, Tokyo - Riset terbaru para peneliti dari Tokyo Univerity of Agriculture Jepang, mengidentifikasi pola perilaku kucing saat berinteraksi dengan orang yang mereka kenal, seperti pemiliknya–dan juga orang asing.
Laporan yang dikutip dari DW Indonesia, Jumat (30/5/2025) menyebut bahwa penelitian sebelumnya menyimpulkan kucing menggunakan indra penciuman mereka yang sensitif dalam mengidentifikasi kucing lain sebagai teman atau musuh. Tapi belum diketahui secara pasti, apakah fungsi yang sama juga berlaku bila subjeknya adalah manusia, bukan kucing.
Hal ini membuat para periset di Jepang meneliti 30 kucing peliharaan dan mengetes respons hewan ini terhadap berbagai aroma khas.
Pemilik kucing memberikan sampel aroma mereka dengan mengusap bagian ketiak, belakang telinga, dan sela jari kaki. Hasil usapan itu diberikan kepada kucing lewat sebuah tabung.
Para peneliti kemudian memantau perilaku setiap kucing, dan momen ketika hewan ini mengendus sampel aroma.
Metode tersebut dipraktekan lagi kepada orang asing, dan juga dengan usapan kosong atau plasebo sebagai pembanding hasil uji coba.
Hasil penelitian menunjukkan, kucing menghabiskan waktu dua kali lebih lama untuk mengendus sampel aroma dari orang asing dibanding dengan pemiliknya. Kucing juga lebih sering mengendus aroma dengan lubang hidung kanan ketika mengendus usapan dari orang asing. Tim peneliti berpendapat, pemilihan lubang hidung berhubungan dengan cara hewan dalam memproses informasi baru.
"Anjing, ikan, burung, dan vertebrata lainnya memproses informasi baru menggunakan bagian otak kanan,” tulis makalah yang terbit pada 28 Mei 2025 di jurnal PLOS One. "Otak bagian kiri bekerja… ketika respons rutin muncul.”
Para peneliti mengungkap, meskipun temuan mereka menunjukkan, indra penciuman kucing adalah cara hewan ini mengenali manusia, mereka tetap tidak bisa menyimpulkan apakah aroma adalah mekanisme paling penting bagi kucing.
Kepribadian Kucing Pengaruhi Interaksi dengan Manusia
Karakteristik personal juga berperan dalam menentukan interaksi kucing dengan aroma–yang berasal dari manusia atau yang lainnya.
Para peneliti meminta pemilik kucing mengisi survey tentang kepribadian kucing mereka. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan hasil pengamatan perilaku lewat uji coba aroma. Dengan harapan hasil ini bisa membantu para periset mengidentifikasi perbedaan perilaku kucing dalam merespons aroma.
Hasil pengamatan pada kucing jantan menunjukkan, kucing yang lebih "neurotik”, berulang kali kembali mencium tabung sampel aroma. Sementara kucing jantan lain yang dianggap lebih "tenang”, lebih jarang mengendus aroma. Tidak ada perbedaan perilaku yang signifikan pada kucing betina.
Karakteristik kepribadian tersebut diukur secara kuantitatif menggunakan tes "The Feline Five". Tes tersebut dikembangkan oleh tim peneliti lain untuk studi yang melibatkan sekitar 3.000 kucing di Australia dan Selandia Baru.
Dalam hasil studi yang dirilis tahun 2017 tersebut, kucing dengan tingkat neurotik tinggi digambarkan sebagai "tidak percaya diri, cemas, takut [terhadap manusia], curiga, dan pemalu". Sementara kucing yang lebih ramah digambarkan sebagai "penuh kasih sayang, bersahabat dengan manusia, dan lembut".
Awalnya, tes ini diperkenalkan sebagai alat untuk mendukung kenyamanan hewan peliharaan di rumah, dengan membantu pemilik menciptakan lingkungan yang aman bagi kucing mereka.
Riset lain Untuk Memahami Misteri Kucing Peliharaan
Bila anjing sering dijuluki "sahabat terbaik manusia", kucing justru dikenal sebagai penghuni rumah yang sulit diatur dan liar. Contohnya, hasil penelitian dari University of Leeds menunjukkan, kucing tidak membangun keterikatan dengan manusia seperti halnya anjing
"Kucing dewasa umumnya cukup mandiri, bahkan dalam hubungan sosialnya. Mereka tidak selalu bergantung pada orang lain untuk memberikan rasa aman dan nyaman," jelas para peneliti dalam hasil studi yang dipublikasikan tahun 2015.
Oleh karena itu, meskipun studi terbaru dari Jepang ini menunjukkan, kucing mampu mengenali manusia terdekatnya, kucing tetap tidak terlalu memikirkan mereka.