Liputan6.com, Teheran - Televisi pemerintah Iran pada Selasa (17/6/2025) sore menyerukan kepada publik di negara itu untuk menghapus aplikasi perpesanan WhatsApp dari ponsel pintar mereka, dengan menyebut bahwa aplikasi tersebut mengumpulkan informasi pengguna untuk dikirimkan ke Israel.
Dalam pernyataannya, WhatsApp mengatakan pihaknya khawatir laporan palsu ini akan dijadikan alasan untuk memblokir layanan mereka pada saat masyarakat sangat membutuhkannya. WhatsApp menggunakan enkripsi ujung ke ujung, yang berarti penyedia layanan di tengah-tengah tidak dapat membaca pesan.
"Kami tidak melacak lokasi Anda secara presisi, kami tidak menyimpan log tentang siapa yang saling berkirim pesan, dan kami tidak melacak pesan pribadi yang dikirimkan orang satu sama lain," tambah pernyataan pihak WhatsApp seperti dilansir AP.
"Kami tidak memberikan informasi massal kepada pemerintah mana pun."
Enkripsi ujung ke ujung berarti pesan diacak sedemikian rupa, sehingga hanya pengirim dan penerima yang dapat membacanya. Jika ada pihak lain yang mencegat pesan tersebut, yang akan terlihat hanyalah rangkaian kode acak yang tidak dapat dibuka tanpa kunci khusus.
Kata Ahli Siber
Gregory Falco, asisten profesor teknik di Universitas Cornell dan pakar keamanan siber, menjelaskan bahwa meskipun pesan-pesan di WhatsApp terlindungi dengan enkripsi ujung ke ujung—sehingga isi pesannya tidak bisa dibaca oleh siapa pun selain pengirim dan penerima—masih ada bagian dari data pengguna yang tidak terenkripsi, yaitu metadata.
"Artinya, masih mungkin untuk mengetahui bagaimana seseorang menggunakan aplikasi tersebut dan inilah yang menjadi masalah yang terus muncul, membuat banyak orang enggan menggunakan WhatsApp," kata dia.
Masalah lain adalah soal kedaulatan data, tambah Falco, di mana pusat data yang menyimpan data WhatsApp dari suatu negara belum tentu berada di dalam negara itu sendiri.
"Negara-negara perlu menyimpan data mereka di dalam negeri dan memproses data tersebut secara lokal dengan algoritma mereka sendiri. Karena semakin sulit untuk mempercayai jaringan infrastruktur data global," terang Falco.
WhatsApp dimiliki oleh Meta Platforms, perusahaan induk dari Facebook dan Instagram.
Iran sendiri telah memblokir akses ke berbagai platform media sosial selama bertahun-tahun, namun banyak orang di negara itu menggunakan proxy dan jaringan pribadi virtual atau VPN, untuk mengaksesnya. Iran melarang WhatsApp dan Google Play pada 2022 selama gelombang protes massal terhadap pemerintah menyusul kematian Mahsa Amini yang ditahan oleh polisi moral negara itu. Larangan dicabut pada akhir tahun lalu.
WhatsApp sebelumnya merupakan salah satu aplikasi perpesanan paling populer di Iran selain Instagram dan Telegram.