Liputan6.com, Bangkok - Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di ibu kota Thailand, Bangkok, pada Sabtu (28/6/2025) untuk menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra (38), di tengah meningkatnya kemarahan publik terkait sengketa perbatasan dengan Kamboja.
Aksi unjuk rasa ini merupakan protes anti-pemerintah terbesar sejak Partai Pheu Thai yang dipimpin Paetongtarn berkuasa pada 2023. Aksi ini semakin menambah tekanan terhadap Paetongtarn, yang tengah berjuang menghidupkan kembali ekonomi yang melemah serta menjaga keutuhan koalisi pemerintahan yang rapuh menjelang kemungkinan mosi tidak percaya bulan depan.
Para demonstran mengibarkan bendera di sekitar Victory Monument, sebuah tugu peringatan perang di persimpangan jalan yang ramai, dalam aksi yang diselenggarakan oleh United Force of the Land—sebuah koalisi aktivis nasionalis yang selama dua dekade terakhir kerap menggelar aksi menentang pemerintahan yang didukung keluarga Shinawatra.
Meskipun protes-protes sebelumnya tidak secara langsung menyebabkan jatuhnya pemerintahan, tekanan yang ditimbulkan justru memicu intervensi hukum dan kudeta militer pada tahun 2006 dan 2014.
Paetongtarn mengatakan pada Sabtu bahwa dirinya tidak merasa khawatir terhadap unjuk rasa tersebut dan telah menginstruksikan pihak berwenang untuk memastikan agar aksi berlangsung secara damai.
"Itu bagian dari hak masyarakat dan saya tidak akan mengambil tindakan balasan," ujarnya seperti dilansir CNA.
Skandal Telepon Bocor
Paetongtarn, yang kini memimpin koalisi dengan mayoritas tipis setelah keluarnya Partai Bhumjaithai pekan lalu, kemungkinan akan menghadapi mosi tidak percaya saat parlemen bersidang kembali pekan depan.
Partai Bhumjaithai menarik dukungannya terhadap pemerintah pekan lalu dengan alasan adanya risiko kehilangan kedaulatan dan integritas Thailand setelah bocornya rekaman percakapan telepon antara Paetongtarn dan mantan Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen.
Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn tampak berusaha meredakan ketegangan dengan politikus senior Kamboja itu dan mengkritik seorang komandan militer Thailand—garis batas yang sangat sensitif di negara yang militernya memiliki pengaruh besar.
Dia telah meminta maaf atas pernyataannya tersebut.
Paetongtarn juga menghadapi pemeriksaan hukum setelah sekelompok senator mengajukan petisi ke Mahkamah Konstitusi dan lembaga antikorupsi nasional, yang memiliki kewenangan luas, untuk menyelidiki tindakannya terkait rekaman percakapan telepon yang bocor.
Keputusan dari salah satu lembaga tersebut dapat berujung pada pencopotan dirinya.
Hun Sen, yang sebelumnya dikenal sebagai sekutu keluarga Shinawatra, melontarkan serangan publik yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Paetongtarn dan keluarganya dalam pidato panjang yang disiarkan televisi pada Jumat (27/6), menyerukan pergantian pemerintahan di Thailand.
Kementerian Luar Negeri Thailand menyebut pidato tersebut sebagai sesuatu yang "luar biasa", sambil menegaskan bahwa Thailand lebih memilih jalur diplomasi untuk menyelesaikan sengketa bilateral yang semakin memanas.