900 Suster Kumpul di Vatikan Menanti Hasil Konklaf 2025, Suarakan Peran Perempuan dalam Gereja Katolik

1 day ago 12

Liputan6.com, Vatican City - Ketika para kardinal Gereja Katolik bersiap untuk menggelar konklaf dan memilih penerus Paus Fransiskus, hampir 900 pemimpin ordo religius perempuan dari berbagai belahan dunia berkumpul di Roma dalam pertemuan penting yang digelar International Union of Superiors General (UISG).

Meskipun mereka tidak memiliki hak suara dalam pemilihan Paus, para suster ini menyuarakan harapan besar untuk masa depan Gereja yang lebih inklusif, berbelas kasih, dan terbuka terhadap kepemimpinan perempuan.

Presiden UISG, Suster Mary Barron, membuka pertemuan dengan ajakan reflektif dan penuh semangat kepada para peserta. Ia meminta seluruh suster di dunia — yang jumlahnya lebih dari 650.000 — untuk berdoa demi pemilihan pemimpin Gereja yang tepat.

Lebih jauh, Barron menekankan pentingnya melanjutkan visi pembaruan Gereja yang diwariskan oleh Paus Fransiskus.

"Kita harus tetap waspada dan melakukan bagian kita untuk menjaga nyala api pembaruan Gereja," ujar Barron dalam pidatonya, seperti dikutip AP, Selasa (6/5/2025). 

Pleno UISG tahun ini berlangsung pada waktu yang sangat simbolis — hanya beberapa hari sebelum dimulainya konklaf, di mana 133 kardinal, termasuk 108 yang diangkat oleh Paus Fransiskus, akan berkumpul untuk memilih Paus baru. Gereja Katolik secara tradisional masih membatasi tahbisan imamat hanya bagi laki-laki, sehingga hak suara dalam konklaf pun hanya dimiliki oleh para pria yang menjadi kardinal.

Namun, momentum ini tidak menyurutkan semangat para pemimpin ordo perempuan untuk menyuarakan aspirasi dan membahas peran penting mereka dalam kehidupan Gereja.

Peran Perempuan dalam Gereja Katolik

Salah satu sorotan utama dalam pertemuan ini adalah kehadiran Suster Nathalie Becquart, tokoh penting yang pada tahun 2021 diangkat oleh Paus Fransiskus sebagai Wakil Sekretaris di Kantor Sinode Para Uskup.

Penunjukan Becquart merupakan terobosan bersejarah sebagai perempuan pertama yang menjabat posisi tersebut di Vatikan.

Selain Becquart, Paus Fransiskus juga menunjuk Suster Raffaella Petrini sebagai Sekretaris Jenderal Negara Kota Vatikan. Kedua penunjukan ini menandai langkah penting dalam membuka pintu bagi perempuan untuk berperan dalam pengambilan keputusan tingkat tinggi dalam Gereja Katolik.

"Kami ingin lebih didengar, dihargai, seperti yang lainnya," kata Becquart kepada AP. 

"Entah Anda seorang kardinal atau suster muda, kita semua dipanggil untuk menjadi pelaku utama misi Gereja."

Suster Delphine Kalisha dari Sisters of Mercy di Zambia menyampaikan harapannya agar Paus baru melanjutkan arah yang telah dibuka oleh Paus Fransiskus, khususnya dalam mendorong keterlibatan perempuan dalam struktur Gereja.

"Itu memberi kami harapan untuk masa depan perempuan di Gereja," ujar Kalisha.

Isu Global Turut Dibahas

Dalam pertemuan tersebut, para peserta membahas sejumlah isu global yang juga menjadi fokus Gereja: mulai dari perang, krisis migrasi dan perdagangan manusia, perubahan iklim, hingga ketimpangan ekonomi.

Semua isu tersebut dirasakan langsung oleh ordo-ordo religius perempuan yang selama ini berada di garis depan pelayanan sosial, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan bantuan kemanusiaan.

Suster Graciela Trivilino dari Argentina, pemimpin Franciscan Sisters of Bonlanden yang aktif bekerja dengan korban kecanduan, menekankan pentingnya membawa Injil ke dalam kenyataan hidup sehari-hari.

"Tujuan kami adalah membawa Injil ke dalam fakta konkret kehidupan," ujarnya.

Di Sisilia, Suster Maria Agnese Ciarrocco dari Sisters of the Poor of Don Morinello menjalankan pelayanan jalanan dan menyampaikan pesan agar hidup religius tetap menjadi daya tarik melalui kesaksian nyata di masyarakat.

"Kita semua berada dalam iklim tantangan," katanya.

"Tapi mari kita terus berharap bahwa hidup religius masih bisa menarik orang melalui cara kita bekerja dan kehadiran kita."

Meskipun Afrika dikenal sebagai benua dengan pertumbuhan umat Katolik yang kuat, para suster juga menyampaikan keprihatinan atas menurunnya jumlah panggilan hidup religius di sana.

Suster Theodosia Baki dari Tertiary Sisters of St. Francis di Kamerun menyebut bahwa kehadiran para suster sendiri sudah merupakan kesaksian yang dibutuhkan masyarakat. Ordonya aktif dalam pendidikan anak perempuan, layanan kesehatan, dan bantuan untuk pengungsi di lima negara Afrika.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |