Liputan6.com, London - Mantan Presiden Israel Reuven Rivlin mengungkapkan ketidakharmonisan hubungan antara mendiang Ratu Elizabeth II dan negaranya.
"Hubungan antara kami (Israel) dan Ratu Elizabeth II agak sulit," kata Rivlin dalam acara gala di London yang memperingati 100 tahun Institut Teknologi Technion Haifa pada Minggu (8/12/2024) malam, menurut British Jewish News.
Rivlin menjabat sebagai presiden ke-10 Israel pada 2014-2021, sementara Ratu Elizabeth II meninggal pada 2022.
Lebih lanjut, Rivlin menuturkan, "Ratu Elizabeth II percaya bahwa setiap orang dari kami adalah teroris atau anak seorang teroris. Dia menolak menerima pejabat Israel ke (Istana) Buckingham, kecuali pada acara-acara internasional."
Ketika kemudian dikonfirmasi mengenai pernyataannya, dia menegaskan, "Itulah yang saya sampaikan."
Sejarah hubungan yang tegang
Mengutip Middle East Eye, Rabu (11/12), Ratu Elizabeth II mengunjungi lebih dari 120 negara dan melakukan perjalanan sejauh satu juta mil selama lebih dari 70 tahun masa pemerintahannya, namun dia tidak pernah menginjakkan kakinya di Israel.
Pada September 2022, setelah kematian Ratu Elizabeth II, presiden kehormatan kelompok pengaruh Conservative Friends of Israel (CFoI) Stuart Polak mengklaim, "Keluarga kerajaan dilarang oleh Kementerian Luar Negeri (Inggris) untuk mengunjungi Israel."
Terdapat penafsiran alternatif mengenai hal ini.
Dalam sebuah tulisan pada 2012 mengenai absennya lawatan Ratu Elizabeth II ke Israel, mantan pemimpin redaksi Haaretz David Landau menuturkan, "Ratu yang luar biasa dan berdedikasi ini bukanlah boneka siapa pun. Jika dia ingin mengunjungi negara Yahudi atau meminta salah satu anggota keluarganya mengunjunginya, dia bisa menegaskannya dan mendapatkan apa yang dia inginkan."
Beberapa berspekulasi bahwa Ratu Elizabeth II memiliki sikap negatif terhadap Israel karena kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata zionis melawan mandat Inggris di Palestina pada 1940-an, sebelum deklarasi kemerdekaan Israel.
Saat mengunjungi Yordania pada 1984, dilaporkan bahwa Ratu Elizabeth II mengatakan, "Betapa menakutkan", ketika pesawat tempur Israel terbang di atas wilayah Tepi Barat yang diduduki.
Ratu Noor, istri Raja Hussein dari Yordania, dilaporkan meresponsnya dengan menjawab, "Ini mengerikan."
Kemudian, Ratu Elizabeth II disebut diperlihatkan peta yang menggambarkan lokasi permukiman ilegal Israel di Tepi Barat dan menyatakan, "Peta yang sangat menyedihkan."
Raja Charles III dan Israel
Tidak ada anggota keluarga Kerajaan Inggris yang mengunjungi Israel secara resmi hingga 2018, ketika Pangeran William, cucu Ratu Elizabeth II, tiba untuk memperingati ulang tahun ke-70 kemerdekaan Israel.
Rivlin mengatakan pula pada Minggu bahwa Raja Charles III "sangat ramah" dibandingkan dengan ibunya.
Charles sendiri melakukan kunjungan resmi ke Israel saat berstatus sebagai Pangeran Wales pada Januari 2020. Waktu itu, dia turut mengunjungi Tepi Barat yang diduduki, di mana dia menyatakan bahwa keinginannya yang paling dalam adalah agar masa depan membawa kebebasan, keadilan, dan kesetaraan bagi semua rakyat Palestina.
Mantan suami Putri Diana itu sebelumnya menimbulkan kontroversi karena pandangannya tentang Israel.
Pada 2017, sebuah surat yang dia tulis pada 1986 setelah perjalanan ke Timur Tengah muncul. Dalam surat itu, dia mengatakan bahwa dia telah membaca sedikit Al-Qur'an dan mengagumi "beberapa aspek Islam", serta mulai memahami "pandangan orang Arab tentang Israel".
"Tak pernah menyadari bahwa mereka melihatnya sebagai koloni Amerika Serikat (AS)," tulisnya.
"Saya sekarang menghargai bahwa orang Arab dan Yahudi pada awalnya adalah satu bangsa Semit + masuknya orang Yahudi asing dari Eropa (terutama dari Polandia, mereka katakan) telah membantu menimbulkan masalah besar."
Yang paling kontroversial, Charles bertanya: "Tidakkah seharusnya seorang presiden AS memiliki keberanian untuk melawan lobi Yahudi di AS?"
Pada Juli tahun ini, Raja Charles III menyatakan bahwa Inggris "berkomitmen pada solusi dua negara di mana Israel yang aman dan terjamin berdampingan dengan Negara Palestina yang berdaya dan berdaulat", menegaskan posisi resmi pemerintah Inggris yang telah lama berlaku.
Kontroversi mengenai Monarki Inggris dan Israel juga menyentuh generasi muda keluarga kerajaan.
Pemerintah Israel dilaporkan "kecewa" ketika Pangeran William, pewaris takhta, menyerukan penghentian perang di Jalur Gaza pada Februari lalu. Namun, mereka disebut memutuskan untuk tidak mengkritiknya lebih lanjut secara terbuka karena mereka tidak ingin terlibat dalam perselisihan dengan calon raja masa depan.