Global Town Hall 2025, Gita Wirjawan: Hambatan Transisi Energi Bukan Teknologi tapi Ketimpangan Ekonomi Global

Liputan6.com, Jakarta - Dikusi berskala besar yang mengundang banyak orang penting dengan berbagai pencapaiannya menghadirkan beragam perspektif dan solusi dalam menyelesaikan keresahan dari masalah global.

Isu yang dibahas pun berlangsung melalui Global Town Hall 2025 – "The Future We Need" yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI )melalui akun YouTube resminya pada Sabtu (15/11/2025).

Kolaborasi antarnegara menumbuhkan persatuan dalam menyelesaikan isu global, di mana kesenjangan akses energi, teknologi, dan dana menjadi penghalang bagi transisi energi yang adil.

Terlebih lagi negara berkembang dan maju memiliki latar belakang permasalahan yang masih belum diselesaikan, sehingga menjadi pemisah antara kebijakan dan opini publik yang akhirnya memperlambat pelaksanaan solusi berkelanjutan.

Menurut pembawa acara Podcast Endgame, Gita Wirjawan, mengatakan bahwa tantangan yang memperlambat perubahan juga dari negara yang tidak dapat memberikan dukungannya.

Bukan karena kurangnya teknologi, tetapi kemampuan ekonomi yang membentuk kelompok-kelompok yang berbeda, dan perlahan menghambat efektivitas kebijakan.

Jalin Kerja Sama

Dalam hal ini, perlunya jalinan hubungan antarwarga yang tidak memecah status atau latar belakang, dan membuat mereka membentuk demokrasi demi mencapai tujuan pemerintahan.

Perkembangan yang semakin cepat mengolah energi terbarukan atau dana energi jauh lebih berat dan lebih tinggi dibandingkan kemampuan belinya.

Pengambilan keputusan terhadap anggaran meningkat, di mana mereka membutuhkan anggaran mendesak yang ternyata dialokasikan untuk pertahanan dibandingkan kebutuhan di jalan, seperti infrastruktur dan kebutuhan dasar masyarakat lainnya.

Masalah ini bukan hanya jumlah dana yang tersedia, tetapi prioritas dan struktur pengambil keputusan yang kurang tepat.

Anggaran yang seharusnya mendukung pembangunan yang merata dan inklusif justru lebih banyak diarahkan untuk keperluan lain.

Akibatnya, kesenjangan antara negara maju dan berkembang semakin melebar, di mana mereka mengamankan akses terhadap sumber daya, modal, dan memenuhi kelangsungan hidup, sementara negara rentan atau memiliki keterbatasan akan sulit mengejar ketertinggalan.

Pendiri dan CEO Sumber Daya Manusia di Afrika, Dr. Obiageli "Oby" Ezekwesili, juga menyoroti penggunaan akses modal dan kapasitas negara berkembang.

"Hingga saat ini, hal itu wajar terjadi dalam skala dan tidak masalah bagi mereka yang berada di puncak pengambilan keputusan yang mendominasi oleh Dewan Keamanan PBB dan G20, di mana memperlakukan pembangunan seperti ini adalah amal dan penting sebagai investasi kolektif untuk dunia stabil," ujarnya.

Meski begitu, pentingnya untuk fokus terhadap upaya berbasis data, yang dilakukan melalui prosedur dan melihat kebutuhan mendesak agar dapat mengoptimalkan sumber daya yang membantu suatu negara dapat tumbuh.

Suara Dunia Bersatu

Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, baik bagi negara berkembang maupun negara maju, masyarakat harus bergerak dengan satu arah yang menyatukan upaya sekaligus sumber daya untuk mengatasai kesenjangan yang ada.

Dalam pidato utama Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, ia menyampaikan makna dibalik diskusi ini.

"Masa depan yang kita butuhkan tidak dapat ditulis oleh beberapa orang saja, tetapi harus ditulis bersama oleh semua orang. Inilah mengapa kami percaya pada dialog daripada perpecahan, kooperasi daripada persaingan, dan kemanusiaan daripada kekuasaan," ucapnya.

Komunitas atau ruang terbuka dapat saling bertukar ide atau kolaborasi lintas sektor. Keterbukaan ini mendorong setiap pihak, seperti pemerintah, organisasi masyarakat sipil, perusahaan swasta dapat saling memastikan kebijakan yang dijalankan sesuai dengan kepentingan bersama, sehingga terciptanya keputusan yang dapat menutupi kebutuhan semua pihak.

Seperti yang dijelaskan oleh Pendiri dan Ketua FPCI, Dr. Dino Patti Djalal, menekankan bahwa masa depan yang diinginkan juga menjadi milik seluruh warga. Setiap individu berkontribusi dalam membentuk kebijakan dan keputusan global agar masa depan yang dibangun dari kepedulian bersama.

"Masa depan ini ditujukan bagi warga dunia, teruntuk masyarakat umum, warga  yang berpikir, dan akar rumput di mana pun kalian berada," ujarnya.

"Bersualah, beri informasi, ajak berargumen, debat, tidak setuju, tantang, beri saran. Karena masa depan adalah miliki kita dan generasi mendatang, di mana masa depan adalah segala hal yang kita butuhkan bersama," tambahnya lagi.

Dampak Nyata

Selain itu, peran warga dan komunitas lokal dalam memastikan dana dan teknologi benar-benar memberikan dampak. Dr. Obey menyampaikan bahwa transformasi ekonomi di Afrika banyak dipimpin oleh inovasi lokal, seperti FinTech yang dikembangkan oleh anak muda.

Mengetahui perkembangan yang dijalankan oleh anak muda dan perempuan, dengan pembiayaan tersebut mendorong kekuatan menjadi agen perubahan nyata.

Hal ini memungkinkan mereka mengambil peran aktif dalam pengambilan keputusan lokal, dan menutup kesenjangan yang selama ini menghambat pembangunan yang adil.

Peran warga yang aktif memberi inovasi mampu memperbaiki ketidakstabilan global, dengan memastikan pendanaan tepat sasaran, serta menghadirkan solusi bagi siapa pun.

Keterlibatan ini benar-benar mencerminkan antara kebutuhan dan potensi masyarakat di setiap wilayah dengan berbagai tingkat untuk pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Armada kapal aktivis internasional Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan simbolis ke Gaza kembali dihentikan militer Israel. Hingga Rabu malam, sedikitnya 19 dari 43 kapal telah diintersep angkatan laut Israel