Liputan6.com, Jakarta Para penyandang disabilitas Sidoarjo menyerukan kampanye #Berikami10% sebagai tanda bahwa difabel berhak diikutsertakan dalam parlemen.
Menurut Ketua LIRA Disability Care (LDC), Abdul Majid, keterlibatan penyandang disabilitas di pemerintahan pusat setidaknya 10 persen menjadi penting untuk menyerap aspirasi para difabel.
Kampanye ini didukung oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep. Dia menyatakan dukungannya terhadap kampanye #Berikami10%, yang menyerukan pemberian kuota 10 persen untuk penyandang disabilitas di parlemen.
Kampanye ini disampaikan secara langsung oleh Abdul Majid kepada Kaesang pada sabtu 23 november 2024 di Surabaya.
Dalam pertemuan tersebut, Majid menekankan betapa pentingnya keterwakilan disabilitas di lembaga legislatif agar suara dan hak-hak penyandang disabilitas dapat diperjuangkan secara lebih maksimal. Ia menyebutkan bahwa selama ini, banyak kebijakan yang belum cukup inklusif bagi disabilitas. Hal ini hanya bisa diubah jika ada keterwakilan disabilitas secara proporsional di parlemen.
Merespons hal ini, Kaesang Pangarep memberikan sambutan positif terhadap inisiatif tersebut. Ia menyatakan bahwa PSI siap memfasilitasi para penyandang disabilitas untuk maju sebagai calon legislatif.
Namun, Kaesang menegaskan bahwa para calon legislatif disabilitas harus siap untuk turun langsung ke masyarakat, berinteraksi dengan konstituen, dan memperjuangkan kepentingan mereka dengan sungguh-sungguh.
“PSI siap memfasilitasi, yang penting kawan-kawan harus mau turun ke lapangan menyapa masyarakat," kata Kaesang dalam keterangan tertulis yang disampaikan Majid kepada Disabilitas Liputan6.com, dikutip Senin (25/11/2024).
KPU pastikan semua masyarakat dapatkan hak pilih dalam Pemilu 2019. Termasuk penderita gangguan jiwa tepatnya disabilitas mental.
Respons Positif Gerakan #Berikami10%
Abdul Majid mengapresiasi respons positif Kaesang dan berharap kampanye #Berikami10% dapat menginspirasi lebih banyak partai politik untuk membuka peluang yang lebih besar bagi disabilitas di dunia politik.
Sementara itu, founder Rumah Kinasih, Edy Cahyono juga mendukung sepenuhnya inisiatif gerakan #berikami10% yang diinisiasi oleh Abdul Majid.
Senada, Ketua Forum Organisasi Disabilitas Jawa Timur, Joko Widodo, juga merespons positif gerakan #berikami10% bagi disabilitas di parlemen.
Pria disabilitas fisik yang akrab disapa Jokowi itu, juga menginginkan banyak wakil disabilitas yang mendapatkan kursi di parlemen dari berbagai tingkatan mulai dari DPR-RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Dengan dukungan dari Kaesang dan PSI, diharapkan upaya untuk mengangkat suara disabilitas di parlemen dapat semakin kuat, dan mewujudkan perubahan yang lebih inklusif di Indonesia,” harap Majid.
Sempat Buat Surat Terbuka untuk Presiden
Sebelumnya, beberapa aktivis disabilitas mempertanyakan tentang nihilnya kuota penyandang disabilitas di parlemen.
Salah satu yang menyuarakan soal hal ini adalah Abdul Majid. Pria penyandang disabilitas netra itu bahkan menulis surat terbuka untuk Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming Raka.
“Dengan hormat, Kami, LSM Lira Disability Care (LDC), mengucapkan selamat atas dilantiknya Bapak Prabowo Subianto sebagai Presiden dan Bapak Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024-2029,” buka surat terbuka yang dibuat Majid, dikutip Jumat (8/11/2024).
“Semoga kepemimpinan Bapak berdua dapat membawa Indonesia menuju kemajuan, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, termasuk penyandang disabilitas,” tambahnya.
Kenapa Kuota 10 Persen Disabilitas di Parlemen Penting?
Melalui surat ini, ia ingin menyampaikan aspirasi terkait pentingnya pengesahan kuota 10 persen bagi penyandang disabilitas di DPR-RI.
“Penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang memengaruhi hidup mereka. Namun, hingga saat ini, representasi mereka di lembaga legislatif masih sangat minim.”
“Oleh karena itu, kami mengajak Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden untuk mendukung inisiatif ini demi menciptakan sistem demokrasi dan politik yang lebih inklusif serta berkeadilan,” paparnya.
Majid pun menjelaskan cara memenuhi kuota 10 persen keterwakilan penyandang disabilitas di parlemen.
“Pemenuhan kuota 10 persen keterwakilan disabilitas di parlemen dapat ditempuh dengan beberapa langkah. Salah satunya adalah dengan mewujudkan peraturan perundang-undangan yang memiliki keberpihakan dan kebijakan afirmasi terhadap peningkatan keterwakilan penyandang disabilitas di parlemen,” jelasnya.
Kebijakan afirmasi (affirmative action) terhadap penyandang disabilitas dalam bidang politik setelah berlakunya perubahan UUD 1945 harus dimulai dengan harmonisasi sistem perundang-undangan paket politik.
“Yaitu harmonisasi antara UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, UU No 13 tahun 2019 tentang MPR-RI, DPR-RI, DPD, dan DPRD, UU Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dengan UU Nomor 08 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.”
Dengan pemenuhan kuota ini, lanjut Majid, diharapkan suara penyandang disabilitas akan lebih terdengar dan kebutuhan mereka dapat diperhatikan dalam kebijakan publik.
“Hal ini juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk memenuhi standar hak asasi manusia dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
“Akhirnya, kami berharap Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden dapat memberikan dukungan dan perhatian yang serius terhadap inisiatif ini,” tulisnya.