Liputan6.com, Seoul - Polisi di Korea Selatan melakukan penggerebekan di kantor kepresidenan di Seoul, menyusul upaya gagal Presiden Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan undang-undang darurat militer pekan lalu.
Menurut AFP, polisi mengaku meskipun mereka telah berhasil masuk ke kantor layanan sipil, mereka tidak bisa memasuki gedung utama kantor Yoon Suk Yeol karena diblokir oleh petugas keamanan.
Penggerebekan ini merupakan perkembangan terbaru dalam pekan yang penuh gejolak dalam politik Korea Selatan.
Presiden Yoon Suk Yeol, yang tetap menjabat di tengah upaya pemakzulan dan banyak seruan agar dia mundur, sedang menghadapi berbagai penyelidikan dari beberapa lembaga pemerintah, atas tuduhan pemberontakan dan pengkhianatan. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka terkait tuduhan tersebut.
Sementara itu, mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong Hyun, yang mengambil tanggung jawab atas deklarasi undang-undang darurat militer, dilaporkan mencoba bunuh diri saat resmi ditahan pada Selasa malam.
Kim Yong Hyun kini berada di ruang penjagaan dan menurut keterangan kementerian kepada parlemen, kondisinya stabil tanpa masalah kesehatan.
Dia ditangkap pada hari Minggu (8/12).
Setelah deklarasi undang-undang darurat militer yang hanya berlangsung enam jam, banyak pejabat yang dekat dengan Yoon Suk Yeol mengundurkan diri.
Korea Selatan pun kini berada dalam ketidakpastian politik.
Para anggota parlemen dari partai penguasa bersatu untuk memboikot pemungutan suara pemakzulan Yoon Suk Yeol setelah dia setuju untuk mempersingkat masa jabatannya dan tidak terlibat dalam urusan domestik maupun luar negeri.
Namun, Partai Demokrat, yang merupakan oposisi dan memiliki mayoritas di parlemen, mengkritik kesepakatan itu. Pemimpin fraksi mereka, Park Chan Dae, menyebutnya sebagai "pemberontakan dan kudeta kedua yang ilegal serta tidak konstitusional".
Belum jelas apa otoritas yang dimiliki Yoon Suk Yeol saat ini, sementara para pengunjuk rasa masih turun ke jalan meminta agar dia mundur.
Tekanan pada Yoon Suk Yeol Semakin Meningkat
Menurut media setempat, 18 penyelidik dikirim ke kantor kepresidenan pada Rabu untuk menyita dokumen terkait rapat kabinet yang diadakan pada malam deklarasi undang-undang darurat militer.
Presiden Yoon Suk Yeol, yang termasuk dalam daftar tersangka yang tertera dalam surat perintah penggeledahan, tidak ada di kantornya saat penggerebekan dimulai. Polisi kini disebut bernegosiasi dengan tim keamanannya tentang bagaimana pencarian akan dilakukan.
Tim keamanan presiden sebelumnya telah menolak akses penyelidik untuk melakukan pencarian semacam itu. Namun, para ahli mengatakan bahwa upaya penggerebekan pada hari Rabu menunjukkan bahwa pihak berwenang semakin menekan Presiden Yoon Suk Yeol dan para sekutunya.
"Penggerebekan ini berarti penyelidikan semakin mempercepat, termasuk untuk Yoon Suk Yeol," kata Mason Richey, seorang profesor di Hankuk University of Foreign Studies di Seoul, kepada BBC.
"Berdasarkan apa yang kita ketahui saat ini, Yoon Suk Yeol kemungkinan besar akan segera dimakzulkan. Baik sebelum atau setelah itu, dia mungkin juga akan menghadapi penangkapan, pemeriksaan, dan akhirnya tuduhan pemberontakan."
Namun, Prof. Richey menambahkan, "Situasi ini masih sangat dinamis."
Terakhir kali, kantor presiden digeledah adalah pada Desember 2019 terkait tuduhan korupsi terhadap mantan wakil wali kota Busan. Saat itu, kejaksaan tidak berhasil memasuki area kantor presiden, namun materi yang dibutuhkan diserahkan sesuai prosedur.
Pada saat itu, Korea Selatan dipimpin oleh Presiden Moon Jae In. Adapun Yoon Suk Yeol baru menjabat pada tahun 2022.