Trump Telepon PM Jepang di Tengah Memanasnya Hubungan dengan China, Ini yang Dibahas

1 day ago 10

Liputan6.com, Tokyo - Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengungkapkan pada hari Selasa (25/11/2025) bahwa ia menerima telepon dari Donald Trump tidak lama setelah presiden Amerika Serikat (AS) itu selesai berbicara dengan pemimpin Tiongkok Xi Jinping.

"Presiden Trump mengatakan kepada saya bahwa dia dan saya adalah teman yang sangat baik dan bahwa saya boleh menghubunginya kapan saja," kata Takaichi, seorang konservatif garis keras, dalam pernyataan singkat kepada para wartawan di kantor perdana menteri di Tokyo seperti dikutip dari CNA.

Namun, Takaichi tidak menyebutkan apakah mereka membahas tentang Taiwan.

Gedung Putih pada hari Selasa mengonfirmasi adanya panggilan telepon tersebut, namun tidak memberikan rincian.

Baru beberapa minggu menjabat sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang, Takaichi membuat China marah setelah menyatakan bahwa Jepang bisa merespons secara militer jika Tiongkok berupaya merebut kendali atas Taiwan—pulau yang dianggap Beijing bagian dari wilayahnya.   

Komentar Takaichi awal bulan ini melanggar kebijakan lama Jepang tentang ambiguitas strategis—yakni sikap tidak menyatakan secara tegas apakah Jepang akan terlibat secara militer dalam konflik terkait Taiwan. Takaichi menggarisbawahi bahwa serangan Tiongkok terhadap Taiwan dapat menjadi situasi yang mengancam kelangsungan hidup bagi Jepang sehingga mengharuskan penggunaan kekuatan.   

Tiongkok menanggapi dengan kemarahan dan menekan Jepang secara ekonomi.

Pada hari Minggu (23/11), Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi mengatakan bahwa Takaichi melintasi garis merah. Ia menyatakan pihaknya akan menanggapi secara tegas tindakan Jepang dan bahwa semua negara memiliki tanggung jawab untuk mencegah kebangkitan kembali militerisme Jepang.

Menurut Takaichi, dalam pembicaraan teleponnya dengan Trump, presiden AS itu menjelaskan kepadanya isi percakapan yang ia lakukan dengan Xi pada malam sebelumnya, serta kondisi terkini hubungan AS–Tiongkok. Ia menambahkan bahwa ia dan Trump juga membahas penguatan aliansi Jepang–AS, beserta perkembangan dan tantangan yang sedang dihadapi kawasan Indo-Pasifik.

"Kami menegaskan koordinasi erat antara Jepang dan AS," ungkapnya.

Namun, ia menolak memberikan rincian lain mengenai pembicaraannya dengan Trump, dengan alasan protokol diplomatik.

Jepang berupaya meredakan ketegangan dengan Tiongkok, tetapi Beijing tidak menunjukkan tanda-tanda melunakkan kemarahannya. Tiongkok telah membatalkan pertemuan resmi maupun kegiatan pertukaran non-resmi — seperti kunjungan atau kerja sama antar lembaga dan kelompok masyarakat — dan bahkan menyarankan warganya untuk tidak bepergian ke Jepang.

Jepang menolak tuntutan Tiongkok agar Takaichi menarik kembali komentarnya, dengan mengulangi bahwa dukungannya terhadap penyelesaian damai isu Selat Taiwan tidak berubah.

AS tidak mengambil posisi mengenai kedaulatan pulau yang mengatur dirinya sendiri itu, tetapi menentang penggunaan kekuatan untuk merebut Taiwan. Trump mempertahankan ambiguitas strategis mengenai apakah pasukan AS akan dikerahkan jika terjadi perang di Selat Taiwan.

Trump belum mengatakan apa pun secara terbuka tentang Taiwan, sedangkan pernyataan Tiongkok menyebutkan Trump memberi tahu Xi bahwa AS memahami betapa pentingnya isu Taiwan bagi Tiongkok.

Perselisihan antara kedua negara Asia Timur itu telah meluas ke tingkat internasional setelah China membawa sengketanya dengan Jepang ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di sana, kedua pihak saling menuduh bahwa pernyataan lawan adalah keliru.

Read Entire Article