah sakit di Israel, kilang minyak di Haifa, hingga tempat ibadah dan permukiman. Namun keterlibatan Amerika Serikat membuat konflik ini makin genting. Dalam pidatonya dari Gedung Putih, Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa militer AS telah menghantam tiga lokasi nuklir Iran, termasuk fasilitas bawah tanah Fordo.

"Tujuan kami adalah menghilangkan kapasitas pengayaan nuklir Iran dan menghentikan ancaman dari negara sponsor terorisme nomor satu dunia," kata Trump.

Meskipun berada dalam tekanan besar, struktur kepemimpinan Iran dinilai masih berjalan, meski sempat terguncang. Khamenei, yang kini berusia 86 tahun, tampaknya menyadari bahwa serangan terhadap dirinya adalah kemungkinan nyata. Ia bahkan menyampaikan dua pidato publik lewat video, berlatarkan tirai cokelat dan bendera Iran, menyatakan rakyat Iran akan melawan "perang yang dipaksakan."

Biasanya, Khamenei tinggal di kompleks tertutup di pusat Teheran yang dikenal sebagai beit rahbari -- rumah pemimpin. Namun mundurnya ia ke bunker menunjukkan betapa parahnya kerusakan akibat perang ini.

Israel melancarkan serangan dari dua medan: udara dan darat. Serangan udara menghantam pangkalan militer, fasilitas nuklir, hingga rumah-rumah para ilmuwan dan komandan Iran. Sementara itu, jaringan agen rahasia Israel diyakini telah menyusup ke dalam wilayah Iran, meluncurkan drone ke infrastruktur vital. Para pejabat mengakui, Iran mengalami kebocoran besar dalam sistem keamanan dan intelijen.

"Semua komandan senior kami terbunuh dalam waktu satu jam," kata Mahdi Mohammadi, penasihat parlemen Iran, dalam rekaman yang menganalisis jalannya perang. Ia menambahkan bahwa Iran gagal mendeteksi rencana berbulan-bulan dari Israel yang menyelundupkan rudal dan drone ke dalam negeri.

Komunikasi Dunia Luar Diputus

Kementerian Intelijen Iran pun bereaksi keras: menginstruksikan para pejabat dan komandan untuk berhenti memakai perangkat elektronik dan tetap berada di bawah tanah. Komunikasi dengan dunia luar diputus -- akses internet dibatasi, dan panggilan internasional diblokir.

“Kami menjaga keamanan negara dengan mematikan internet,” ujar juru bicara presiden.

Pemerintah juga menyerukan masyarakat untuk melaporkan orang-orang mencurigakan dan pergerakan kendaraan. Bahkan, Dewan Keamanan Nasional Tertinggi memberi ultimatum: siapa pun yang bekerja dengan musuh harus menyerahkan diri sebelum Minggu, atau akan menghadapi eksekusi.

Sementara itu, suasana Teheran berubah drastis. Banyak distrik padat telah dievakuasi. Jalan-jalan yang biasanya macet kini kosong. Pos pemeriksaan didirikan di setiap pintu masuk dan keluar kota.

Namun di tengah kekacauan, muncul semangat nasionalisme yang tak biasa. Mohammad Ali Abtahi, politisi reformis dan mantan wakil presiden Iran, menyebut bahwa perang telah menyatukan rakyat yang biasanya terbelah dalam faksi politik. Dukungan terhadap Khamenei justru menguat, termasuk dari kalangan yang sebelumnya kritis terhadap pemerintah.

"Perang ini telah meredakan perpecahan internal," kata Abtahi.

Sentimen tersebut juga terlihat di media sosial. Aktivis, dokter, seniman, atlet, dan publik figur ramai-ramai menunjukkan solidaritas terhadap tanah air mereka. "Kita mungkin tidak selalu sepakat, tapi tanah Iran adalah garis merah kita," tulis Saeid Ezzatollahi, pemain tim nasional Iran.

Solidaritas sipil pun tumbuh. Hotel dan gedung pernikahan membuka pintu bagi para pengungsi Teheran. Psikolog menawarkan terapi daring gratis, dan supermarket memberikan diskon untuk meringankan beban rakyat.

Meski perang masih berkecamuk, di tengah reruntuhan dan duka, Iran bersiap menjaga keberlangsungan negaranya—bahkan jika pemimpin tertingginya harus gugur.

Read Entire Article