Liputan6.com, Jakarta Etika penelitian dalam pelibatan kelompok rentan seperti penyandang disabilitas menjadi hal penting yang perlu diketahui para peneliti.
Untuk itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kebijakan Publik (PRKP) menyelenggarakan diskusi yang disebut Forum Teras KAPE ke-16. Forum ini digelar guna berbagi pengalaman tentang etika penelitian dalam pelibatan kelompok rentan.
Kepala PRKP BRIN, Yanuar Farida Wismayanti, menekankan pentingnya berbagi pengalaman dalam meningkatkan metodologi-metodologi penelitian dan kompetensi peneliti.
Forum ini, lanjut Yanuar, membahas aspek etika dalam penelitian yang melibatkan kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas, perempuan, dan anak-anak.
“Melalui kegiatan ini, kita berharap nantinya bisa mendapatkan informasi dan lebih memperkuat terhadap yang sudah kita lakukan selama ini, khususnya dalam pengembangan riset dan inovasi,” kata Yanuar dalam keterangan yang dipublikasi di laman BRIN pada 24 Februari 2025.
Tak hanya peneliti, diskusi juga memiliki tujuan meningkatkan kompetensi dosen dan akademisi terkait prinsip etika penelitian. Khususnya, ketika melibatkan kelompok rentan seperti anak-anak, disabilitas, perempuan, dan komunitas marginal lainnya.
“Kali ini kita akan membahas mekanisme klirens etik dan perizinan riset asing, serta regulasi. Perlu dipahami bahwa persetujuan etik harus diperoleh sebelum penelitian dimulai agar riset berjalan sesuai standar integritas dan keadilan,” ujar Yanuar.
Maka dari itu, kegiatan ini sekaligus membahas sistem registrasi lembaga riset dan kebijakan perizinan bagi peneliti asing termasuk saat meneliti soal kelompok rentan.
Sisi Terang kali ini menghadirkan proses perjalanan para disabilitas netra dalam belajar Al-Qur'an Braille. Selain simak pula bagaimana proses pembuatan Al-Qur'an Braille yang telah didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia.
Mengenal Klirens Etik Penelitian
Melansir laman Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, klirens etik adalah instrumen untuk mengukur keberterimaan secara etik suatu rangkaian proses penelitian.
Ini mencakup penilaian oleh komisi etik untuk memastikan bahwa penelitian memenuhi prinsip-prinsip etika yang diperlukan sebelum dilaksanakan. Klirens etik juga berfungsi sebagai pegangan bagi peneliti dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian ilmiah.
Dalam diskusi BRIN, Direktur Tata Kelola Perizinan Riset dan Inovasi BRIN, Mila Kencana, memaparkan prosedur klirens etik dan perizinan riset asing berdasarkan UU No. 11 tahun 2019. Ia menjelaskan alur pengajuan melalui sistem daring yang meliputi verifikasi dokumen, penilaian komisi etik, dan persetujuan sebelum riset dimulai.
Mila mengungkapkan, BRIN telah membentuk lima komisi etik independen sesuai bidangnya yaitu sosial-humaniora, kesehatan, nuklir, dan lain-lain. Hal itu untuk menilai kelayakan etik penelitian.
“Persetujuan etik wajib diperoleh sebelum riset dilakukan guna menjamin prinsip keamanan, keadilan, dan kebermanfaatan bagi subjek,” terangnya.
Riset Kolaborasi Asing dan Kriteria Kelompok Rentan
Untuk riset kolaborasi asing, sambung Mila, diperlukan izin dari BRIN. Tentunya dengan memenuhi syarat kelengkapan dokumen seperti proposal, paspor, serta perjanjian kerja sama.
Ia menambahkan, risiko penelitian harus wajar dan masuk akal. Kemudian desain penelitian juga memenuhi persyaratan ilmiah, juga tidak merugikan atau tidak dengan sengaja merugikan.
Lebih spesifik ke kelompok rentan, Mila menyebutkan kriterianya, yakni:
- anak berusia di bawah 18 tahun;
- wanita hamil;
- wanita yang tinggal dalam hubungan tidak setara;
- orang dengan latar belakang kondisi sosial ekonomi yang miskin;
- orang yang mengalami trauma;
- orang yang melakukan kejahatan termasuk narapidana, residivis teroris, pengguna narkoba atau orang dengan ketergantungan obat;
- orang yang hidup dengan HIV dan AIDS;
- individu yang berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas; serta
- individu yang mendapatkan stigma LGBT atau penganut yang dikucilkan.
“Itu adalah kelompok-kelompok rentan yang dikategorikan di dalam klirens etik sosial maupun kesehatan,” papar Mila.
Klirens Etik untuk Riset yang Libatkan Kelompok Rentan
Mila menjelaskan, klirens etik untuk riset yang melibatkan kelompok rentan merujuk pada klirens etik yang melibatkan manusia. Di antaranya klirens etik bidang sosial humaniora, dan klirens etik bidang kesehatan.
Untuk mengimplementasikan itu, maka Mila berharap agar para periset memperkuat kesadarannya dalam menerapkan etika penelitian. Sekaligus memastikan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Untuk itu, ia menyarankan agar selalu mengakses informasi lengkap terkait prosedur klirens etik melalui laman resmi BRIN.