Anggaran Pertahanan Taiwan Meroket di Tengah Ketegangan dengan China

4 hours ago 2

, Taipei - Presiden Taiwan Lai Ching-te pekan lalu menguraikan rencana untuk menginvestasikan tambahan 40 miliar dolar AS dalam anggaran pertahanan khusus selama delapan tahun ke depan, guna mengembangkan sistem pertahanan canggih untuk menghadapi Cina.

Cina, yang menganggap Taiwan sebagai wilayahnya, telah meningkatkan tekanan politik dan militer dalam beberapa tahun terakhir untuk menegaskan klaimnya atas pulau tersebut.

Sebagai respons, Lai berjanji akan menaikkan belanja militer tahunan Taiwan menjadi sekitar 3,3% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2026 — angka tertinggi sejak 2009 — dan mencapai 5% dari PDB pada 2030.

Menyoroti gawatnya situasi, Lai menyebut bahwa Beijing menargetkan "penyatuan penuh dengan Taiwan melalui kekuatan militer pada 2027.” Pernyataan itu kemudian diubah di platform resmi dan diklarifikasi kantor kepresidenan sebagai: Merujuk pada "persiapan” Beijing, bukan tenggat waktu pasti.

Meski pidato Lai sempat menimbulkan kebingungan di Taiwan, Amerika Serikat secara terbuka menyambut usulan tersebut. Washington adalah pendukung keamanan utama Taiwan dan pemasok senjata utamanya, meskipun tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taipei.

Duta Besar de facto AS di Taipei, Raymond Greene mengatakan Washington mendukung "perolehan cepat kemampuan asimetris kritis” oleh Taiwan. Beijing, sebaliknya, mengecam partai berkuasa Taiwan karena "menolak penyatuan dan mencari kemerdekaan dengan menggunakan kekuatan militer,” serta memperingatkan bahwa langkah tersebut "pasti akan gagal.”

Apakah rencana anggaran Taiwan merupakan pesan untuk Washington?

Ding Shuh-Fan, profesor kehormatan di Universitas Nasional Chengchi yang fokus pada hubungan internasional Asia Timur, mengatakan rencana anggaran baru Taiwan dapat dipandang sebagai respons terhadap "pendekatan dan tuntutan keseluruhan" Presiden AS Donald Trump terkait Taiwan.

Taiwan menghadapi tekanan yang meningkat dari Washington untuk memperkuat kemampuan pertahanannya sejak masa jabatan kedua Trump.

Lai menegaskan bahwa tambahan dana pertahanan 40 miliar dolar tersebut adalah upaya yang sudah lama direncanakan untuk menghalangi agresi Cina dan bukan terkait dengan pembicaraan dagang Taiwan–AS atau panggilan telepon baru-baru ini antara Trump dan Xi Jinping. Namun, para ahli menilai waktu pengumumannya memiliki makna politik tersendiri.

Saat ini Taiwan sedang bernegosiasi dengan AS untuk menurunkan tarif 20% atas banyak ekspor serta membahas kesepakatan yang dapat mewajibkan Taiwan berinvestasi lebih banyak dalam kapasitas semikonduktor AS serta mengirim personel untuk melatih pekerja Amerika. Demikian menurut laporan Reuters.

Menjelang pengumuman Lai, Xi Jinping menelepon Trump, di mana Xi menggambarkan "kembalinya Taiwan ke Cina" sebagai "bagian penting dari tatanan internasional pascaperang."

Trump kemudian mengatakan bahwa panggilan tersebut "sangat baik", namun ia tidak menyebut Taiwan maupun mengulangi bahasa yang digunakan Beijing.

Sementara kekhawatiran meningkat di Taiwan tentang kemungkinan pemerintahan Trump menggunakan negara itu sebagai alat tawar dalam hubungan dengan Beijing, para analis mengatakan bahwa Taipei tetap memiliki posisi kuat berkat lokasi strategis dan industri semikonduktor kelas dunia.

"Jika Presiden Trump diminta untuk 'menukar' Taiwan ke Cina, pertanyaan berikutnya adalah apa yang bisa ditawarkan Cina sebagai gantinya," kata Ding.

"Kekhawatiran yang lebih besar adalah bagaimana memastikan industri teknologi tinggi AS — termasuk AI dan semikonduktor — tidak dirugikan oleh kesepakatan seperti itu," tambahnya.

Apa itu T-Dome, bagian dari sistem pertahanan udara baru Taiwan?

Salah satu fitur utama dari rencana pertahanan delapan tahun tersebut adalah jaringan pertahanan udara berlapis, yang dikenal sebagai T-Dome. Konsep ini pertama kali diperkenalkan dalam pidato presiden pada perayaan Hari Nasional Taiwan di bulan Oktober.

Sistem ini mengintegrasikan sensor canggih, pengambilan keputusan berbasis kecerdasan buatan (AI) dan kemampuan intersepsi untuk mendeteksi dan menetralisasi ancaman dengan kecepatan tinggi.

"Alasan utamanya adalah ancaman rudal Cina yang terus berkembang," ujar Direktur Strategi Pertahanan dan Sumber Daya di Institut Penelitian Pertahanan Nasional dan Keamanan Taiwan. Su Tzu-yun.

Rudal balistik darat tradisional memberi Taiwan waktu peringatan sekitar 10 menit, jelas Su. Namun rudal baru berbasis laut dari kapal perang Cina dapat mencapai Taiwan hanya dalam tiga menit.

Cina, yang memiliki angkatan laut terbesar di dunia berdasarkan jumlah kapal, terus memperluas armadanya dengan memprioritaskan kapal modern multiguna seperti destroyer, cruiser, kapal induk, dan kapal serbu amfibi.

"Dengan ancaman baru berbasis laut ini, sistem pertahanan udara Taiwan harus lebih lengkap dan bereaksi jauh lebih cepat," tambahnya.

Memperkuat T-Dome, menurut Su, bukan hanya meningkatkan kemampuan pencegatan, tetapi juga meningkatkan risiko bagi Tentara Pembebasan Rakyat Cina, sehingga membuat Beijing lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan petualangan militer.

Rencana pertahanan kemungkinan menghadapi hambatan di parlemen

Proposal pertahanan Presiden Lai masih harus disetujui oleh legislatif Taiwan yang didominasi oposisi.

Oposisi, termasuk partai utama Kuomintang (KMT), menyatakan kekhawatiran kuat bahwa peningkatan belanja pertahanan hingga setara 5% PDB tidak realistis.

Ketua Partai Kuomintang (KMT) Cheng Li-wun baru-baru ini memperingatkan bahwa belanja militer yang "terlalu tinggi dan tidak masuk akal" dapat membebani keuangan Taiwan dan memicu perlombaan senjata tanpa akhir.

Ding mengatakan kepada DW bahwa Lai, yang tahu oposisi akan menentang anggaran tersebut, melakukan langkah terukur dengan terlebih dahulu mengirim sinyal kuat kepada Washington sebelum menjalani prosedur pengajuan formal ke parlemen.

"Pada dasarnya, Lai sudah menyatakan posisinya kepada AS," pungkas Ding. "Soal bagaimana oposisi mungkin mencoba menghambat rencana itu di legislatif, partai berkuasa dapat mengatakan bahwa tanggung jawab bukan pada mereka.”

Read Entire Article