Amnesty International: Pelanggaran HAM Semakin Meluas di Seluruh Dunia

8 hours ago 5

, Jakarta - Menurut Amnesty International, saat ini kita tengah mengalami "pelanggaran hak asasi manusia universal yang sangat besar” di seluruh dunia.

Hal ini mengacu pada sistem yang rapuh - baik pada jalinan konvensi hak asasi manusia, hak-hak universal, hukum humaniter internasional, maupun pengadilan internasional - yang telah disepakati oleh negara-negara, setelah kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh Nazi dan Perang Dunia II.

Dan kini, Amnesty International (AI) melihat sistem tersebut tengah terancam. "Kekuatan-kekuatan baru yang gelap sedang mengobarkan perburuan terhadap cita-cita luhur hak asasi manusia universal," tulis Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnès Callamard dalam pengantar laporan tahunan organisasi tersebut.

Amnesty International menilai situasi hak asasi manusia di lebih dari 150 negara setiap tahunnya, dikutip dari laman DW Indonesia, Jumat (9/5/2025).

Peningkatan Kekerasan Terhadap Warga Sipil dan Minoritas

Pada tahun ini, AI mencatat tiga kenyataan yang terus berlanjut.

Pertama, warga sipil di kawasan konflik semakin tertekan. "Dalam laporan kami, kami menggambarkan sebuah tren umum. Aturan-aturan yang semestinya berlaku dalam konflik, garis merah yang telah ditetapkan oleh komunitas internasional, semakin jarang dipatuhi," ujar Sekretaris Jenderal Amnesty Jerman, Julia Duchrow, dalam sebuah wawancara dengan DW.

Konflik-konflik di Sudan, Gaza, Ukraina, dan Republik Demokratik Kongo adalah beberapa contoh yang jelas.

Kedua, kelompok minoritas kini semakin berada dalam bahaya di berbagai negara: Kaum queer, para pengungsi, dan mereka yang berpikiran berbeda.

Ketiga, negara-negara semakin gagal untuk menanggapi krisis dalam penegakan hak asasi manusia. Hal ini terutama berlaku bagi negara-negara yang sebelumnya berkomitmen pada hak-hak asasi manusia universal, seperti Amerika Serikat.

"Pemerintah Amerika Serikat berperan sebagai penyulut api dalam krisis hak asasi manusia ini, dan dengan demikian membahayakan miliaran jiwa di seluruh dunia," ujar Duchrow.

"Hukum internasional kini terancam," tambahnya.

Duchrow menyebutkan sanksi terhadap Pengadilan Kriminal Internasional dan keluarnya AS dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB sebagai contoh yang jelas.

Guru besar Universitas Sumatera Utara, Prof. Yusuf Leonard Henuk dituding melakukan aksi rasisme terhadap mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai yang merupakan orang Papua, dengan mengunggah ilustrasi foto monyet di media sosial.

Fokus Amnesty pada Israel dan Gaza

Amnesty International kembali memfokuskan perhatian pada perang di Jalur Gaza, yang telah merenggut puluhan ribu nyawa, yang dimulai setelah serangan teroris Hamas di Israel pada Oktober 2023. AI mengulang tuduhan bahwa Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina.

"Komunitas internasional hanya bisa menyaksikan dengan pasrah saat Israel membunuh ribuan bahkan puluhan ribu orang Palestina, termasuk generasi keluarga yang utuh, serta menghancurkan mata pencaharian banyak orang, rumah, rumah sakit, dan sekolah," demikian tertulis dalam laporan tahunan itu. Tuduhan genosida ini sudah diperkuat dalam laporan 300 halaman yang dikeluarkan organisasi tersebut pada Desember tahun lalu.

Namun, tuduhan ini menuai kontroversi. Pemerintah Israel membantah keras tuduhan tersebut, dan pakar hukum internasional seperti Stefan Talmon meragukan integritas penyelidikan Amnesty.

Di sisi lain, organisasi-organisasi lain seperti Human Rights Watch (HRW) juga menuduh Israel melakukan tindakan-tindakan genosida, termasuk kelaparan yang disengaja terhadap warga sipil.

Sudan: Sebuah Bencana Kemanusiaan

Laporan tahunan ini juga mencakup krisis kemanusiaan di Sudan, yang telah berlangsung lebih dari dua tahun dengan dampak mengerikan bagi warga sipil dan menewaskan puluhan ribu orang, menurut PBB.

"Tidak ada tempat di dunia ini yang telah memaksa begitu banyak orang mengungsi seperti di Sudan," demikian bunyi laporan tersebut.

Pemerintah AS sebelumnya menuduh kelompok pemberontak yang terlibat melakukan genosida. Amnesty tidak menggunakan istilah tersebut, tetapi berbicara tentang kekerasan yang dilakukan oleh kedua belah pihak dan menyerukan embargo senjata.

Namun, Duchrow tidak menutup kemungkinan bahwa Amnesty di masa depan bisa sampai pada kesimpulan bahwa yang terjadi di Sudan juga merupakan genosida.

Jerman dalam Penanganan Aksi Protes

Di Jerman, Amnesty mengkritik tidak hanya kebijakan suaka yang semakin ketat, tetapi juga penanganan terhadap protes. Gerakan iklim dianggap telah dikriminalisasi, dan "dalam protes solidaritas Palestina, kami menyaksikan pembatasan, kekerasan polisi, dan tindakan yang tidak proporsional dari pihak berwenang," kata Duchrow.

Amnesty juga menyoroti pembubaran kongres, keputusan pengadilan terkait slogan-slogan protes, dan tindakan polisi dalam demonstrasi yang semuanya dinilai sebagai langkah represif.

Seruan Amnesty: Kembali ke Hak Asasi Manusia

Untuk tahun yang akan datang, Amnesty mengimbau agar kita kembali mengingat prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia yang diatur dengan jelas dan menyerukan kepada pemerintah untuk mematuhi hak asasi manusia serta hukum internasional.

Menurut Duchrow, hal ini termasuk untuk menghormati dan menegakkan perintah penahanan internasional, seperti yang berlaku untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan juga perlunya reformasi Dewan Keamanan PBB.

Namun di tengah segala kesuraman, ada perkembangan positif yang patut dicatat. Seperti yang ditunjukkan oleh demonstrasi-demonstrasi di Korea Selatan, "Kami terus menyaksikan perkembangan positif. Hak asasi manusia tetap memberi kekuatan bagi mereka yang turun ke jalan. Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah untuk menempatkan hak asasi manusia di pusat kebijakan mereka. Tetapi ini juga membutuhkan keterlibatan dari semua pihak; ini adalah tanggung jawab kita bersama," pungkas Duchrow.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |