Liputan6.com, Jakarta Indonesia terus berupaya mewujudkan masyarakat yang inklusif, di mana setiap individu tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi. Inklusif sendiri berasal dari kata "inclusion" yang berarti mengajak masuk atau mengikutsertakan.
Pemerintah Indonesia menggandeng berbagai pihak, termasuk pemerintah Swiss, untuk mewujudkan tujuan tersebut. Kolaborasi ini diharapkan dapat membuka lebih banyak peluang, khususnya bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Hal ini terungkap dalam pertemuan bilateral dengan Pemerintah Swiss di sela-sela Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour Conference/ILC) sesi ke-113 di Gedung PBB Jenewa.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) aktif menjalin kemitraan dengan berbagai negara, salah satunya Swiss, untuk memperluas akses tenaga kerja. Kerja sama ini tidak hanya berfokus pada tenaga kerja muda dan sektor hijau, tetapi juga pada inklusi penyandang disabilitas.
Melalui penguatan kerja sama bilateral ini, Indonesia ingin memastikan bahwa penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan yang setara dalam dunia kerja. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menciptakan kemandirian ekonomi yang inklusif bagi semua warga negara.
Melansir Antara, Kamis (12/6/2025). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan, “Kami ingin memastikan bahwa kerja sama ini dapat memberi dampak dan afirmasi langsung, khususnya bagi penyandang disabilitas yang kerap menghadapi hambatan dalam dunia kerja, sekaligus bertujuan pada akses yang inklusif pada kemandirian ekonomi.”
Akses Tenaga Kerja Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa penyandang disabilitas seringkali menghadapi berbagai hambatan dalam mencari pekerjaan. Oleh karena itu, Kemnaker berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan ramah bagi penyandang disabilitas.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggandeng Swiss untuk bertukar pengalaman dan praktik terbaik dalam menciptakan sistem ketenagakerjaan yang inklusif. Kerja sama ini diharapkan dapat membantu Indonesia dalam merumuskan kebijakan dan program yang lebih efektif untuk mendukung penyandang disabilitas.
Kerja sama antara Indonesia dan Swiss tidak hanya terbatas pada isu disabilitas, tetapi juga mencakup pengembangan tenaga kerja di sektor energi hijau. Proyek Renewable Energy Skills Development (RESD) adalah salah satu contoh konkret dari kolaborasi ini.
Proyek RESD telah berjalan sejak tahun 2020 dan berlokasi di beberapa Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP) di berbagai daerah di Indonesia. Program ini bertujuan untuk melatih tenaga kerja terampil di bidang energi surya, hidro, dan hibrida.
Namun, proyek ini menghadapi beberapa tantangan, seperti kelengkapan peralatan pelatihan dan pendanaan keberlanjutan. Indonesia berharap dukungan Swiss dalam kelanjutan fase kedua program ini agar manfaatnya dapat terus dirasakan oleh masyarakat lokal.
“Kami percaya, kerja sama bilateral ini menjadi instrumen strategis untuk mendorong ketenagakerjaan yang lebih adil, adaptif, dan inklusif, sesuai arah pembangunan Indonesia ke depan,” kata Yassierli.
Digitalisasi Layanan Ketenagakerjaan yang Inklusif
Indonesia juga mengusulkan digitalisasi layanan ketenagakerjaan publik yang lebih inklusif kepada pemerintah Swiss. Hal ini bertujuan untuk mempermudah akses informasi dan layanan bagi semua masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Digitalisasi ini mencakup peningkatan kapasitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, dan perluasan akses keuangan untuk wirausaha muda binaan Kemnaker. Dengan digitalisasi, diharapkan layanan ketenagakerjaan dapat diakses dengan lebih mudah, cepat, dan efisien.
“Termasuk peningkatan kapasitas petugas pengantar kerja, penguatan sistem pembayaran upah digital, dan perluasan akses keuangan untuk wirausaha muda binaan Kemnaker,” katanya.
Inisiatif ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memanfaatkan teknologi dalam meningkatkan kualitas layanan publik. Digitalisasi diharapkan dapat memangkas birokrasi dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses berbagai layanan ketenagakerjaan.
Kedua negara juga tengah menjajaki kerja sama antar lembaga vokasi di bidang teknologi dan kecerdasan buatan (AI), guna mempersiapkan SDM Indonesia menghadapi tantangan transformasi digital global.
Sistem Pemagangan Swiss sebagai Inspirasi
Menaker Yassierli juga menyampaikan ketertarikan terhadap sistem pemagangan Swiss yang dinilai berhasil membangun jembatan antara pendidikan dan pelatihan vokasi dengan kebutuhan dunia kerja. Sistem ini tidak hanya fokus pada aspek teknis, tetapi juga mengutamakan pendekatan budaya dan partisipasi keluarga.
Indonesia melihat sistem pemagangan Swiss sebagai model yang relevan untuk direplikasi di Indonesia. Dengan mengadopsi sistem ini, diharapkan dapat meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan dunia kerja yang semakin kompetitif.
Sistem pemagangan yang baik akan memberikan kesempatan bagi para peserta untuk belajar langsung dari para profesional di bidangnya. Hal ini akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka, serta mempersiapkan mereka untuk memasuki dunia kerja dengan lebih percaya diri.
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan bilateral ini, kedua negara direncanakan akan menyelenggarakan Labour Tripartite Dialogue kelima pada 21–24 Oktober 2025 di Bern, Swiss. Dialog ini akan menjadi platform untuk membahas lebih lanjut mengenai kerja sama di berbagai bidang ketenagakerjaan.