Liputan6.com, Jakarta - Arab Saudi kembali bicara soal genosida di Jalur Gaza. Kali ini, pernyataan disampaikan langsung oleh sang Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), yang juga merupakan pemimpin de facto kerajaan.
"Kerajaan (Arab Saudi) menegaskan kembali kutukannya atas genosida yang dilakukan oleh Israel terhadap saudara-saudara kita di Palestina, yang mengakibatkan lebih dari 150.000 martir, korban luka dan hilang, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak," demikian disampaikan MBS dalam pidatonya pada pertemuan puncak Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Riyadh pada Senin (11/11/2024), seperti dilansir Middle East Eye (MEE).
Meski bukan kali pertama mengucap diksi genosida atas apa yang terjadi di Jalur Gaza, namun peran Arab Saudi dalam menangani konflik Hamas versus Israel minim bila dibandingkan dengan Qatar dan Mesir, yang aktif sebagai mediator kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Keberpihakan Arab Saudi terhadap Palestina bahkan dipertanyakan ketika tahun lalu terkuak bahwa Riyadh berhasrat menormalisasi hubungan dengan Tel Aviv.
"Sejak menjadi penguasa de facto pada 2016, MBS meluncurkan Visi Arab Saudi 2030. Visi ini hanya mungkin diwujudkan kalau kawasan Timur Tengah stabil dan damai untuk memungkinkan masuknya investor asing ke Arab Saudi. Dalam konteks ini, isu Palestina dikorbankan demi adanya kerja sama keamanan dan ekonomi dengan Israel. Karena rencana pembangunan infrastruktur yang menghubungkan India dengan Eropa harus melintasi Jazirah Arab dari Uni Emirat Arab (UEA) sampai ke pelabuhan Haifa di Israel," tutur penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Smith Alhadar kepada Liputan6.com, Rabu (13/11), saat dimintai pendapatnya tentang peran Arab Saudi dalam penyelesaian konflik di Jalur Gaza.
"Barang-barang dari India diangkut ke pelabuhan UEA, lalu dibawa kereta ke Haifa dengan melintasi Arab Saudi, Yordania, dan Palestina. Dari Israel (Haifa) dibawa kapal ke Eropa dan sebaliknya. Awalnya, Arab Saudi mengira perang berlangsung singkat tanpa genosida. Nyatanya, perang Gaza sudah menginjak bulan ke-14 dan Israel masih ganas membunuh warga Palestina dan Lebanon. Hal ini tak bisa diterima publik Arab Saudi, bahkan publik Arab secara keseluruhan."
Terkait rencana normalisasi hubungan dengan Israel, belakangan Arab Saudi berulang kali menekankan bahwa itu tidak akan terjadi tanpa pengakuan atas Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
"Itulah satu-satunya caranya kita akan mendapatkan manfaat. Jadi, ya, karena kita membutuhkan stabilitas dan stabilitas hanya akan datang melalui penyelesaian masalah Palestina," ungkap Menteri Luar Negeri (Menlu) Arab Saudi Pangeran Faisal dalam wawancaranya dengan CNN pada Januari 2024 seperti dikutip dari MEE.
Pada September, giliran MBS yang menyampaikan pesan serupa.
"Kerajaan tidak akan menghentikan upaya gigihnya untuk mendirikan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ujarnya di hadapan Dewan Syura di Riyadh, seperti dilaporkan MEE.
"Kami mengonfirmasi bahwa Arab Saudi tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sampai tujuan tersebut tercapai."
Oktober 2024, Menlu Arab Saudi menyatakan bahwa sampai Negara Palestina berdiri maka tidak akan ada hubungan diplomatik Arab Saudi-Israel.
"Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengarah pada pembentukan Negara Israel jelas juga memiliki tujuan untuk mendirikan Negara Palestina. Jadi, kita perlu mewujudkannya," kata Pangeran Faisal dalam wawancara di Future Investment Initiative (FII) di Riyadh, seperti dilansir Al Arabiya.
Selain mengecam genosida di Jalur Gaza, dalam pidato terbarunya pada Senin, MBS juga mencela penodaan Masjid Al-Aqsa oleh Israel dan penghinaan terhadap peran penting Otoritas Palestina di seluruh wilayah Palestina. Kebijakan Israel, tegas MBS, hanya akan menghambat perdamaian di kawasan.
MBS turut mengkritik pelarangan Israel atas operasional Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan serangan terhadap lembaga-lembaga bantuan di Jalur Gaza.
Sebelumnya, tepatnya pada Juli 2024, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengutuk genosida yang terus berlanjut terhadap rakyat Palestina lalu pada Oktober 2024, Menlu Arab Saudi mengutuk serangan Israel di Gaza Utara sebagai genosida.
Arab Saudi seperti dikutip dari CNN menyebutkan bahwa tujuan berkumpulnya negara-negara Arab dan negara-negara Islam pada Senin adalah untuk menyatukan posisi dan memberikan tekanan pada komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah guna mengakhiri serangan yang sedang berlangsung dan membangun perdamaian yang langgeng di kawasan.
Pertemuan Liga Arab dan OKI di Riyadh dihadiri oleh para pemimpin kawasan, termasuk Iran yang mengirim Wakil Presiden Pertama Mohammad Reza Aref, Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati, Raja Yordania Abdullah II, Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Suriah Bashar al-Assad.