, Berlin - Apa minuman favorit Anda, teh atau kopi?
Laporan DW Indonesia yang dikutip Senin (21/10/2024) menyebut teh dan kopi adalah barang mewah. Keduanya sama-sama mengandung kafein. Manusia tak membutuhkannya untuk bertahan hidup, tetapi banyak yang merasa tidak dapat hidup tanpa asupan kafein panas yang mengepul setiap hari ini.
Teh adalah minuman kedua yang paling banyak dikonsumsi setelah air, dan kopi membuntuti tidak jauh di belakang teh. Dan budaya manusia berakar pada kedua minuman tersebut.
Menelusuri asal-usul kopi, kita dibawa kembali ke Ethiopia abad ke-9, di mana legenda mengatakan bahwa seorang penggembala kambing bernama Kaldi menemukan efek imbuhan energi dari buah kopi secara tidak sengaja.
Asal-usul teh berakar di Tiongkok kuno, di mana tokoh mitos Shen Nong dikatakan telah secara tidak sengaja meracuni dirinya sendiri, dan diselamatkan oleh daun teh yang jatuh ke mulutnya.
Butuh waktu yang lama, tetapi kedua minuman yang membikin ketagihan itu akhirnya sampai di Eropa pada abad ke-17 dan menjadi minuman pilihan di kedai kopi dan teh tempat para intelektual publik bertemu untuk membahas berbagai isu terkini.
Begitu populernya "minuman yang membuat ketagihan" ini, perdagangannya turut memicu perluasan kekuasaan wilayah dalam bentuk kolonialisme.
Saat ini, minuman-minuman ini dibudidayakan secara intensif, diolah, dikemas, dan dikirim ke seluruh dunia, sehingga meninggalkan jejaknya pada lingkungan dalam prosesnya.
Jejak Lingkungan Teh dan Kopi Dipengaruhi Faktor Berikut:
Dampak minuman-minuman ini dapat bervariasi tergantung pada sejumlah faktor.
Namun, ada beberapa penelitian yang mengamati seluruh siklus hidup kedua produk tersebut — mulai dari penanaman dan pengangkutan hingga konsumsi dan limbahnya. Temuan-temuan tersebut menyoroti pertanian sebagai aktivitas yang memiliki dampak lingkungan terbesar.
"Tentu saja, setiap perkebunan berbeda," kata Amy Stockwell, seorang analis siklus hidup, yang telah menghabiskan 18 tahun dalam penelitian kopi. "Kopi ditanam di berbagai negara. Cuacanya berbeda. Petani memperlakukan tanaman mereka secara berbeda."
Namun, mekanisasi panen teh dan kopi, irigasi, dan pupuk, yang mengeluarkan nitrogen oksida, gas rumah kaca yang kuat, semuanya berkontribusi terhadap dampak iklim.
Kopi, misalnya, secara tradisional ditanam di bawah naungan pohon lain. Sekarang, kopi sebagian besar ditanam di perkebunan besar yang terkena sinar matahari langsung, yang membutuhkan penggunaan air, pupuk, dan pestisida yang lebih intensif.
Penebangan hutan untuk membuka perkebunan teh dan kopi merupakan faktor lain di sini.
"Sebagian besar penggundulan hutan yang terjadi di negara-negara di belahan bumi selatan, digunakan untuk perkebunan yang menghasilkan tanaman komersial seperti kopi dan teh hitam dan hijau untuk diekspor ke negara-negara di belahan bumi utara seperti Jerman," papar Lena Partzsch, profesor politik komparatif yang berfokus pada lingkungan, iklim, dan rantai pasokan global di Free University, Berlin.
Perkebunan teh mendorong pembukaan hutan di negara-negara seperti Sri Lanka dan India. Namun, kaitan budidaya kopi dengan hilangnya hutan, terdokumentasi dengan baik, dengan sekitar 130.000 hektare hutan hilang setiap tahunnya untuk membuka perkebunan, demikian menurut Barometer Kopi 2023.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Wageningen di Belanda memperkirakan 5% penggundulan hutan dapat dikaitkan dengan budidaya kopi.
Produk-produk tersebut juga harus diolah untuk dikonsumsi. Dampak lingkungan di sini bergantung pada jenis energi yang digunakan — bahan bakar fosil atau energi terbarukan.
Kemudian, transportasi. Meskipun estimasi untuk teh dan kopi berbeda, salah satu faktor penentu adalah apakah produk tersebut diangkut melalui laut atau udara.
