Trump Bergeming Saat Israel Dihantam Tsunami Diplomatik

5 days ago 14

Liputan6.com, Washington, DC - Harian Israel, Haaretz, pada 21 Mei 2025 menulis tajuk utama dengan gamblang: "Tsunami diplomatik mendekat saat Eropa mulai bertindak melawan 'kegilaan total' Israel di Gaza."

Dan memang dalam pekan itu, serangan diplomatik datang dalam berbagai bentuk, banyak di antaranya tidak terduga. Dari kecaman internasional yang terkoordinasi atas tindakan Israel di Gaza hingga penembakan yang menyebabkan tewasnya dua staf Kedutaan Besar Israel di Amerika Serikat (AS).

Gelombang mulai menghantam Israel pada Senin (19/5/2025) malam, ketika Inggris, Prancis, dan Kanada mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam tindakan Israel di Gaza "sangat keterlaluan".

Ketiga negara itu memperingatkan kemungkinan akan ada "tindakan nyata lebih lanjut" jika Israel terus melanjutkan serangan militernya dan gagal mencabut pembatasan terhadap bantuan kemanusiaan.

Mereka juga mengancam akan menjatuhkan "sanksi yang ditargetkan" sebagai tanggapan terhadap aktivitas pemukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki.

Pernyataan dari 24 negara donor menyusul, mengecam model distribusi bantuan baru yang didukung Israel untuk Gaza. Namun, itu baru permulaan.

Pada Selasa (20/5), Inggris menangguhkan pembicaraan dagang dengan Israel dan menyatakan bahwa peta jalan kerja sama masa depan yang ditetapkan tahun 2023 sedang ditinjau kembali. Putaran baru sanksi dijatuhkan terhadap para pemukim Yahudi, termasuk Daniela Weiss, sosok terkenal yang muncul dalam dokumenter terbaru Louis Theroux berjudul "The Settlers".

Duta Besar Israel di London Tzipi Hotovely dipanggil ke Kantor Luar Negeri Inggris—sebuah langkah yang biasanya hanya diterapkan kepada perwakilan negara-negara seperti Rusia dan Iran.

Situasi semakin memburuk bagi Israel ketika Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas menyatakan bahwa mayoritas besar negara anggota blok tersebut mendukung peninjauan kembali perjanjian bilateral antara Uni Eropa dan Israel yang bertujuan untuk mempererat hubungan politik, ekonomi, dan kerja sama di berbagai bidang yang telah berlaku selama 25 tahun. Demikian seperti dilansir BBC.

Pernyataan Lantang Inggris

Alasan di balik gelombang kecaman diplomatik ini dinilai sangat jelas. Gaza berada di ambang kelaparan massal yang paling parah sejak perang terbaru dimulai pada 7 Oktober 2023.

Berbicara di hadapan anggota parlemen, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy secara khusus menyoroti pernyataan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang berbicara tentang "membersihkan" Gaza, "menghancurkan apa yang tersisa", dan memindahkan penduduk sipil ke negara ketiga.

"Kita harus menyebut ini apa adanya," tegas Lammy. "Ini adalah ekstremisme. Ini berbahaya. Ini menjijikkan. Ini mengerikan. Dan saya mengutuknya dengan sekeras-kerasnya."

Smotrich memang bukan pengambil keputusan dalam pelaksanaan perang di Gaza. Sebelumnya, komentar-komentar provokatifnya mungkin dikesampingkan begitu saja.

Namun, masa itu tampaknya telah berlalu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kini disebut tunduk pada rekan-rekannya yang ultranasionalis demi menopang pemerintahan koalisinya. Para pengkritik menuduh Netanyahu terus-menerus mengobarkan perang, tanpa memedulikan nyawa para sandera Israel yang masih ditahan di Gaza, terlebih warga sipil Palestina.

Negara-negara yang selama ini mendukung hak Israel untuk membela diri pun mulai berkata, "cukup sudah."

Demikian pula sikap yang ditunjukkan Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer, yang dikenal sebagai pembela setia Israel dan tahun lalu mendapat kritik keras dari internal Partai Buruh karena enggan menyerukan gencatan senjata di Gaza.

Pekan lalu, Starmer mengatakan penderitaan anak-anak tak berdosa di Gaza sama sekali tak tertahankan.

Menghadapi tindakan terkoordinasi yang tidak biasa dari sejumlah sekutu terkuatnya, Netanyahu bereaksi dengan marah, menyatakan bahwa Inggris, Prancis, dan Kanada bersalah karena mendukung Hamas.

"Ketika para pembunuh massal, pemerkosa, pembunuh bayi, dan penculik mengucapkan terima kasih pada kalian maka kalian ada di pihak yang salah dari keadilan," tulisnya di platform media sosial X.

"Kalian ada di pihak yang salah dari kemanusiaan dan kalian ada di pihak yang salah dari sejarah."

Pilih Diam

Lord Levy, mantan utusan Inggris untuk Timur Tengah dan penasihat Tony Blair, mengatakan dia mendukung kritik yang disampaikan pemerintah Inggris saat ini. Dia bahkan menilai bahwa kecaman itu mungkin sedikit terlambat.

"Harus ada sikap tegas, bukan hanya dari kita di negara ini, namun juga secara internasional, terhadap apa yang sedang terjadi di Gaza," kata dia kepada BBC, seraya menggambarkan dirinya sebagai seorang Yahudi yang sangat mencintai Israel.

Namun, sepanjang tsunami diplomatik ini, satu-satunya orang yang bisa menghentikan perang jika dia mau memilih tetap diam.

Pada akhir kunjungannya baru-baru ini ke Teluk, Donald Trump mengakui, "Banyak orang yang kelaparan (di Gaza)."

Sejumlah pejabat Gedung Putih mengaku bahwa presiden AS itu frustrasi dengan perang ini dan ingin pemerintah Israel "mengakhirinya".

Read Entire Article