Liputan6.com, Kyiv - Tentara Korea Utara tewas dalam pertempuran melawan pasukan Ukraina di wilayah perbatasan Kursk, Rusia. Hal ini diungkapkan intelijen militer Ukraina dan Pentagon.
Kematian ini merupakan yang pertama dilaporkan sejak Amerika Serikat (AS) dan Ukraina mengumumkan bahwa telah Korea Utara mengirim 10.000 hingga 12.000 tentara ke Rusia untuk membantu dalam perang yang sudah berlangsung hampir tiga tahun.
Juru bicara keamanan nasional AS John Kirby mengonfirmasi informasi ini pada hari Senin (16/12/2024), setelah pemerintah Ukraina menyatakan tentara Korea Utara telah beralih dari peran pendukung ke dalam pertempuran langsung mewakili Rusia. Kirby berjanji akan ada respons sanksi yang kuat dari AS dan sekutunya terhadap Korea Utara.
Badan intelijen militer Ukraina melaporkan sekitar 30 tentara Korea Utara tewas atau terluka dalam pertempuran dengan pasukan Ukraina selama akhir pekan. Insiden tersebut terjadi di sekitar tiga desa di Kursk, tempat Rusia selama empat bulan terakhir berusaha menghentikan serangan Ukraina. Badan intelijen yang dikenal dengan akronim GUR ini mengungkapkan informasi itu melalui unggahan di aplikasi pesan Telegram.
"Setidaknya tiga tentara Korea Utara dilaporkan hilang di sekitar desa lain di Kursk," kata GUR, seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (17/12).
Pada Senin pula, juru bicara Pentagon Jenderal Mayor Pat Ryder mengonfirmasi adanya korban di kalangan tentara Korea Utara dalam pertempuran di Kursk, namun dia tidak memiliki angka pasti mengenai jumlah korban tewas atau terluka.
"Tentara tersebut sebagian besar berperan sebagai infanteri dan mulai terlibat dalam operasi tempur sekitar seminggu yang lalu," ujar Ryder.
Sementara itu, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengalihkan pertanyaan mengenai insiden itu kepada Kementerian Pertahanan Rusia, yang hingga kini belum memberikan komentar.
Klaim Rusia soal Kemajuan yang Stabil
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjanji akan memberikan dukungan penuh terhadap invasi Rusia ke tetangganya sesuai dengan perjanjian pertahanan bersama.
Aliansi ini memberikan dampak besar pada hubungan internasional dan pada Senin, Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bahwa rencana penempatan rudal jarak menengah AS di Eropa dan Asia membawa ancaman baru.
"Mengingat ketegangan geopolitik yang meningkat, kami perlu mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan keamanan Rusia dan sekutu kami," tutur Putin dalam pertemuan dengan pejabat militer tinggi. "Kami melakukannya dengan hati-hati dan seimbang untuk menghindari terlibat dalam perlombaan senjata skala penuh."
Namun, analis militer mengatakan bahwa masalah bahasa telah mengganggu koordinasi tempur antara pasukan Rusia dan Korea Utara.
"Integrasi yang buruk dan masalah komunikasi antara pasukan Rusia dan Korea Utara kemungkinan besar akan terus menyebabkan gesekan dalam operasi militer Rusia di Kursk," kata Institute for the Study of War, sebuah think tank di Washington, pada Minggu (15/12).
Pada 5 November, pejabat Ukraina mengungkapkan bahwa pasukan mereka terlibat untuk pertama kalinya dalam pertempuran dengan unit Korea Utara.
Ukraina merebut wilayah di perbatasan Kursk, Rusia, pada Agustus lalu, dalam pendudukan pertama wilayah Rusia sejak Perang Dunia II.
Namun, serangan itu tidak mengubah dinamika perang secara signifikan. Selama tahun lalu, Rusia lebih mendominasi, kecuali di Kursk, dan terus maju lebih dalam ke wilayah Donetsk di Ukraina timur meskipun mengalami kerugian besar.
Menteri Pertahanan Rusia Andrei Belousov menuturkan bahwa militer Rusia telah membuat kemajuan stabil di Ukraina, bahkan mengklaim kemajuan itu semakin cepat baru-baru ini, dengan pasukan Rusia merebut sekitar 30 km persegi wilayah setiap hari.