Sebuah studi UCL tahun 2021 menemukan bahwa peralihan dari pesawat terbang ke kapal kargo menyebabkan emisi transportasi turun secara signifikan.
Kemasan juga meninggalkan jejak lingkungan. Dampaknya bergantung pada apakah itu plastik, kertas dari sumber yang berkelanjutan, atau dapat didaur ulang.
Kemasan yang dibuang ke tempat pembuangan sampah tempat makanan membusuk dan mengeluarkan gas rumah kaca metana. Limbah kopi merupakan tantangan besar, kata Stockwell.
"Seberapa sering kita menyeduh sepenuh teko kopi dan kemudian hanya meminum setengahnya? Saya pernah melihat beberapa data di masa lalu yang mengatakan, biasanya sepertiga isi teko kopi terbuang sia-sia," kata Stockwell.
Jadi, Lebih Baik Teh atau Kopi?
Nah, ini rumit. Sulit untuk membandingkan satu kilogram teh dengan satu kilogram kopi dan membuat rekomendasi yang pasti karena seperti halnya "produk pertanian lainnya, ada banyak sekali variasinya," kata peminum teh secara rutin, Stockwell.
Namun, para peneliti yang mengamati jejak karbon dari secangkir teh versus secangkir kopi — tanpa gula atau susu — mengatakan bahwa teh lebih unggul, karena kita menggunakan lebih sedikit produk per cangkir. Satu kantong teh mengandung sekitar 2 gram daun teh dan secangkir kopi menggunakan sekitar 7 gram biji kopi.
Jika kita menambahkan susu ke dalam persamaan, kopi juga akan menjadi lebih buruk. Susu sapi memiliki jejak karbon yang besar, dan kita cenderung menambahkannya lebih banyak ke dalam kopi — pikirkan latte dan flat white.
"Saat Anda minum kopi dan teh, keputusan terbesar yang Anda buat adalah susu apa yang Anda masukkan ke dalamnya," kata peminum kopi dan profesor UCL Mark Maslin.
Jadi, beralih ke susu nabati atau minum kopi atau teh hitam adalah salah satu hal yang bisa dilakukan.
Apa lagi yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dampak lingkungan dari teh dan kopi?
"Hanya memanaskan jumlah air yang Anda butuhkan sangatlah penting," kata Stockwell. "Saya selalu mengisi ketel lebih banyak dari yang seharusnya. Dan tentu saja, saya menggunakan energi listrik ekstra untuk memanaskan lebih banyak air daripada yang akan saya gunakan."
Perubahan kecil lainnya termasuk menyimpan produk dalam wadah kedap udara agar tidak basi dan membeli teh daun alih-alih kantong teh celup, yang sering kali mengandung plastik sehingga tidak dapat dikomposkan.
Perusahaan, Petani, dan Pemerintah juga Bisa Berperan
Studi UCL tahun 2021 tentang kopi menemukan bahwa penggunaan lebih sedikit pupuk, pengelolaan air dan energi yang lebih efisien, serta ekspor biji kopi melalui kapal kargo daripada pesawat, dapat memangkas emisi karbon tanaman kopi hingga sekitar 77%.
Bisnis juga dapat menggunakan kemasan yang lebih ramah lingkungan dan energi terbarukan jika memungkinkan. Dan beberapa perusahaan telah mendaftar ke skema sukarela untuk memastikan rantai pasokan mereka berkelanjutan.
Tahun lalu, Uni Eropa mengesahkan undang-undang untuk memaksa bisnis menunjukkan produk seperti kopi dan kakao tidak berasal dari lahan hasil penggundulan hutan.
Itu penting karena konsumsi kopi diprediksi akan berlipat ganda dalam 25 tahun ke depan. Pada saat yang sama, dunia memanas dan area yang cocok untuk budidaya kopi akan berkurang setengahnya. Kopi adalah tanaman yang sensitif.
"Ini sedikit mirip dengan kita. Anda tahu kita suka yang hangat-hangat dan nyaman. Kita suka sedikit kelembapan yang layak. Kita tidak menginginkannya terlalu panas, berkeringat," kata Mark Maslin, seraya menambahkan bahwa kita harus memastikan "seiring meningkatnya permintaan kopi dan teh, kita tidak melakukan penggundulan hutan di area baru untuk produksi tersebut."