Oman: Perundingan Iran-AS Capai Kemajuan, tapi Belum Final

1 week ago 40

Liputan6.com, Roma - Putaran kelima perundingan antara Iran dan Amerika Serikat (AS) di Roma, Italia pada Jumat (23/5/2025) mencatat kemajuan, namun belum menghasilkan kesepakatan yang konklusif terkait program nuklir Teheran yang terus berkembang. Hal ini disampaikan oleh mediator pembicaraan dari Oman Badr al-Busaidi.

Pernyataan al-Busaidi menunjukkan bahwa negosiasi antara dua musuh lama ini akan terus berlanjut. Namun, perundingan kini menghadapi tantangan terberat: mencari titik tengah antara tuntutan AS agar Iran menghentikan pengayaan uranium, sementara Teheran bersikeras bahwa program tersebut harus tetap berjalan.

"Putaran kelima pembicaraan Iran-AS telah selesai hari ini di Roma dengan kemajuan tertentu, namun belum konklusif," tulis al-Busaidi di platform media sosial X.

"Kami berharap dapat memperjelas isu-isu yang masih tersisa dalam beberapa hari ke depan agar memungkinkan kami melangkah menuju tujuan bersama: mencapai sebuah kesepakatan yang berkelanjutan dan bermartabat."

Terlalu Kompleks

Pasca perundingan, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan kepada televisi pemerintah Iran bahwa al-Busaidi telah menyampaikan sejumlah gagasan yang akan diteruskan ke pemerintah masing-masing negara tanpa menciptakan komitmen apa pun dari kedua pihak.

"Negosiasi ini terlalu kompleks untuk diselesaikan hanya dalam dua atau tiga pertemuan," ujarnya. "Saya berharap dalam satu atau dua putaran selanjutnya — terutama mengingat pemahaman yang lebih baik terhadap posisi Republik Islam — kita dapat mencapai solusi yang memungkinkan pembicaraan ini untuk terus maju."

Dia menambahkan, "Kami belum sampai di titik itu, namun kami juga tidak berkecil hati."

Dalam perundingan putaran kelima, AS kembali diwakili oleh utusan Timur Tengah Steve Witkoff dan Direktur Perencanaan Kebijakan Kementerian Luar Negeri Michael Anton. Keduanya tidak memberikan komentar setelah pertemuan. Pihak Iran menyatakan bahwa Witkoff meninggalkan pembicaraan yang berlangsung di Kedutaan Besar Oman di kawasan Camilluccia, Roma, lebih awal.

Poin Utama Perselisihan

Pembicaraan dengan AS bertujuan membatasi program nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sebagian sanksi ekonomi. Hubungan antara kedua negara telah diwarnai permusuhan selama hampir setengah abad.

Presiden Donald Trump berulang kali mengancam akan melancarkan serangan udara terhadap program nuklir Iran jika kesepakatan tidak tercapai. Sementara itu, para pejabat Iran semakin sering memperingatkan bahwa mereka bisa mengejar pengembangan senjata nuklir dengan memanfaatkan stok uranium yang telah diperkaya hingga mendekati tingkat kemurnian untuk senjata.

"Iran hampir pasti tidak sedang memproduksi senjata nuklir, namun Iran telah melakukan aktivitas dalam beberapa tahun terakhir yang membuatnya berada pada posisi yang lebih siap untuk memproduksi senjata tersebut, jika memilih untuk melakukannya," demikian bunyi laporan terbaru dari Badan Intelijen Pertahanan AS. "Langkah-langkah ini mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi cukup uranium tingkat senjata untuk satu perangkat nuklir pertama menjadi kemungkinan kurang dari satu minggu."

Namun, demikian, para ahli menyebut bahwa Iran kemungkinan besar masih membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membuat bom yang benar-benar berfungsi.

Pengayaan masih menjadi titik utama perselisihan. Witkoff pada satu titik sempat mengusulkan agar Iran diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen. Namun kemudian dia mulai menyatakan bahwa seluruh kegiatan pengayaan Iran harus dihentikan. Sikap AS ini semakin mengeras seiring waktu.

Salah satu ide yang telah muncul sejauh ini adalah kemungkinan Iran menghentikan pengayaan di dalam negeri, namun tetap memiliki pasokan uranium melalui pembentukan konsorsium di Timur Tengah yang didukung oleh negara-negara kawasan dan AS. Selain itu, beberapa negara dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menawarkan pasokan uranium dengan tingkat pengayaan rendah (low-enriched uranium/LEU)—yakni uranium yang tidak cukup diperkaya untuk digunakan sebagai senjata nuklir, namun masih dapat digunakan untuk keperluan damai, seperti pembangkit listrik tenaga nuklir atau penelitian ilmiah— untuk digunakan Iran.

Namun, Kementerian Luar Negeri Iran bersikeras bahwa aktivitas pengayaan harus berlangsung di dalam wilayah Iran. 

Sementara itu, Israel telah mengancam akan menyerang fasilitas nuklir Iran secara sepihak jika merasa terancam. Hal ini semakin memperumit ketegangan di Timur Tengah, yang sudah meningkat akibat perang antara Israel dan Hamas di Gaza.

Araghchi memperingatkan pada Kamis (22/5), Iran akan mengambil "langkah-langkah khusus" untuk mempertahankan fasilitas nuklirnya jika Israel terus mengeluarkan ancaman. Dia juga memperingatkan AS bahwa Iran akan menganggapnya turut bertanggung jawab dalam setiap serangan yang dilakukan Israel.

Sanksi terhadap Iran Bertambah

Meskipun Iran sering mengeluarkan pernyataan keras atau ancaman dalam retorika publiknya, negara ini dinilai sangat membutuhkan mencapai kesepakatan dengan AS karena tekanan internal dan eksternal yang dialaminya sangat besar.

Situasi politik dalam negeri Iran disebut memanas, salah satunya karena aturan wajib hijab. Banyak perempuan di Tehran yang tetap menolak mengenakan hijab, meskipun itu diwajibkan oleh hukum dan ini menjadi bentuk perlawanan terhadap pemerintah.

Ada desas-desus bahwa pemerintah Iran akan menaikkan harga bensin bersubsidi, yang sebelumnya pernah memicu protes besar-besaran secara nasional. Rumor ini dikabarkan meningkatkan ketegangan sosial.

Nilai tukar mata uang Iran  sempat jatuh sangat parah, bahkan hingga 1 juta rial hanya setara dengan 1 dolar AS pada April. Ini menunjukkan kondisi ekonomi yang sangat buruk. Seiring dimulainya kembali perundingan nuklir, nilai rial mulai sedikit membaik, dan Iran berharap tren ini terus berlanjut. Jika mata uang jatuh lagi, bisa terjadi krisis sosial-ekonomi baru.

Poros Perlawanan, sebutan bagi Iran dan para sekutunya di Timur Tengah (seperti Hizbullah, Hamas, dan Suriah) sedang dalam kondisi kacau. Mereka mengalami kemunduran menyusul serangan bertubi-tubi oleh Israel.Pada saat bersamaan pemerintahan Trump terus menambah sanksi ekonomi terhadap Iran, termasuk pekan ini, yang secara khusus melarang penjualan bahan kimia bernama sodium perklorat ke Iran. Ini adalah zat yang bisa digunakan dalam produksi roket atau rudal.

Read Entire Article