Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Donald Trump pada Senin (19/5/2025) mengatakan, Rusia dan Ukraina akan segera memulai negosiasi menuju gencatan senjata dan akhir dari perang yang telah berlangsung selama tiga tahun. Hal ini disampaikannya setelah melakukan panggilan telepon selama dua jam dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dalam unggahan di platform media sosial Truth Social miliknya, Trump menyebutkan dia telah menyampaikan rencana perundingan ini kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy serta para pemimpin, Prancis, Italia, Jerman, dan Finlandia dalam panggilan bersama setelah percakapannya dengan Putin.
"Rusia dan Ukraina akan segera memulai negosiasi menuju Gencatan Senjata dan, yang lebih penting lagi, AKHIR dari Perang," kata Trump, seraya menambahkan kemudian di Gedung Putih bahwa dia merasa beberapa kemajuan telah dicapai.
Setelah berbicara dengan Trump, Putin menyatakan bahwa upaya untuk mengakhiri perang secara umum berada di jalur yang tepat dan pihaknya siap bekerja sama dengan Ukraina untuk kemungkinan perjanjian damai.
"Kami telah sepakat dengan Presiden Amerika Serikat (AS) bahwa Rusia akan mengusulkan dan siap bekerja sama dengan pihak Ukraina untuk menyusun memorandum tentang kemungkinan kesepakatan damai di masa depan," kata Putin kepada para wartawan di dekat resor Laut Hitam Sochi seperti dilansir CNA.
Para pemimpin Eropa dan Ukraina sebelumnya telah menuntut agar Rusia segera menyetujui gencatan senjata, sementara Trump fokus pada upaya untuk membuat Putin berkomitmen pada gencatan senjata selama 30 hari.
Namun, Putin menolak tuntutan itu, bersikeras bahwa sejumlah syarat harus dipenuhi terlebih dahulu dan dia diyakini tidak memberikan konsesi apa pun pada Senin. Pernyataan dari pemimpin Kremlin dan Trump menunjukkan bahwa gencatan senjata akan dibahas bersamaan dengan perjanjian damai yang lebih luas.
Turki, Vatikan Atau Swiss?
Setelah berbicara dengan Trump, Zelenskyy mengatakan bahwa Ukraina dan para mitranya mungkin akan mendorong pertemuan tingkat tinggi yang melibatkan Ukraina, Rusia, AS, negara-negara Uni Eropa, dan Inggris sebagai bagian dari upaya mengakhiri perang.
Dia berharap pertemuan tersebut bisa segera terjadi dan diadakan di Turki, Vatikan, atau Swiss. Belum jelas apakah hal ini akan menjadi bagian dari negosiasi yang dikatakan Trump akan segera dimulai.
Trump mengungkapkan bahwa Vatikan, yang diwakili oleh Paus Leo XIV, telah menyatakan sangat tertarik untuk menjadi tuan rumah negosiasi.
"Mari kita mulai prosesnya," ujar Trump.
Vatikan belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menuturkan bahwa percakapan dengan Trump berlangsung baik. Dia menggarisbawahi, "Penting bagi AS untuk terus terlibat."
Ukraina dan para pendukungnya telah menuduh Rusia tidak bernegosiasi dengan itikad baik, hanya melakukan langkah-langkah minimum yang diperlukan agar Trump tidak memberlakukan tekanan ekonomi baru dalam bentuk sanksi tambahan.
Atas dorongan Trump, delegasi dari kedua negara yang bertikai bertemu pekan lalu di Istanbul untuk pertama kalinya sejak 2022, awal invasi Rusia ke Ukraina.
Pembicaraan di Istanbul gagal menghasilkan gencatan senjata. Peluang untuk mencapai kemajuan semakin suram setelah Putin menolak usulan Zelenskyy untuk bertemu langsung di Istanbul dan Trump meyakini bahwa tidak akan ada pergerakan apa pun kecuali dia dan Putin bertemu.
Putin Fokus pada Akar Masalah
Putin menuturkan bahwa memorandum yang akan disusun bersama antara Rusia dan Ukraina mengenai kesepakatan damai di masa depan akan mencakup sejumlah poin penting, seperti prinsip-prinsip penyelesaian dan batas waktu untuk tercapainya perjanjian damai.
"Yang paling penting bagi kami adalah menghilangkan akar penyebab dari krisis ini," ujar Putin. "Kita hanya perlu menentukan cara yang paling efektif untuk bergerak menuju perdamaian."
Ini bukan kali pertama Putin menyinggung "akar masalah" dari perang. Melansir CNN, Kremlin sebelumnya mengklaim bahwa pemerintahan Ukraina yang terpilih saat ini merupakan bagian dari masalah tersebut.
Istilah "akar masalah" ini juga merujuk pada klaim Kremlin bahwa Rusia merasa terancam oleh ekspansi NATO setelah Perang Dingin.
Trump, yang berjanji akan mengakhiri dengan cepat perang paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II, pun berulang kali menyerukan gencatan senjata setelah tiga tahun ketika Washington bergabung dengan negara-negara Barat lainnya dalam mempersenjatai Ukraina.
Para pemimpin Eropa mengatakan mereka ingin AS bergabung dengan mereka dalam memberlakukan sanksi baru yang keras terhadap Rusia karena menolak gencatan senjata.
Jika hal itu terjadi maka akan menjadi momen penting dalam masa awal kepresidenan Trump, yang sejauh ini menunjukkan simpati terhadap Rusia dan membatalkan kebijakan pro-Ukraina yang diterapkan pendahulunya, Joe Biden.
Putin, yang pasukannya menguasai seperlima wilayah Ukraina dan terus melakukan serangan, tetap pada pendiriannya mengenai syarat-syarat untuk mengakhiri perang, meskipun telah mendapat tekanan publik dan pribadi dari Trump serta peringatan berulang dari kekuatan Eropa.