Dampak jika Iran Tutup Selat Hormuz Akibat Konflik dengan Israel

2 weeks ago 23

Liputan6.com, Teheran - Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran akan perang besar-besaran antara Iran dan Israel, kini muncul kabar ancaman Teheran akan melakukan penutupan Selat Hormuz.

Ini bukan pertama kalinya Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz untuk lalu lintas sebagai balasan.

Apa dampak penutupan Selat Hormuz?

Laporan First Post yang dikutip Selasa (17/6/2025) menyebut Selat Hormuz adalah jalur penting bagi pengiriman produk minyak. Selat Hormuz dilalui sekitar 20 juta barel minyak per hari.

Energy Information Administration (EIA) atau Badan Informasi Energi AS menyatakan bahwa aliran minyak melalui Selat Hormuz rata-rata 21 juta barel per hari pada tahun 2022, sekitar 21 persen dari perdagangan minyak mentah global.

Lebih jauh lagi, anggota OPEC Arab Saudi, Iran, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak juga tercatat mengekspor sebagian besar minyak mentah mereka melalui selat tersebut, terutama ke Asia.

Selain itu, sepertiga dari liquified natural gas (LNG) atau gas alam cair dunia melewati jalur tersebut.

Karena itulah selat tersebut penting, bahkan banyak yang menyebutnya sebagai jalur minyak dunia.

Jika jalur tersebut ditutup, maka pengiriman minyak dunia pun akan terganggu yang pada akhirnya bisa berdampak pada harga melonjak.

Para ahli mencatat bahwa gangguan apa pun, bahkan yang kecil, dapat secara signifikan menaikkan harga energi global, menaikkan biaya pengiriman, dan menyebabkan keterlambatan pasokan yang substansial.

Bahkan, para ahli energi yang berbicara kepada Reuters mengatakan bahwa setiap blokade atau gangguan signifikan dapat mendorong harga minyak "jauh di atas $100 per barel".

Bisakah Iran Menutup Selat Hormuz?

Meskipun Iran secara hukum mengendalikan Selat Hormuz pada titik tersempitnya, konvensi internasional menyatakan Iran tidak diizinkan bertindak dengan mengorbankan hak lintas kapal asing. Namun, itu tidak berarti Iran tidak menggunakan Selat Hormuz sebagai daya ungkit dalam perselisihan dengan negara lain atau untuk menyatakan ketidakpuasannya terhadap sanksi terhadapnya.

Seperti yang dikatakan Anas Alhajji, mitra pengelola di Energy Outlook Advisors, kepada CNBC, "Mari kita bersikap realistis tentang Selat Hormuz. Pertama-tama, sebagian besarnya berada di Oman, bukan di Iran. Kedua, Selat Hormuz cukup lebar sehingga Iran tidak dapat menutupnya."

Namun, hal itu tidak menghentikan Iran untuk menyebabkan gangguan dengan mengganggu kapal-kapal di Selat Hormuz. Misalnya, pada Mei 2022, Iran menyita dua kapal tanker Yunani dan menahannya selama enam bulan sebagai tanggapan atas penyitaan kapal Iran oleh otoritas Yunani dan AS.

April lalu, beberapa jam sebelum melancarkan serangan pesawat nirawak dan rudal ke Israel, Korps Garda Revolusi Islam Iran menyita sebuah kapal kontainer yang terkait dengan Israel di dekat Selat Hormuz. Saat itu, Teheran mengklaim bahwa kapal tersebut telah melanggar aturan maritim, tetapi para ahli mengatakan bahwa hubungan Israel dengan kapal tersebut adalah alasan penangkapannya.

Apakah Iran Akan Menutup Selat Hormuz?

Laporan First Post menyebut sepertinya Iran menggunakan taktik lama dengan mengancam akan menutup Selat Hormuz daripada benar-benar melakukannya. Ada sejumlah alasan mengapa analis yakin bahwa Teheran tidak akan benar-benar melanjutkan langkah tersebut. Mengapa?

Pertama, laporan tersebut menyebut Israel adalah satu-satunya negara di kawasan tersebut yang tidak akan menghadapi konsekuensi langsung dari blokade Selat Hormuz. Menurut Arab News, seluruh perkiraan konsumsi minyak mentah negara Yahudi tersebut sebanyak 220.000 barel per hari berasal dari Mediterania, dari negara-negara termasuk Azerbaijan (diekspor melalui jalur pipa Baku–Tbilisi–Ceyhan, yang membentang melalui Turki ke Mediterania timur), AS, Brasil, Gabon, dan Nigeria.

Ini berarti bahwa Israel tidak akan terpengaruh oleh langkah tersebut, bahkan banyak analis yang menunjukkan fakta bahwa hal itu akan merugikan ekonomi Iran sendiri mengingat negara itu bergantung pada jalur air tersebut untuk ekspor minyaknya.

Kedua, penutupan Selat Hormuz akan mengakibatkan Iran mengundang kemarahan Tiongkok. Beijing adalah mitra dagang terbesar Iran dan pelanggan minyak terbesar Iran. Seperti yang dikatakan Ellen Wald, Presiden Transversal Consulting, kepada CNBC, “Tiongkok tidak ingin aliran minyak dari Teluk Persia terganggu dengan cara apa pun, dan Tiongkok tidak ingin harga minyak naik. Jadi, mereka akan mengerahkan seluruh kekuatan ekonomi mereka untuk melawan Iran.”

Sekarang dengan meningkatnya konflik, beberapa pihak mencatat bahwa ada kemungkinan kecil Iran akan melakukan tindakan ekstrem ini. Amena Bakr, kepala wawasan Timur Tengah dan OPEC+ di Kpler, dikutip mengatakan, “[Menutup selat] adalah semacam skenario ekstrem, meskipun kita berada dalam situasi ekstrem. Jadi, itulah sebabnya saya tidak mengesampingkan opsi itu sama sekali. Kita perlu mempertimbangkannya.”

Apa Itu Selat Hormuz?

Selat Hormuz adalah jalur air sempit namun penting yang terletak di antara Iran dan Oman. Selat ini menghubungkan Teluk Persia di sebelah utara dengan Teluk Oman di sebelah selatan, dan terus memanjang hingga ke Laut Arab. Selat Hormuz panjangnya hampir 161 kilometer dan lebarnya 33 km di titik tersempit, dengan jalur pelayarannya hanya selebar tiga km di kedua arah.

Selat ini cukup dalam untuk kapal tanker minyak mentah terbesar di dunia, dan digunakan oleh produsen minyak dan gas utama di Asia Barat — dan para pelanggan mereka. Setiap saat, ada beberapa lusin kapal tanker yang sedang menuju Selat Hormuz, atau meninggalkannya.

Berdasarkan hukum PBB, negara-negara dapat menjalankan kendali hingga 12 mil laut (13,8 mil) dari garis pantai mereka, yang berarti bahwa pada titik tersempitnya, selat dan jalur pelayarannya sepenuhnya berada di perairan teritorial Iran dan Oman.

Read Entire Article