Teluk Thailand: Arena Baru Perebutan Pengaruh China Vs AS di Indo-Pasifik?

11 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Saat ketegangan antara China dan Amerika Serikat (AS) berlanjut di Laut China Selatan dan Selat Taiwan, bahkan memunculkan kekhawatiran akan pecahnya konflik bersenjata, perairan lain yang juga penting di kawasan Indo-Pasifik, yakni Teluk Thailand, masih terbilang tenang. Namun, situasi ini diperkirakan bisa berubah seiring dengan dimulainya proyek ambisius yang didukung China.

Pada 5 Agustus 2024, Perdana Menteri Kamboja Hun Manet memimpin seremoni peluncuran proyek Kanal Funan Techo, yang akan menghubungkan Phnom Penh langsung ke Teluk Thailand. Analis pertahanan senior RAND Derek Grossman mengatakan, bila kanal ini berhasil diselesaikan, jalur pengiriman barang yang selama ini melalui Vietnam akan berkurang hingga 70 persen. Sementara itu, pendapatan Kamboja diperkirakan meningkat sebesar USD 88 juta per tahun.

Dalam pidatonya saat peluncuran, Hun Manet seperti dikutip dari Khmer Times mengatakan, "Melalui pembangunan kanal bersejarah ini, kami menunjukkan rasa cinta tanah air dan persatuan bangsa. Ini juga bukti nyata bahwa Kamboja adalah negara yang penuh perdamaian, persatuan, serta kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri."

Mengutip CNA, proyek Kanal Funan Techo yang sebelumnya diperkirakan menelan biaya sebesar USD 1,7 miliar dan memiliki panjang 180 kilometer, diakui pemerintah Kamboja pada Jumat (18/4) bahwa nilai proyek tersebut telah direvisi menjadi USD 1,16 miliar dengan panjang 151,6 kilometer.

Namun, proyek Kanal Funan Techo tidak hanya menyangkut kepentingan nasional Kamboja. China, yang mengucurkan dana untuk pembangunannya, juga memiliki kepentingan geopolitik besar.

Kanal Funan Techo, sebut Grossman, berpotensi memberikan China akses langsung ke Teluk Thailand melalui jalur air yang bermula dari wilayah Tibet, menyusuri Sungai Mekong, melewati Myanmar, Thailand, Laos, dan Kamboja.

"Dengan jalur ini, tidak hanya kapal dagang, namun kapal-kapal perang China juga dapat mengakses Teluk Thailand secara langsung," ujar Grossman dalam analisisnya.

Meskipun saat ini proyek Kanal Funan Techo menghadapi hambatan teknis seperti aliran air sungai yang makin sedikit karena banyaknya bendungan China di hulu Mekong dan jalur sungai yang dangkal atau berbatu sehingga perlu diledakkan agar kapal besar bisa lewat, menurut Grossman, hambatan-hambatan itu tidak permanen dan mungkin bisa diatasi seiring waktu.

Jika pembangunan Kanal Funan Techo terealisasi, kehadiran militer China di Teluk Thailand diyakini akan menjadi faktor baru yang berpengaruh besar terhadap stabilitas kawasan.

Keuntungan Strategis China atas Kanal Funan Techo

Grossman meyakini bahwa jika proyek Kanal Funan Techo berhasil, China akan memperoleh tiga keuntungan strategis:

1. Mengurangi Ketergantungan pada Selat Malaka

China telah lama memiliki kekhawatiran yang dikenal sebagai "Dilema Malaka", yaitu kemungkinan bahwa AS dapat menutup Selat Malaka jika terjadi konflik besar, seperti soal Taiwan atau Laut China Selatan. Kanal baru ini memberikan jalur alternatif yang lebih aman dan tidak mudah diintervensi pihak lain.

2. Menghindari Risiko Konfrontasi di Laut China Selatan

Dengan adanya Kanal Funan Techo, kapal-kapal China tidak lagi harus melewati jalur berisiko tinggi di Laut China Selatan maupun berlayar memutar melalui Semenanjung Indochina untuk mencapai Teluk Thailand. Ini bukan hanya menghemat waktu, namun juga mengurangi kemungkinan benturan langsung dengan militer negara lain seperti Vietnam atau AS.

3. Meningkatkan Tekanan Terhadap Vietnam

Selama ini, posisi militer China terhadap Vietnam berfokus di Laut China Selatan, yaitu di sebelah timur Vietnam. Di sana, China sudah membangun pangkalan militer di pulau-pulau buatan dan sering berkonflik dengan Vietnam soal wilayah laut.

Karena itu, Vietnam selama ini mengonsentrasikan kekuatan militernya di arah timur, seperti membangun atau memperkuat pangkalan laut di Cam Ranh Bay dan membuat pulau buatan untuk memperkuat klaim teritorialnya.

Namun jika China masuk dari arah barat, dengan selesainya Kanal Funan Techo, China bisa punya akses militer ke Teluk Thailand yang berada di barat Vietnam.

Artinya, Vietnam tidak hanya perlu menjaga arah timur (Laut China Selatan), namun juga harus mewaspadai ancaman militer baru dari barat. Ini membuat Vietnam harus membagi kekuatan militernya, sehingga tidak bisa sepenuhnya fokus ke satu titik.

Peluang Tambahan bagi China

Keterlibatan China dalam proyek Kanal Funan-Techo dan Pangkalan Angkatan Laut Ream di Kamboja menunjukkan bahwa Teluk Thailand mulai menjadi perhatian penting dalam persaingan kekuatan besar antara China dan AS. Dan potensi keterlibatan China di kawasan ini belum berhenti di situ.

Salah satu contoh lainnya adalah Bandara Internasional Dara Sakor yang baru saja selesai dibangun dengan pendanaan dari China. Bandara ini terletak di pesisir Kamboja dan disebut Grossman memiliki desain mencurigakan, yaitu landasan pacunya memiliki radius belok (turning radius) yang cukup besar untuk menampung pesawat militer, bukan hanya pesawat sipil. Meskipun sampai saat ini belum ada tanda-tanda penggunaan oleh militer, keberadaan infrastruktur seperti ini memicu kekhawatiran bahwa bandara tersebut bisa saja dimiliterisasi di masa depan.

"Terlepas dari dugaan, apa yang kita ketahui saat ini adalah bahwa China sudah aktif secara militer di Teluk Thailand dan proyek-proyek masa depan dapat menawarkan peluang tambahan untuk lebih terlibat di sana," tutur Grossman.

Potensi Proyek Strategis Lain: Terusan Kra

Salah satu proyek yang sejak lama diperbincangkan adalah Terusan Kra, yang akan melintasi tanah genting Kra di Thailand dan menghubungkan Teluk Thailand dengan Teluk Benggala. Jika proyek ini dibiayai dan dibangun oleh China maka ini akan menjadi jalur laut alternatif yang sangat strategis bagi negara itu.

Walau proyek ini belum terealisasi, jika suatu saat diwujudkan, Terusan Kra dinilai Grossman akan menjadi salah satu cara paling signifikan bagi China untuk mengatasi "Dilema Malaka".

Bagaimana Sebaiknya Respons AS?

AS bisa saja merespons China dengan menempatkan kekuatan militernya di kawasan ini.

"Namun, itu justru akan menjadi langkah yang keliru. AS sebaiknya memperkuat hubungan dengan negara-negara di kawasan, terutama Thailand sebagai sekutu resmi, serta mitra strategis lainnya seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan bahkan Kamboja. Tujuannya adalah mencegah agar proyek-proyek infrastruktur yang saat ini bersifat komersial seperti Kanal Funan-Techo dan Bandara Dara Sakor tidak berubah menjadi alat ekspansi militer China," jelas Grossman.

"Tentu saja, ini bukan tugas yang mudah. Banyak negara di kawasan Indo-Pasifik tidak ingin terlibat langsung dalam persaingan antara AS versus China dan mereka berusaha untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua negara besar tersebut. Kamboja secara aktif mendukung China, sementara Thailand memiliki pandangan yang lebih lunak terhadap Beijing, sehingga negara-negara ini tidak mudah diajak bekerja sama dengan AS dalam menanggapi ancaman China."

Grossman menambahkan, "Namun, persepsi regional bisa berubah dengan cepat apabila China mulai menunjukkan tindakan militer yang agresif, seperti patroli bersenjata secara rutin di Teluk Thailand. Untuk saat ini, yang diperlukan dari AS dan sekutunya adalah tetap waspada, menjalin komunikasi yang intensif, dan menyampaikan kekhawatiran mereka secara tepat dan strategis."

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |