Liputan6.com, Seoul - Polisi Korea Selatan pada Kamis (5/12/2024) mengatakan bahwa mereka telah mulai menyelidiki Presiden Yoon Suk Yeol atas tuduhan pemberontakan setelah menerapkan darurat militer yang berlangsung singkat dan mengejutkan dunia.
Jaksa juga sedang menyelidiki menteri dalam negeri dan mantan menteri pertahanan atas keterlibatan mereka, demikian laporan berita Yonhap, Kamis (5/9).
Yoon Suk Yeol menangguhkan pemerintahan sipil pada Selasa (3/12) malam dan mengerahkan pasukan dan helikopter ke parlemen, tetapi anggota parlemen menolak tindakan tersebut dan memaksanya untuk berbalik arah.
Darurat militer hanya berlangsung sekitar enam jam dan partai-partai oposisi bergerak untuk mengajukan mosi pemakzulan pada Kamis (5/12) dengan mengatakan bahwa Yoon "sangat melanggar konstitusi dan hukum".
Pemungutan suara akan dilakukan pada hari Sabtu depan sekitar pukul 19.00 malam waktu setempat.
Usulan tersebut akan dibatalkan jika tidak dipilih dalam waktu 72 jam sejak diperkenalkan di parlemen, tetapi usulan baru dapat diajukan jika usulan saat ini dibatalkan atau ditolak, menurut pejabat Majelis Nasional.
Jo Seoung-iae, juru bicara Partai Demokrat, mengatakan bahwa pemungutan suara pada akan memberikan waktu yang cukup bagi anggota parlemen konservatif untuk merenungkan keputusan mereka tentang apa yang ia gambarkan sebagai "pemberontakan atau kudeta yang tidak konstitusional dan ilegal".
Prospek pemakzulan Yoon tidak jelas karena Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang dipimpinnya memutuskan untuk menentang pengesahan usulan tersebut.
Choo Kyung-ho, pemimpin sidang PPP, mengatakan kepada wartawan bahwa partainya akan mengadakan pertemuan lain untuk menentukan cara menentang pengesahan usulan tersebut.
Mosi untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol dilaporkan ke parlemen Korea Selatan pada Kamis dini hari. Menurut hukum, mosi pemakzulan harus dilakukan pemungutan suara antara 24 dan 72 jam setelah mosi tersebut dilaporkan ke sidang pleno.
Pemakzulan Butuh Dua Pertiga Majelis Nasional
Para pengamat mengatakan, anggota PPP dapat memboikot pemungutan suara di sidang atau memberikan suara menentang usulan tersebut. Pemakzulannya akan membutuhkan dukungan dari dua pertiga Majelis Nasional atau 200 dari 300 anggotanya.
Partai-partai oposisi secara bersama-sama memiliki 192 kursi dan mereka membutuhkan suara tambahan dari PPP.
Beberapa pakar sebelumnya mengatakan mosi tersebut kemungkinan akan disahkan melalui parlemen karena 18 anggota parlemen PPP, yang termasuk dalam faksi anti-Yoon di partai tersebut, telah menolak keputusan darurat militer Yoon bersama dengan anggota parlemen oposisi.
Namun, saat berbicara kepada wartawan, pemimpin PPP Han Dong-hun, dan kepala faksi anti-Yoon mengatakan bahwa ia akan bekerja untuk memastikan bahwa mosi pemakzulan tidak lolos meskipun ia tetap kritis terhadap tindakan Yoon, yang ia gambarkan sebagai "inkonstitusional".
Han mengatakan, ada kebutuhan untuk mencegah kerusakan pada warga negara dan pendukung yang disebabkan oleh kekacauan yang tidak dipersiapkan.
Jika mosi tersebut lolos, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan Mahkamah Konstitusi. Jika hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan umum harus dilakukan dalam waktu 60 hari.
Kekacauan di Korea Selatan
Rencana pemakzulan ini menyusul malam kekacauan setelah Yoon mengumumkan darurat militer dan pasukan bersenjata berusaha memaksa masuk ke gedung Majelis Nasional di Seoul, tetapi kemudian mundur ketika para pembantu parlemen menyemprot mereka dengan alat pemadam kebakaran dan memblokir mereka dengan perabotan.
Komandan pasukan darurat militer mengatakan bahwa ia tidak berniat menggunakan senjata api terhadap masyarakat, dan Wakil Menteri Pertahanan Kim Seon-ho mengatakan tidak ada amunisi aktif yang diberikan kepada pasukan tersebut.
"Rakyat dan para pembantu yang melindungi parlemen melindungi kita dengan tubuh mereka. Rakyat menang, dan sekarang saatnya bagi kita untuk melindungi rakyat," kata Kim dari Partai Demokrat.
Banyak pengunjuk rasa mengatakan bahwa mereka takut akan kembalinya kediktatoran dan darurat militer yang menandai sebagian besar periode pascaperang Korea Selatan.