Liputan6.com, Praha - Seorang diplomat senior Eropa menyatakan bahwa hingga 100 insiden mencurigakan yang terjadi di Eropa tahun ini kemungkinan dapat dihubungkan dengan Rusia. Hal ini terjadi di tengah upaya pejabat Barat yang sedang mencari cara untuk merespons dugaan tindakan sabotase yang dilakukan oleh Rusia.
Menjelang pertemuan dengan rekan-rekan NATO di Brussel, Menteri Luar Negeri Ceko Jan Lipavsky menegaskan bahwa Eropa harus mengirimkan pesan tegas kepada Rusia bahwa tindakan ini tidak bisa diterima.
"Tahun ini ada 500 insiden mencurigakan di Eropa. Sekitar 100 di antaranya bisa dikaitkan dengan serangan hibrida Rusia, spionase, dan operasi pengaruh," kata Lipavsky seperti dikutip dari The Guardian, Kamis (5/12/2024).
Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte mengatakan bahwa Rusia dan China berusaha melemahkan negara-negara Barat melalui sabotase, serangan siber, dan memanfaatkan pasokan energi sebagai alat untuk memberi tekanan.
Rutte juga menyatakan bahwa NATO telah sepakat untuk melakukan langkah-langkah lebih lanjut, seperti pertukaran intelijen yang lebih baik, latihan yang lebih banyak, perlindungan infrastruktur kritis yang lebih baik, dan peningkatan pertahanan siber.
Di Berlin, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan negaranya menghadapi ancaman sabotase dari Rusia dan China. Dia menekankan pentingnya kesiapan negara untuk menghadapi serangan dan menjadi lebih tangguh.
Eropa telah menghadapi serangkaian insiden seperti serangan siber, pembakaran, sabotase, dan bahkan plot pembunuhan. Tujuan dari tindakan ini, menurut pejabat keamanan, adalah untuk menimbulkan kekacauan, memperburuk ketegangan sosial, dan mengganggu pasokan militer ke Ukraina.
Kekhawatiran terhadap serangan hibrida Rusia meningkat setelah Barat menyetujui penggunaan rudal jarak jauh Amerika Serikat (AS) dan Inggris oleh Ukraina untuk menyerang Rusia.
Rutte memperingatkan bahwa serangan hibrida Rusia semakin meningkat, dan saat ini Rusia telah memindahkan fokus serangan mereka dari Ukraina ke wilayah Baltik, Eropa Barat, dan bahkan ke kawasan utara.
Plot Pembunuhan
Layanan intelijen Eropa saat ini tengah menyelidiki sejumlah dugaan operasi yang dilakukan oleh Rusia.
Swedia memimpin penyelidikan atas sabotase dua kabel bawah laut di Laut Baltik, yang diyakini sengaja diputus dengan cara menyeret jangkar kapal di dasar laut.
Di Inggris, pengadilan sedang menyelidiki kasus sebuah jaringan mata-mata yang telah menyelundupkan rahasia ke Rusia selama hampir tiga tahun.
Polisi juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan mata-mata Rusia dalam pengiriman alat peledak ke beberapa negara Eropa.
Ancaman yang paling serius adalah plot pembunuhan terhadap Armin Papperger, CEO Rheinmetall, perusahaan Jerman yang turut membantu Ukraina.
Kepala intelijen luar negeri Jerman Bruno Kahl menyatakan bahwa sabotase tersebut berpotensi mendorong NATO untuk mengaktifkan Pasal 5, yang mengharuskan adanya pertahanan bersama.
Beragam ancaman yang luas ini menjadi tantangan besar bagi negara-negara Barat dalam mengerahkan sumber daya untuk melawan agresi Rusia.
Seorang mantan pejabat senior pertahanan Eropa menyatakan bahwa sangat sulit untuk sepenuhnya menghadapi perang hibrida Rusia yang terus berkembang. Pejabat tersebut menambahkan bahwa Barat selama ini meremehkan kegiatan hibrida Rusia, yang menyebabkan kehilangan waktu berharga untuk meningkatkan kerja sama intelijen dan memperkuat pertahanan.
Beberapa negara kini terpaksa mengandalkan lembaga swasta untuk menjaga keamanan wilayah mereka. Sebagai contoh, Belanda berencana untuk melibatkan perusahaan pelayaran swasta guna memperkuat keamanan di Laut Utara.
Peningkatan aktivitas Rusia terjadi setelah pengusiran 450 agen intelijen Rusia yang menyamar sebagai diplomat. Tanpa jaringan mata-mata tradisional, Rusia disebut lebih mengandalkan metode yang lebih berisiko, seperti memanfaatkan jaringan kriminal untuk melakukan sabotase.