Liputan6.com, Riyadh - Ukraina menyatakan kesiapannya untuk gencatan senjata langsung selama 30 hari dengan Rusia, setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan segera mencabut pembatasan bantuan militer dan berbagi intelijen. Pengumuman ini disampaikan setelah pembicaraan di Jeddah, Arab Saudi, pada Selasa (11/3/2025).
Donald Trump menyatakan harapannya bahwa Vladimir Putin akan merespons positif tawaran ini. Jika presiden Rusia itu setuju, ini akan menjadi gencatan senjata pertama dalam lebih dari tiga tahun sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 2022.
Beberapa jam setelah deklarasi Ukraina, Rusia melancarkan serangan udara ke Kyiv. Wali Kota Vitali Klitschko menyatakan bahwa pertahanan udara sedang berusaha menangkis serangan tersebut.
Kesepakatan ini diumumkan dalam pernyataan bersama setelah pembicaraan antara pejabat tinggi AS dan Ukraina di Jeddah, Arab Saudi. Ini terjadi hampir dua minggu setelah ketegangan antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Ruang Oval yang menyebabkan Gedung Putih menunda bantuan ke Ukraina, meskipun mendapat tentangan dari sekutu Eropa.
"Ini gencatan senjata total," kata Trump kepada wartawan di luar Gedung Putih pada Selasa setelah pembicaraan di Arab Saudi seperti dikutip The Guardian, Rabu (12/3). "Ukraina telah setuju. Dan semoga Rusia juga akan setuju."
Pejabat AS menyatakan harapan bahwa kesepakatan ini akan membantu memulai pembicaraan untuk mengakhiri perang. Utusan khusus Trump, Steve Witkoff, diharapkan akan segera melakukan perjalanan ke Moskow dalam beberapa hari mendatang untuk mengajukan gencatan senjata kepada Putin.
Belum jelas apakah Putin akan menerimanya. Trump mengatakan dia berharap dapat berbicara dengan Putin akhir pekan ini. Media Rusia melaporkan bahwa percakapan mereka mungkin terjadi pada Jumat (14/3).
"Jika kami bisa membuat Rusia setuju, itu akan bagus. Jika tidak, (konflik) ini akan terus berjalan dan banyak orang akan tewas," sebut Trump.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menekankan bola sekarang ada di pihak Rusia.
"Jika mereka (Rusia) mengatakan tidak maka sayangnya kita akan tahu apa yang menjadi hambatan untuk perdamaian," ujarnya.
Reaksi Pemimpin Eropa
Di London, Perdana Menteri Inggris Keir Starmer menyambut baik kabar ini.
"Ini adalah momen penting bagi perdamaian di Ukraina dan kita semua perlu menggandakan upaya untuk mencapai perdamaian yang langgeng dan aman secepat mungkin ... Rusia sekarang harus setuju pada gencatan senjata dan mengakhiri pertempuran," ungkap Starmer.
Dia menambahkan akan mengumpulkan para pemimpin pada Sabtu ini untuk membahas langkah selanjutnya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Selasa memuji kemajuan yang dicapai dalam pembicaraan di Jeddah. Namun, Macron menekankan bahwa Ukraina membutuhkan jaminan keamanan yang kuat dalam gencatan senjata apa pun.
Di Polandia, Perdana Menteri Donald Tusk turut melontarkan pujian serupa.
Dalam pernyataan bersama dengan AS, Ukraina menyatakan kesiapan menerima usulan AS guna memberlakukan gencatan senjata sementara selama 30 hari secara segera, yang dapat diperpanjang atas kesepakatan bersama antara kedua pihak, dan yang bergantung pada penerimaan serta pelaksanaan bersamaan oleh Federasi Rusia.
Setelah pembicaraan di Jeddah, Zelenskyy berterima kasih kepada Trump via pidato di televisi dan mengatakan bahwa Ukraina berkomitmen untuk perdamaian.
"Ukraina siap menerima proposal ini—kami melihatnya sebagai langkah positif," kata Zelenskyy. "Sekarang, terserah AS untuk meyakinkan Rusia melakukan hal yang sama. Jika Rusia setuju, gencatan senjata akan segera berlaku."
Sikap Ukraina ini muncul lebih dari seminggu setelah AS memotong bantuan penting ke Ukraina, termasuk pengiriman radar militer dan amunisi, serta berbagi informasi, yang memberikan tekanan signifikan pada Ukraina untuk menyetujui kesepakatan yang diusulkan AS.
"Delegasi Ukraina hari ini membuat sesuatu yang sangat jelas: bahwa mereka berbagi visi Presiden Trump untuk perdamaian," ungkap penasihat keamanan nasional AS Mike Waltz yang juga bergabung dalam pembicaraan di Jeddah.
Sebagai imbalan kesediaan Ukraina maka AS akan melanjutkan bantuan keamanan ke Ukraina dan mencabut penangguhan dalam berbagi intelijen.
Pernyataan bersama AS dan Ukraina juga menghidupkan kembali rencana atas kesepakatan mineral kontroversial yang akan memberikan AS 50 persen saham dalam pendapatan dari penjualan kekayaan mineral Ukraina. Trump mengatakan bahwa kesepakatan ini akan memberikan jaminan keamanan implisit dengan menghubungkan kepentingan ekonomi AS dengan keamanan Ukraina.
"Presiden kedua negara (Trump dan Zelenskyy) sepakat untuk segera menyelesaikan perjanjian komprehensif untuk mengembangkan sumber daya mineral penting Ukraina guna memperluas perekonomian Ukraina dan menjamin kemakmuran dan keamanan jangka panjang Ukraina," sebut pernyataan bersama AS-Ukraina di Arab Saudi.
Peran Inggris dan Prancis
Pembicaraan maraton di Arab Saudi bertujuan untuk membangun kepercayaan meskipun ada krisis pribadi antara Trump dan Zelenskyy.
Zelenskyy mengirim kepala stafnya, Andriy Yermak, sementara Trump mengirim Rubio dan Waltz.
"Kami siap melakukan segalanya untuk mencapai perdamaian," kata Yermak kepada wartawan saat tiba untuk pembicaraan.
Kedua belah pihak berbicara selama sekitar tiga jam di pagi hari sebelum istirahat, kemudian dilanjutkan hingga sore dan malam. Selama pembicaraan, Yermak mengunggah satu kalimat di media sosial: "Pekerjaan sedang berlangsung."
Di dalam negeri, peringkat Zelenskyy yang menurun mendapatkan dorongan setelah cekcok dengan Trump dan Wapres AS JD Vance di Gedung Putih.
Diketahui bahwa pejabat Inggris dan Prancis sangat penting dalam menasihati Ukraina tentang cara terbaik menyampaikan posisi mereka kepada AS. Jonathan Powell, penasihat Starmer, secara teratur berhubungan dengan Yermak dan mengunjungi Kyiv akhir pekan lalu. Yermak mengatakan kunjungan itu adalah bagian dari kerja sama dengan mitra untuk mengembangkan rencana mencapai perdamaian yang adil dan langgeng sebelum pertemuan di Arab Saudi.
Pada Selasa, juru bicara Putin yang berbicara sebelum proposal gencatan senjata mengatakan sinyal dari AS menyebabkan banyak orang di Rusia bersukacita. Namun, dia menambahkan bahwa seharusnya tidak ada perayaan prematur.
"Anda selalu perlu berharap yang terbaik, namun tetap bersiap untuk yang terburuk dan kami harus selalu siap untuk mempertahankan kepentingan kami," tutur Dmitry Peskov seperti dimuat surat kabar Rusia, Kommersant.