Kerap Disebut Obat Dewa, Pemakaian Obat Tetes Mata Steroid Serampangan Bisa Jadi Petaka

12 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis mata konsultan oftalmologi Iwan Soebijantoro menyayangkan masih banyak masyarakat yang menggunakan obat tetes mata stereoid secara serampangan alias tidak memakai aturan. Padahal, obat tetes mata steroid termasuk obat keras sehingga harus dipakai dengan resep dokter.

Pria yang praktik di JEC Eye Hospitasl and Clinics ini mengatakan di masyarakat obat tetes steroid ini kerap disalahgunakan. Kemampuan obat tetes mata steroid dalam menghilangkan masalah mata membuat masyarakat kerap menjuluki sebagai obat dewa.

"Mata merah dipakein ini hilang, belekan juga hilang keluhannya. Apa saja (masalah mata) kalau ditetesi itu hilang. Sehingga ketergantungan. Padahal, lama-lama orang bisa mengalami glaukoma (karena memakai obat tetes mata steroid)," kata Iwan.

Apa Itu Glaukoma?

Glaukoma adalah kondisi neuropati optik progresif yang disebabkan adanya peningkatan tekanan di dalam bola mata yang dapat merusak saraf optik. Kondisi itu menyebabkan orang dengan glaukoma mengalami penurunan fungsi penglihatan.

Bila dibiarkan tanpa pengobatan medis, kondisi itu secara perlahan tapi bisa berujung dengan kebutaan permanen alias tidak bisa melihat untuk selamanya.

Iwan mengibaratkan seperti kamera yang dicolok ke PC komputer. Dengan bantuan kabel, foto yang ada di kamera bisa disalurkan ke PC. Namun, ketika kabel rusak maka tidak bisa menyalurkan gambar ke PC. Kerusakan kabel itu pun berlangsung selamanya dan tidak bisa diperbaiki.

"Seperti itu juga glaukoma, ketika kondisi 'kabel' saraf optik rusak, maka kerusakan itu tidak bisa diperbaiki," kata Iwan dalam peringatan Pekan Glaukoma Sedunia 2025 di Jakarta Barat pada Kamis, 13 Maret 2025.

Promosi 1

Glaukoma Tahap Awal Tak Ada Gejala, Deteksi Dini Penting

Iwan mengatakan bahwa glaukoma tahap awal nyaris tanpa gejala. Sehingga penderita baru mengalami gangguan penglihatan yang sudah permanen. Dan, itu sudah tidak bisa disembuhkan atau diobati seperti sedia kala.

"80 persen kasus glaukoma tidak memiliki gejala, kebanyakan pasien terdiagnosis secara tidak sengaja saat tes kesehatan atau skrining," kata Iwan.

Mengingat glaukoma tidak dapat disembuhkan tapi bisa diupayakan penglihatan yang masih ada, Iwan mengingatkan pentingnya deteksi dini terutama bagi kelompok berisiko. Salah satu kelompok berisiko adalah pasien yang menggunakan obat steroid.

"Obat steroid itu kan bisa obat tetes mata steroid maupun dalam bentuk lainnya. Pada pasien asma, alergi, dan autoimun biasanya memakai penggunaan obat steroid untuk mengendalikan penyakit. Itu termasuk faktor risiko glaukoma," tutur Iwan.

Pada pasien asma, Iwan mencontohkan, biasanya dokter paru yang menangani pasien akan berkonsultasi dengan dokter mata bila merasa pasien asmanya perlu menjalani pemeriksaan tekanan bola mata. Pada kondisi tertentu, pasien tersebut perlu secara rutin memeriksakan kesehatan mata sekitar 3-6 bulan sekali untuk mengetahui progres tekanan bola mata serta lapang pandang mata.

"Jika memang ada pasien asma tersebut ada masalah pada mata misalnya glaukoma, kami akan berkirim surat kepada dokter yang memeriksa pasien asma tersebut bahwa obat yang diberikan mulai mengganggu mata," kata Iwan menjawab pertanyaan Liputan6.com. 

Kelompok Berisiko Glaukoma

Selain pengguna obat steroid, berikut kelompok berisiko lainnya yang perlu melakukan deteksi dini glaukoma:

  • Di atas 40 tahun
  • Pernah menjalani operasi bola mata seperti operasi retina
  • Orang dengan tekanan bola mata tinggi
  • Orang dengan diabetes, migrain dan hipertensi
  • Faktor genetik dengan glaukoma
  • Orang dengan rabun jauh dan rabun dekat tinggi

Glaukoma Tidak Hanya Terjadi pada Orang Tua

Iwan mengatakan bahwa glaukoma bisa terjadi pada segala usia, bukan cuma orang tua. 

"Glaukoma dapat terjadi pada siapa saja, ermsuk anak muda dan bahakan bayi baru lahir yang disebut dengan glaukoma kongenital," tuturnya.

Faktor risiko seperti riwayat glaukokam di keluarga serta penyakit tertentu seperti diabetes dan hipertensi bisa meningkatkan risiko terkena glaukoma lebih awal. 

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |