Status Lajang Jadi Beban, Wanita di Vietnam Sewa Pacar Palsu untuk Dikenalkan ke Orang Tua

2 weeks ago 18

Liputan6.com, Ho Chi Minh - Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak generasi muda yang menunda pernikahan. Alasan utama mereka mencakup ambisi karier hingga kesulitan menemukan pasangan yang tepat. Di tengah tekanan sosial, tren unik menyewa pasangan kini semakin populer, terutama di negara-negara Asia seperti Vietnam dan China.

Di Vietnam, fenomena ini berkembang pesat. Puluhan grup media sosial muncul menawarkan jasa penyewaan pasangan dengan ribuan anggota aktif. Salah satu pengelola forum dengan lebih dari 20.000 anggota mencatat lonjakan signifikan dalam permintaan, terutama dari wanita muda yang ingin memenuhi ekspektasi keluarga.

Dilansir SCMP, Senin (2/12/2024), Minh Thu, seorang wanita berusia 30 tahun dari Provinsi Nam Dinh, Vietnam, adalah salah satu dari mereka yang memilih solusi ini. Karena pekerjaannya yang sibuk, ia tidak memiliki waktu untuk menjalin hubungan selama lima tahun terakhir. Orang tuanya, yang sangat ingin melihatnya menikah, bahkan mengancam untuk tidak mengizinkannya pulang saat Tahun Baru Imlek jika ia tidak membawa pacar.

Merasa tertekan, awal tahun ini Thu membayar beberapa juta dong Vietnam (setara beberapa ratus dolar AS) untuk menyewa seorang pria sebagai pacar. Mereka mempersiapkan diri dengan bertukar latar belakang keluarga dan membangun "hubungan emosional" palsu seminggu sebelum bertemu keluarganya.

"Pada hari dia datang ke rumah saya, dia membantu ibu saya memasak dan berbincang dengan keluarga. Sudah lama sekali saya tidak melihat orang tua saya sebahagia dan sebangga itu," ujar Thu kepada media setempat.

Jalani Profesi sebagai Pacar Sewaan

Huy Tuan, 25 tahun dari Hanoi, telah menjalani pekerjaan ini selama lebih dari setahun. Ia menyebut bahwa menjadi "pacar sewaan" membutuhkan persiapan khusus, mulai dari menjaga kebugaran di gym hingga belajar memasak dan berbicara dengan baik.

"Untuk menjaga kualitas layanan, saya hanya menerima tiga hingga empat klien per bulan," ujar Tuan. Tarifnya bervariasi, mulai dari 200 ribu dong Vietnam (sekitar Rp130.000) untuk kencan santai hingga 1 juta dong Vietnam (sekitar Rp650.000) untuk acara keluarga.

Namun, kontrak penyewaan ini dilengkapi dengan aturan ketat, seperti larangan terlibat emosi atau pelecehan seksual.

Ada Risiko

Meski terlihat sebagai solusi praktis, para ahli mengingatkan bahwa tren ini memiliki risiko besar. Nguyen Thanh Nga, peneliti dari Akademi Jurnalisme dan Komunikasi di Vietnam, memperingatkan bahwa jika kebohongan ini terungkap, kerusakan emosional dan hilangnya kepercayaan dalam keluarga bisa terjadi.

"Selain itu, menyewa pasangan tidak memiliki perlindungan hukum di Vietnam, sehingga perempuan harus ekstra hati-hati," tambahnya.

Fenomena menyewa pasangan juga lazim di China, di mana angka pernikahan terus menurun. Pada paruh pertama tahun ini, hanya 3,43 juta pasangan yang mendaftarkan pernikahan, angka terendah dalam satu dekade.

Selama festival besar seperti Tahun Baru Imlek, banyak orang muda di China menyewa pasangan dengan biaya rata-rata 1.000 yuan (sekitar Rp2,2 juta) per hari untuk mengurangi tekanan dari keluarga.

Tren ini memicu beragam reaksi di media sosial. Beberapa orang melihatnya sebagai solusi praktis.

"Tanpa karier yang mapan, pernikahan hanya akan membawa masalah. Menyewa pasangan adalah solusi yang membuat orang tua bahagia sekaligus mengurangi tekanan pada kita," tulis seorang pengguna.

Namun, tidak sedikit yang menyuarakan kekhawatiran.

"Saya tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati orang tua jika mengetahui semua ini adalah kebohongan," ungkap seorang pengguna lainnya.

Read Entire Article
Opini Umum | Inspirasi Hidup | Global |