Liputan6.com, Damaskus - Pemberontak Suriah mengklaim menemukan sekitar 40 jenazah yang menunjukkan tanda-tanda penyiksaan di kamar mayat sebuah rumah sakit militer di pinggiran Damaskus, pasca jatuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
Video dan foto yang beredar menunjukkan mayat-mayat yang dibungkus kafan putih bernoda darah tergeletak di dalam ruang pendingin di Rumah Sakit Harasta pada hari Senin (9/12/2024).
Beberapa mayat memiliki luka dan memar di wajah dan tubuh. Selain itu, terdapat pula potongan-potongan pita perekat bertuliskan nomor dan nama.
"Saya membuka pintu kamar mayat dengan tangan saya sendiri, itu adalah pemandangan yang sangat mengerikan," kata Mohammed al-Hajj, seorang anggota kelompok pemberontak dari Suriah selatan, kepada kantor berita AFP.
Dia menjelaskan bahwa pihaknya pergi ke rumah sakit itu setelah mendapat informasi dari seorang staf tentang keberadaan mayat-mayat itu.
"Kami melaporkan temuan kami kepada komando militer pemberontak dan berkoordinasi dengan Bulan Sabit Merah Suriah, yang mengangkut mayat-mayat tersebut ke rumah sakit di Damaskus agar keluarga dapat mengidentifikasi mereka."
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, melaporkan bahwa hampir 60.000 orang telah disiksa dan dibunuh di penjara-penjara yang dikelola pemerintah Assad.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia juga menyebutkan bahwa lebih dari 100.000 orang telah hilang sejak Assad memerintahkan tindakan keras terhadap protes pro-demokrasi pada 2011, yang memicu perang saudara.
Sebuah organisasi non-pemerintah Suriah menduga bahwa mayat-mayat di Harasta kemungkinan besar adalah tahanan dari Penjara Saydnaya di utara Damaskus.
"Rumah Sakit Harasta berfungsi sebagai pusat utama untuk mengumpulkan mayat-mayat tahanan," kata Diab Serriya, salah satu pendiri Asosiasi Tahanan dan Orang Hilang di Penjara Saydnaya (ADMSP), kepada AFP.
"Mayat-mayat itu dikirim dari Penjara Saydnaya atau Rumah Sakit Tishrin, dan dari Harasta, mereka akan dipindahkan ke kuburan massal."
Ribuan Orang Masih Hilang
Penemuan mayat-mayat ini terjadi saat Pertahanan Sipil Suriah, yang dikenal dengan nama White Helmets, mengumumkan mereka telah menyelesaikan upaya pencarian di penjara militer Saydnaya untuk menemukan tahanan di sel rahasia atau ruang bawah tanah. Hasil pencarian itu sendiri, nihil.
Lima tim khusus yang dibantu dua unit anjing pelacak dan individu yang familiar dengan tata letak penjara memeriksa semua bangunan, ruang bawah tanah, halaman, lubang ventilasi, sistem pembuangan limbah, kabel kamera pengawas, dan area sekitar pada hari Senin. Sementara itu, banyak orang berkumpul di sana berharap menemukan kerabat mereka yang hilang.
"Pencarian itu tidak menemukan area yang belum dibuka atau tersembunyi di fasilitas tersebut," kata Pertahanan Sipil Suriah.
"Kami turut merasakan kekecewaan mendalam dari keluarga ribuan orang yang masih hilang dan nasibnya belum diketahui."
Sementara itu, ADMSP membagikan dokumen resmi tertanggal 28 Oktober yang menyebutkan bahwa 4.300 tahanan ditahan di Saydnaya.
Tahanan-tahanan tersebut terdiri dari 2.817 tahanan hukum yang ditahan di "Gedung Putih" penjara dan 1.483 tahanan yang ditahan dengan tuduhan terkait terorisme serta pengadilan militer di "Gedung Merah".
"Jumlah ini mewakili tahanan yang dibebaskan pada saat pembebasan penjara," kata ADMSP.
Kengerian Saydnaya
Pemberontak memasuki Penjara Saydnaya dan Rumah Sakit Harasta pada akhir pekan saat mereka maju ke Damaskus, yang akhirnya memaksa Presiden Assad mundur dan dilaporkan kabur ke Rusia.
ADMSP dalam laporan tahun 2022 menyebutkan bahwa Penjara Saydnaya "secara efektif telah menjadi kamp kematian" setelah perang saudara Suriah dimulai pada 2011.
Diperkirakan lebih dari 30.000 tahanan dieksekusi atau meninggal akibat penyiksaan, kurangnya perawatan medis, atau kelaparan di fasilitas itu antara 2011 hingga 2018. Laporan tersebut juga mengutip narapidana yang dibebaskan, yang mengatakan bahwa setidaknya 500 tahanan lainnya dieksekusi antara 2018 dan 2021.
ADMSP menjelaskan bagaimana "ruang garam" dibangun dan digunakan sebagai ruang mayat primitif untuk menyimpan jasad sebelum dipindahkan ke Rumah Sakit Militer Tishreen di Damaskus untuk didaftarkan dan dimakamkan di kuburan milik militer.
Amnesty International menyebut Saydnaya sebagai "rumah jagal manusia" dan menuduh bahwa eksekusi-eksekusi di sana diotorisasi oleh tingkat tertinggi pemerintahan Assad, menyebutnya sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pemerintah Assad membantah klaim Amnesty International, menyebutnya "tidak berdasar" dan "tanpa kebenaran", serta menegaskan bahwa semua eksekusi di Suriah dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang sah.
Pada malam Senin, pemimpin kelompok militan Islam yang serangannya menyebabkan berakhirnya pemerintahan rezim Assad, mengatakan bahwa pejabat senior yang mengawasi penyiksaan terhadap tahanan politik akan dimintai pertanggungjawaban.
Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Jolani atau Abu Mohammed al-Julani atau Abu Mohammed al-Jawlani menyatakan nama-nama pejabat tersebut akan dipublikasikan dan mereka yang melarikan diri ke luar negeri akan dipulangkan. Hadiah juga akan diberikan kepada siapa pun yang dapat memberikan informasi mengenai keberadaan mereka.