Kelompok Disabilitas Intelektual Dinilai Sangat Rentan Kena Dampak Konsumsi Rokok

2 days ago 6

Liputan6.com, Jakarta Kelompok disabilitas rentan terkena dampak bahaya rokok. Selain perokok pasif, penyandang disabilitas juga kerap menjadi perokok aktif.

“Ada kelompok disabilitas yang sangat rentan terkena (dampak) konsumsi rokok, salah satunya adalah disabilitas intelektual dan disabilitas kognitif. Jadi, kampanye anti rokok juga harus diprioritaskan bagi penyandang disabilitas,” kata Peneliti di LSPR Centre for ASEAN Autism Studies, Hersnita, Ph.D dalam talkshow di Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.

Tak hanya rokok konvensional, penggunaan rokok elektrik di kalangan remaja disabilitas secara global mulai 2020 mengalami peningkatan.

“Padahal, risiko dari konsumsi rokok elektrik maupun konvensional sama-sama meningkatkan dampak negatif yang cukup besar terhadap fisik, aspek kesehatan dan juga finansial. Yang pada akhirnya semakin meningkatkan kesenjangan bagi para penyandang disabilitas,” papar Hersnita.

Dia menambahkan, riset di Amerika menunjukkan bahwa rokok elektrik atau vape dianggap sebagai hal yang trendy atau gaul di kalangan remaja.

“Ini mungkin membutuhkan riset-riset lagi, apa sih sebetulnya faktor-faktor yang memicu mereka untuk mengonsumsi rokok elektrik dan juga rokok konvensional.”

Rokok elektrik juga kerap dianggap memiliki risiko yang lebih kecil dibandingkan dengan rokok biasa. Padahal, Hersnita menyatakan bahwa anggapan ini keliru.

“Kemenkes di 2022 menunjukkan bahaya rokok elektrik dan konvensional sama sebenarnya, karena sama-sama mengandung bahan yang beracun, karsinogen yang bisa memicu kanker lewat aktivitas merokok,” kata Hersnita.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji menyoroti Pasal 435 yang tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024. Jika pasal 435 diterapkan, pelaku industri hasil tembakau (IHT) legal be...

Dampak Rokok bagi Anak Termasuk yang Menyandang Disabilitas

Anak-anak yang terpapar asap rokok di lingkungan rumah, sekolah, atau tempat umum berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan serius. Seperti gangguan pernapasan, asma, infeksi saluran pernapasan, dan gangguan perkembangan otak.

Dampak ini bisa jauh lebih berat bagi anak penyandang disabilitas yang sudah memiliki keterbatasan atau kondisi medis tertentu.

Selain itu, anak penyandang disabilitas mungkin tidak memiliki pemahaman penuh tentang bahaya rokok, atau kesulitan untuk menghindari paparan rokok dalam kehidupan sehari-hari.

Iklan Rokok Makin Mudah Diakses

Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4 persen di antaranya perokok berusia 10-18 tahun.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi yang hadir secara daring mengatakan, saat ini iklan, sponsor, dan promosi rokok sangat mudah diakses oleh masyarakat. Termasuk oleh anak-anak dan remaja melalui berbagai platform.

Sebanyak 65,2 persen masyarakat bisa melihat iklan promosi rokok di tempat-tempat penjualan. Sementara, 56,8 persen melihat iklan rokok melalui televisi, video, dan film.

“Tak henti di situ, 60,9 persen iklan juga ditemui di media luar ruangan. Dan 36,2 persen melalui internet atau media sosial,” kata Nadia yang hadir secara daring di Seminar “Lindungi Anak Penyandang Disabilitas dari Bahaya Rokok,” di LSPR Sudirman Park Campus, Jakarta.

Tarif Cukai Rokok Tak Naik di 2025

Di tengah kerentanan penyandang disabilitas dan anak-anak terhadap dampak negatif rokok, ada kabar yang memicu kekecewaan beberapa pihak. Yakni soal tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tidak akan mengalami kenaikan pada 2025.

Ini adalah keputusan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2024 tentang tarif cukai hasil tembakau berupa rokok elektronik dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Serta PMK Nomor 97 Tahun 2024 tentang tarif cukai hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot dan tembakau iris. Namun, melalui kedua peraturan tersebut, pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok konvensional dan elektronik.

Menurut Ketua Bidang Hukum dan Advokasi dari Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Tulus Abadi, langkah pemerintah tidak menaikkan cukai rokok tahun depan keliru.

“Sepertinya ada barter politik, bentuk intervensi industri rokok kepada pemerintah, maka cukai tidak naik. Kesehatan publik saat ini terancam karena prevalensi perokok anak masih tinggi; juga prevalensi perokok dewasa. Ini memicu penyakit-penyakit katastropik yang menggerus anggaran negara,” kata Tulus dalam keterangan pers, Rabu (18/12/2024).

Dengan tidak menaikkan cukai rokok, lanjut Tulus, pemerintah seperti tidak memiliki upaya untuk mengendalikan kesehatan publik yang seharusnya menjadi modal utama untuk mewujudkan generasi emas.

Karena itu, Tulus mendorong pemerintah tidak galau mereformasi sistem cukai produk tembakau. Antara lain dengan penyederhanaan golongan, mendekatkan jarak tarif antar-golongan, serta mewajibkan harga penjualan rokok 100 persen HJE.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |