Liputan6.com, Jakarta Pemerintah harus hadir untuk anak-anak dengan autisme dan memastikan bahwa mereka mendapatkan hak layaknya anak lain.
Hal ini disampaikan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji.
“Pemerintah mesti hadir untuk anak dengan autis untuk mendapatkan hak yang sama seperti anak yang lain,” kata Wihaji dalam Webinar Kelas Orang Tua Hebat (KERABAT) Seri 11 yang ditayangkan secara live di Youtube BKKBN Official, Kamis (14/11/2024).
Menurut Wihaji, setiap anak termasuk yang menyandang disabilitas seperti autisme adalah anugerah dari Tuhan.
“Saya meyakini kita semua ini given, pemberian dari Tuhan. Siapapun yang keluar dari rahim itulah amanah Tuhan. Ada salah satu amanah Tuhan yang lahir dengan kategori autis,” ujarnya.
Dia tak memungkiri, orangtua dengan anak autisme membutuhkan kesabaran lebih dan pengetahuan yang baik dalam mendampingi buah hati.
Senada dengan Wihaji, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Kemendukbangga/BKKBN, Nopian Andusti, menyebutkan bahwa anak dengan autisme harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh pemenuhan atas kebutuhan dasar secara layak dan berkualitas melalui pengasuhan yang tepat.
"Tentu orang tua perlu mengetahui dan memahami mulai dari deteksi dini anak dengan autisme sampai dengan cara apa saja yang bisa dilakukan untuk stimulasi perkembangannya," ujar Nopian.
Peneliti dari Universitas Michigan berencana untuk mempelajari anak-anak yang memiliki gangguan ekstrim autisme dalam mendeteksi bahaya di jalan.
Autisme Gejala Ringan Kerap Sulit Didiagnosis
Diketahui bahwa autisme adalah disabilitas perkembangan yang tidak terdiri hanya dari satu macam, melainkan berupa spektrum. Artinya, kondisinya bisa ringan hingga berat pada setiap orang.
Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa kesulitan dalam diagnosis autisme sering terjadi.
Dokter spesialis saraf anak, Prof. Hardiono D. Pusponegoro, dalam acara yang sama menjelaskan bahwa gejala autism yang berat justru lebih mudah dideteksi. Sedangkan, untuk gejala ringan membutuhkan bantuan profesional.
“Bahkan seringkali disertai dengan keadaan lain, serta berubah gejala seiring bertambahnya umur dan terapi,” kata Hardiono sebagai pembicara dalam webinar tersebut.
“Kalau bicara tentang autisme, sebetulnya gejalanya ada dua. Satu, gangguan interaksi dan gangguan komunikasi untuk kebutuhan sosialnya. Yang kedua, anak ini melakukan perilaku yang itu-itu saja, tidak berubah dan diulang dalam waktu yang tidak wajar. Gejalanya sejak kecil di bawah umur 1 tahun sudah mulai kelihatan,” tambah Hardiono.
Mengenal Tanda-Tanda Autisme
Lebih jauh, Hardiono menjabarkan bahwa defisit komunikasi-interaksi sosial ini memiliki tiga gejala. Yaitu, defisit sosial-emosional timbal balik, defisit komunikasi verbal-non verbal untuk interaksi sosial, dan defisit memulai dan memelihara interaksi sosial.
“Kalau kita main sama anak-anak kan (harusnya) akan melihat kita dan menjawab juga. Tapi ini tidak ada timbal baliknya. Kemudian bahasa tubuhnya kurang dipakai untuk berinteraksi. Kalau dia sudah bisa bicara dia sulit untuk memulai pembicaraan, memulai interaksi. Baru interaksi sebentar sudah hilang lagi,” paparnya.
Hardiono menambahkan, seorang anak bisa dicurigai menyandang autisme jika terdapat dua dari beberapa gejala berikut:
- Cara bicara tak biasa atau enggan bicara.
- Gerakan atau penggunaan objek yang repetitif atau berulang-ulang.
- Keterikatan terhadap rutinitas.
- Kesulitan dalam menerima perubahan.
- Minat terbatas dengan intensitas atau fokus abnormal.
- Hiper atau hipo reaktif terhadap input sensoris atau minat abnormal terhadap aspek sensoris dari lingkungan (Sensory Processing Disorder).
Skrining Awal Autisme Kini Bisa Via Online
Terkait waktu yang tepat untuk dilakukan skrining, Hardiono mengatakan bisa sejak dini, karena gejalanya sudah mulai terlihat sejak kurang dari umur tiga tahun. Bahkan bisa di bawah umur 1 tahun.
“Skrining ini bukan diagnosis ya, hanya menentukan bahwa ada kecurigaan terhadap autisme,” katanya.
“Bisa juga anak autisme ini awalnya normal, sampai setahun setengah tiba-tiba setop. Perkembangannya setop, regresi, anaknya jadi nggak bisa ngomong, semua perkembangannya jadi kurang,” ujarnya.
Hardiono menyebut bahwa ketika ke dokter anak, seharusnya dilakukan skrining perkembangan terhadap semua anak.
“Skrining apa saja itu bisa mendeteksi autisme walaupun tidak terlalu akurat,” tambahnya.
Ia pun membagikan tautan kuesioner Early Screening of Autistic Trait (ESAT) untuk skrining mandiri yakni https://form.jotform.com/hardiono/ESAT. Dengan skrining awal ini, orangtua bisa melihat ada tidaknya gejala mencurigakan dari gangguan spektrum autisme (ASD).